Tag: Ferdy Sambo

  • Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan advokat Junaedi Saibih sebagai tersangka atas dugaan merintangi penyidikan dan penuntutan atau obstruction of justice tiga perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Junaedi Saibih diduga merintangi mulai dari perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dengan terdakwa tiga korporasi, tata kelola komoditas timah, dan perkara importasi gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Selain Junaedi Saibih, Kejagung juga menetapkan advokat lainnya yaitu Marcella Santoso dan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam kasus serupa.

    Sosok Junaedi Saibih

    SOSOK JUNAEDI SAIBIH – Junaedi Saibih saat menjadi Pengacara Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/2/2023). (Tribunnews.com/Ibriza)

    Junaedi Saibih adalah seorang pengacara yang beberapa kali menangani kasus besar.

    Di antaranya dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

    Saat itu, Junaedi Saibih menjadi pengacara eks anak buah Ferdy Sambo yaitu Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin.

    Kemudian, Junaedi Saibih juga pernah membela Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

    Saat itu, Rafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Selain membela Rafael Alun, Junaedi Saibih juga membela Harvey Moeis yang terjerat kasus korupsi pengelolaan timah.

    Mengutip dari situs resminya, pengacara dengan gelar Dr Junaedi Saibih SH MSI LL.M ini biasa disapa Bang Juned.

    Ia adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) Universitas Indonesia (UI) dan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mitra Justitia. 

    Junaedi Saibih juga dikenal sebagai staf pengajar di Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum UI sejak tahun 2002.

    Ia meraih gelar Sarjana Hukum dan Magister Sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa dari (UI).

    Sementara gelar Magister Hukum (LLM) didapat Junaedi Saibih dari Universitas Canberra dengan beasiswa Australian Development Scholarship Awards.

    Selanjutnya ia meneruskan pendidikan tingkat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Canberra dan menempuh Program Doktor pada Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pada 2023, Junaedi Saibih lulus dengan predicate summa cum laude.

    Jadi Tersangka

    Kini, Junaedi Saibih ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan  Marcella Santoso. Keduanya disebut membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, upaya perintangan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Mendag Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).

    Abdul Qohar juga menyebut, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online.

    Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan guna mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS.”

    “Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Selain itu, keduanya juga sempat memberikan keterangan tidak benar atau palsu saat diinterogasi oleh penyidik.

    Keterangan itu, kata Qohar, berkaitan dengan draft putusan kasus ekspor CPO yang dimana kedua tersangka merupakan kuasa hukum dari tiga terdakwa korporasi.

    Bahkan penyidik Kejagung juga beranggapan, Junaedi dan Marcella telah melakukan perusakan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi.

    “Keduanya juga termasuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” katanya.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati/Ibriza Fasti Ifhami/Fahmi Ramadhan)

  • Jadi Tersangka, Begini Marcella Santoso di Kasus Sambo hingga Rafael Alun

    Jadi Tersangka, Begini Marcella Santoso di Kasus Sambo hingga Rafael Alun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara Marcella Santoso (MS) telah ditetapkan sebagai tersangka sebanyak dua kali oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dalam perkara suap dan perintangan penyidikan.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Marcella sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka di kasus suap vonis onstlag perkara fasilitas ekspor minyak goreng tiga group korporasi pada Sabtu (12/4/2025) malam.

    Dia ditetapkan tersangka dengan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan dan Advokat Ariyanto.

    Dalam kasus ini, Marcella bersama sejumlah tersangka diduga menyuap majelis hakim yang dipimpin Djuyamto Cs untuk memberikan vonis lepas kepada tiga grup korporasi. Total suap dalam perkara ini mencapai Rp60 miliar.

    Belum genap sebulan, Marcella kembali menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan, penuntutan dan pembuktian pada sejumlah kasus yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kasus tersebut mulai dari korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, importasi gula Tom Lembong hingga korupsi crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Dalam kasus ini, Marcella telah bersekongkol dengan advokat sekaligus dosen Junaidi Saibih untuk merintangi sejumlah perkara tersebut dengan membuat narasi negatif kepada Kejagung.

    Narasi negatif itu dibuat melalui bekerja sama dengan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar. Narasi-narasi negatif itu kemudian disiarkan pada sejumlah platform Jak TV. Total uang yang digelontorkan untuk Tian mencapai Rp478,5 juta.

