Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 January 2024, 19:33

TEMPO.CO, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam merilis riset berjudul Jejaring Oligarki Tambang dan Energi dalam Pemilu. Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar menyebutkan laporan risetnya menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup serta makin gentingnya daya respons masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.Selain itu, kata dia, juga benturan kepentingan oligarki penguasa dan bisnis telah menelurkan berbagai undang-undang yang memberi karpet merah pada investasi. Melki menyebutkan penyusunan riset berlangsung sejak Desember 2023 hingga Januari 2024, dengan fokus terkait bisnis-bisnis para kandidat dan tim kampanye dari dokumen-dokumen resmi terbaru, baik akta-akta pemerintah maupun laporan internal perusahaan serta, sebagai sumber utama. Dokumen jurnal dan berita-berita media, sebagai rujukan pendukung.“Afiliasi langsung bisnis para pihak ini kami telusuri relasinya dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam sektor pertambangan dan energi. Seluruh informasi yang didapatkan, kami himpun dan analisis, lalu membuat kesimpulan menggunakan metode Analisis Jejaring Sosial,” kata Melky pada peluncuran laporan di Kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin, 22 Januari 2024. Risetnya ini, kata Melky, menemukan fakta keterkaitan peserta pemilu dengan para pebisnis yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup. Ketiga pasangan yakni Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD punya keterkaitan dengan para oligarki tambang dan energi.Pasangan AMIN diusung oleh Partai NasDem, PKB, dan PKS. Sementara Prabowo-Gibran diusung oleh Partai Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat, Gelora, Garuda, PSI, dan PBB. Lalu, pasangan Ganjar-Mahfud diusung oleh PDI Perjuangan, Perindo, PPP, dan Hanura.Di antara tiga pasangan capres-cawapres, termasuk partai politik pendukung hingga tim
pemenangan, terdapat nama-nama yang berlatar belakang pengusaha dan terafiliasi dengan berbagai macam bisnis, salah satunya di sektor pertambangan dan energi.“Di pasangan Anies-Muhaimin, misalnya, terdapat tujuh orang yang terafiliasi dengan bisnis pertambangan dan energi. Di pasangan Prabowo-Gibran, terdapat 18 orang, termasuk Prabowo Subianto. Sementara di pasangan Ganjar-Mahfud, sebanyak tujuh orang,” kata Melky.Nama oligarki tambang yang terindentifikasi menjadi bagian dari struktur tim pemenangan Anies-Muhaimin maupun pengurus partai politik pendukung, yakni Surya Paloh, Ahmad Ali, Jusuf Kalla, Fachrul Razi, Rachmat Gobel, Jan Darmadi, Leontinus Alpha Edison, dan Susno Duadji.Pada kubu pasangan capres nomor urut 2 terdapat nama Rosan Roeslani yang disebut memiliki tambang dengan afiliasi dengan PT Bumi Resources. Nama lain yang disebut dalam riset itu, yakni Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Hashim Djojohadikusumo, Aburizal Bakrie, Erwin Aksa, Pandu Sjahrir, Luhut Binsar Pandjaitan, Airlangga Hartanto, Bahlil Lahadalia, Bambang Soesatyo, Lodewijk Freidrich, Maher Algadri, Hatta Radjasa, Ario Bimo Nandito Ariootedjo, Wisnu Wardhana, Erick Thohir, Titiek Soeharto, Yusril Ihza Mahendra, Bobby Gafur Umar, Bambang Heri, Arsyadjuliandi Rachman, dan Wahyu Sanjaya.Pada kubu Ganjar-Mahfud terdapat nama Puan Maharani, Hary Tanoe, Oesman Sapta Odang, Sandiaga Uno, Arsjad Rasjid, Orias Petrus Moedak, Heru Dewanto, Andi Ridwan Wittiri.“Deretan tim pemenangan yang terafiliasi dengan tambang dan energi di
pasangan capres-cawapres ini, selain sebagian memiliki relasi bisnis satu sama lain dalam tim pemenangan kandidat yang sama, juga mempunyai relasi bisnis dengan tim pemenangan di pasangan capres-cawapres lain,” kata Melky.Menurut dia, situasi ini menunjukkan bahwa dunia politik memang sangat menggiurkan bagi semua profesi, termasuk pengusaha. Tentu saja, kata dia,  rentan dengan konflik kepentingan.Melky menyebutkan dukungan finansial dan politik para pebisnis ini cenderung berorientasi untuk menikmati rente. Mereka mempertahankan dan merebut kekuasaan sehingga memperoleh kemudahan (privilese) dan proteksi politik.Iklan