    Selain itu, Marcella dengan Junaidi juga diduga melakukan pembiayaan terhadap sejumlah demo yang menyudutkan penyidik Kejagung RI. Aksi demo itu kemudian dipublikasikan melalui berita yang memuat narasi negatif untuk kejaksaan.

    “Dengan biaya sebesar Rp478.500.000, yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan Tersangka JS kepada Tersangka TB,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Profil Marcella Santoso 

    Marcella Santoso merupakan pengacara dan konsultan yang dikenal dari firma hukum Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF).

    Berdasarkan informasi dari akun LinkedIn Marcella, dia mengenyam pendidikan SMA di Santa Laurensia pada 1992-2002. Kemudian, Marcella melanjutkan studi hukum di Universitas Indonesia (UI) dan berhasil lulus pada 2006.

    Tak berhenti disitu, Marcella juga memperoleh gelar magister hukum (2010) dan doktoral hukum (2022) pada kampus dengan almamater jaket kuning tersebut.

    Kemudian, Marcella tercatat bergabung dengan firma hukum AALF pada 2007 dan akhirnya menjabat sebagai partner di AALF Legal & Tax Consultant hingga saat ini.

    Adapun, kepiawaiannya dalam menangani kasus telah membuatnya masuk kedalam daftar Top 200: The 200 Club Indonesia’s Most Influential Lawyer pada 2025.

    Kasus yang Ditangani Marcella 

    Sementara itu, sejumlah kasus terkenal yang ditangani Marcella yaitu kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

    Dalam perkara itu, Marcella menjadi kuasa hukum anak buah Ferdy Sambo yakni terdakwa Arif Rachman Arifin dan Baiquni Wibowo.

    Selanjutnya, Marcella juga tergabung dalam tim hukum Harvey Moeis dalam perkara timah yang menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun. Selain itu, perkara pencucian uang dan gratifikasi eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.

  • PROFIL Djuyamto, Sosok dengan Jabatan Mentereng Terima Suap Rp7,5 M, Pernah Bikin Kubu Hasto Kecewa

    PROFIL Djuyamto, Sosok dengan Jabatan Mentereng Terima Suap Rp7,5 M, Pernah Bikin Kubu Hasto Kecewa

    TRIBUNJAKARTA.COM – Sosok Djuyamto kini sedang menjadi buah bibir karena namanya ditetapkan sebagai tersangka ole Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada Minggu (13/4/2025) malam. 

    Ia bersama dua hakim lainnya ditetapkan tersangka dalam kasus suap pemberi vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Dalam kasus itu, Djuyamto bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim.

    Dua hakim lainnya yakni Ali Muhtarom (AM) sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin (ASB) sebagai Hakim Anggota.

    Djuyamto disebut menerima aliran dana suap untuk pengurusan perkara saat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara tersebut oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan.

    Sosok kelahiran Sukoharjo pada 18 Desember 1967 disebut menerima suap paling banyak di antara 2 hakim lainnya.

    Djuyamto menerima suap sekitar Rp 7,5 miliar. Sedangkan hakim Agam Syarif Baharudin (ASB) menerima suap Rp 6 miliar dan Ali Muhtarom (AM) menerima Rp 6,5 miliar.

    Sosok Djuyamto

    KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).

    Sosok Djuyamto sudah wara-wiri menangani banyak kasus besar di Indonesia.

    Ia kini menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Jabatannya pun mentereng tercatat di posisi Pembina Utama Muda (IV/c) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Sebelumnya, ia pernah bertugas di sejumlah tempat seperti PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, PN Jakarta Utara.  

    Dia juga masuk dalam kepengurusan Ikatan Hakim Indonesia sebagai Sekretaris Bidang Advokasi.  

    Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat berbicara di depan awak media, Kamis (30/3/2023). Djuyamto merupakan satu dari tiga hakim yang ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai  tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025). (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo) (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo)

    Namanya semakin terkenal karena sudah banyak menangani kasus besar di antaranya sidang obstruction of justice kasus Ferdy Sambo hingga kasus permohonan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Dalam perkara ini Djuyamto menjadi hakim tunggal.

    Diketahui, Hasto menggugat KPK lantaran ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam perkara eks calon anggota legislatif dari PDI-P, Harun Masiku.

    Dalam putusannya, Djuyamto tidak menerima gugatan praperadilan yang diajukan Hasto.

    “Mengadili, mengabulkan eksepsi dari termohon, menyatakan permohonan pemohon kabur atau tidak jelas,” kata Hakim Djuyamto dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

    “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak diterima,” kata Djuyamto.

    Keputusan yang dibuat Djuyamto sempat membuat kubu Hasto kecewa.

    Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengatakan putusan hakim belum mengacu pada objek pengujian penetapan tersangka dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    “Jadi, sekali lagi, kami perlu sampaikan ini belum selesai. Tidak ada keputusan bahwa substansi permohonan pra peradilan kami ditolak,” ujar Ronny.

    Ia juga pernah menangani kasus kasus pembunuhan satu keluarga di Bekasi dengan terdakwa Harris Simamora saat pindah ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi di tahun 2020.

    Saat itu Djuyamto menjadi ketua majelis hakim.

    Nama Djuyamto kembali disorot saat dia ditunjuk sebagai humas, sekaligus anggota majelis hakim di sidang obstruction of justice kasus Ferdy Sambo dengan terdakwa Hendra Kurniawan Cs. 

    Sebagaimana diketahui, Brigjen Hendra Kurniawan Cs diadili terkait perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

    Tak Hanya Brigjen Hendra, AKBP Arif Rahman dan Kombes Pol Agus Nurpatria juga akan disidang dalam perkara yang sama.

    Dalam sidang tersebut, Ahmad Suhel menjadi Ketua Majelis Hakim.

    Sementara Djuyamto menjadi anggota majelis hakim bersama Hendra Yuristiawan.

    Profil Djuyamto

    Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967. Dia menuntaskan studi S1 dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (UNS).

    Gelar doktornya juga diperoleh di Fakultas Humum UNS. 

    Djuyamto diketahui merupakan seorang hakim.

    Saat ini Djuyamto bertugas sebagai Pejabat Humas di PN Jakarta Selatan.

    Kini, Djuyamto juga masuk jajaran pengurus pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) periode 2019-2022.

    Dalam situs IKAHI, ikahi.or.id, Djuyamto menjadi anggota Komisi IV, yakni bagian Kehumasan, Advokasi dan Pengabdian Masyarakat.

    Diberitakan Tribunnews.com, Djuyamto pernah menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat.

    Djuyamto pun sempat pindah ke Pengadilan Negeri kota Bekasi.

    Harta Kekayaan Djuyamto 

    Melansir dari laman elhkpn https://elhkpn.kpk.go.id/, Djuyamto diketahui memiliki harta kekayaan yang totalnya mencapai Rp 2,9 miliar.

    Berikut rinciannya.

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 2.450.000.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 149 m2/80 m2 di KAB / KOTA KARANGANYAR, HASIL SENDIRI Rp.900.000.000

    2. Tanah dan Bangunan Seluas 150 m2/95 m2 di KAB / KOTA SUKOHARJO, HIBAH DENGAN AKTA Rp.950.000.000

    3. Tanah dan Bangunan Seluas 980 m2/152 m2 di KAB / KOTA SUKOHARJO, HASIL SENDIRI Rp.600.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 454.000.000

    1. MOTOR, HONDA BEAT SEPEDA MOTOR Tahun 2015, HASIL SENDIRI Rp. 4.000.000

    2. MOTOR, VESPA SEPEDA MOTOR Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp. 25.000.000

    3. MOBIL, TOYOTA INNOVA REBORN Tahun 2023, HASIL SENDIRI Rp. 425.000.000

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 96.100.000

    D. SURAT BERHARGA Rp. —-

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 145.000.000

    F. HARTA LAINNYA Rp. 60.000.000

    Sub Total Rp. 3.205.100.000

    III. HUTANG Rp. 250.000.000

    IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 2.955.100.000

    (TribunJakarta/TribunTimur/Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Robig Polisi Penembak Pelajar Semarang Masih Status Polisi, Puskampol Sodorkan Jalan Tengah

    Robig Polisi Penembak Pelajar Semarang Masih Status Polisi, Puskampol Sodorkan Jalan Tengah

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Robig tercatat masih sebagai anggota Polri dan masih rutin menerima gaji bulanan meski sudah diseret ke pengadilan.