“Hegemoni oligarki dalam politik semacam pemilu ini akan menghasilkan buah pahit bagi
demokrasi. Ia akan dengan mudah mengotak-atik kebijakan dan regulasi, dan pada akhirnya akan dengan mudah menjarah kekayaan alam di tubuh kepulauan Indonesia,” ujar Melky.Situasi Pemilu 2024 ini pun tak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya, kata Melky, terutama pada Pemilu 2019, di mana sebagian pasangan calon berlatar belakang pengusaha, sementara komposisi tim pemenangannya pun juga sebagian besar pengusaha. Tak heran, kata dia, pasca Pemilu 2019, dimana Jokowi kembali terpilih, ragam kebijakan dan regulasi dibuat untuk mengakomodasi kepentingan oligarki. Sebagian di antaranya, adalah UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba yang sarat dengan kepentingan pebisnis.Dua regulasi itu justru memberikan banyak keistimewaan bagi pelaku bisnis pertambangan, mulai dari perpanjangan otomatis perizinan tambang tanpa melalui mekanisme lelang, penghapusan pembayaran royalti 0 persen kepada perusahaan batubara yang memberikan nilai tambah, hingga ruang kriminalisasi
yang besar bagi warga lingkar tambang.Di saat yang sama, pejabat pemberi izin justru dilindungi, dengan menghilangkan pasal pidana ketika izin yang dikeluarkan bermasalah secara hukum. Di era pemerintahan Jokowi pula, menurut Melky, revisi UU KPK alih-alih memperkuat pencegahan dan
pemberantasan korupsi, sebaliknya justru memberi ruang bagi para pebisnis agar dapat dengan mudah membajak proyek-proyek negara tanpa dapat disentuh secara hukum.Dengan demikian, menurut dia, tak perlu menaruh harapan berlebih kepada para kontestan, partai politik pendukung dan tim pemenangan. Para kontestan yang sedang mempertahankan dan merebut kekuasaan itu, tidak lahir dan besar dari situasi krisis, sebagaimana situasi empiris yang dialami warga di daerah lingkar tambang. “Sebaliknya, mereka justru menjadi bagian dari masalah, menikmati keuntungan berlipat-ganda,” kata Melky.Terkait namanya yang tercantum dalam riset Jatam, Erwin Aksa sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) capres Prabowo-Gibran ikut memberikan tanggapan. Politikus Parta Golkar itu menyebutkan usaha tambang miliknya bukan sebagai pelanggaran. 
“Kita harus melihat bahwa berbagai aspek pembangunan Indonesia digerakkan oleh kekayaan alam. Kekayaan alam tersebut diolah dengan baik,” kata dia melalui pesan Whatsapp kepada Tempo, Senin, 22 Januari 2024.Mengenai beberapa nama pentolan Timnas Anies-Muhaimin yang masuk dalam hasil riset Jatam, anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, Fadhil Hasan, menyebutkan nama-nama pengusaha itu punya usaha tambang sebelum hajatan Pilpres 2024 berlangsung.Jadi, kata dia, bukan ketika mengatakan dukungan ke Anies-Muhaimin, sehingga mendapatkan keuntungan untuk mendapat izin konsensi tambang. “Jadi menurut saya itu hak mereka untuk berusaha di sektor yang legal,” kata Fadhil melalui sambungan telepon dengan Tempo, Senin, 22 Januari 2024.Menurut Fadhil, tidak masalah ketika para pengusaha tambang itu melaksanakan aktivitasnya sesuai prinsip legalitas dan keberlanjutan. “Anies dan Cak Imin kan tidak antipertambangan, tapi kita ingin memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan prinsip yang memberikan manfaatkan bagi masyarakat,” katanya.Sedangkan dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yan namanya tersebut seperti Arsjad Rasjid maupun Andi Ridwan Wittiri belum memberikan respons. Tempo telah mengirimkan pesan Whatsapp berupa permohonan wawancara.Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.