    Kasus Robig ini kembali mencuat ke publik selepas sidang perdananya di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (8/4/2025).

    Menanggapi hal itu, Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia  Andy Suryadi menilai, hal itu sudah sesuai dengan aturan.

    Artinya, keputusan sidang banding kode etik profesi polri yang diajukan Robig menunggu putusan pengadilan atau berkekuatan hukum tetap (inkrah).

    Dalam konteks ini, lanjut Andy, tidak hanya terjadi pada kasus Robig melainkan terjadi pula pada kasus yang melibatkan polisi lainnya di antaranya kasus Ferdy Sambo.

    “Namun, kasus Robig pertarungan dengan rasa keadilan, mungkin publik merasa kecewa penembak pelajar sampai meninggal tapi masih menerima gaji tapi secara aturan memang demikian,” terangnya saat dihubungi Tribun,  Jumat  (11/4/2025).

    Aturan yang dimaksud Andy berkaitan dengan kasus Robig Zaenudin adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Polri.

    SIDANG DAKWAAN- Robig Zaenudin polisi penembak mati siswa SMK Negeri 4 Gamma Rizkynata Oktafandy, disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (8/4/2025). (Tribunjateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas)

    Menurut Andy, aturan kepolisian itu memang tidak bisa memuaskan publik.

    Untuk mengubah aturan itu, perlu ada langkah luar biasa dari pimpinan untuk mengubah aturan.

    “Ya jalan tengahnya soal gaji Robig bisa digantung (ditahan) dulu selama proses peradilan. Selepas dipecat baru bisa diberikan,” paparnya.

    Sementara terkait status  Robig yang masih menjadi polisi seharusnya memperberat hukumnya di pengadilan. Andy mengatakan, seharusnya hakim peka terhadap hal itu.

    “Posisi Robig sebagai anggota Polri semestinya menjadi pertimbangan bagi hakim di pengadilan untuk memperberat hukumannya bukan meringankannya,” bebernya.

    Hal yang sama diungkapkan oleh kelompok aktivis dari Aksi Kamisan Semarang.

    Koordinator aksi Kamisan Semarang, Fathul Munif mengatakan, Robig yang masih menjadi anggota Polri mencinderai hati masyarakat.

    Sebab, status Robig yang masih polri berarti masih digaji dari uang rakyat.

    “Uang rakyat dipakai untuk membayar pembunuh yang sepatutnya sudah dipecat dengan tidak hormat,” katanya.

    Munif menilai, Robig yang tak kunjung dipecat dari anggota Polri menunjukkan bahwa lembaga itu melindungi pembunuh.

    “Ketika institusi kepolisian masih melindungi pembunuh berarti insitusi itu sendiri menjadi pelaku pembunuhan,” ujarnya.

    Munif menyoroti pula soal Robig yang mengajukan eksepsi  yang berarti bantahan atau penolakan yang diajukan dalam proses hukum di Pengadilan. Menurutnya, sikap itu menunjukkan watak Robig yang mempunyai urat malu.

    “Tindakan Robig itu menunjukkan aparat kepolisian yang tidak berintegritas dan tidak punya malu sudah terbukti bersalah tapi mengajukan banding,” terangnya.

    Tak hanya kasus Robig, institusi Polri dalam hal ini Polda Jateng juga terungkap banyak kasus yang melibatkan anggotanya.

    Kasus-kasus itu meliputi  dua polisi pemeras Aiptu Kusno (46) anggota Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang dan Aipda Roy Legowo (38) anggota Samapta Polsek Tembalang pada akhir Januari 2025.

    Kemudian kasus enam polisi yang melakukan intervensi pada band Sukatani.

    Tak hanya band Sukatani yang mendapatkan intervensi polisi, Kusyanto pencari bekicot asal Grobogan mendapatkan intimidasi dan kekerasan oleh Aipda IR.

    Brigadir AK dilaporkan mantan kekasihnya DJP karena diduga membunuh bayi dari hasil hubungan mereka.

    Terbaru, pengawal pribadi Kapolri Ipda Endri Purwa Sefa melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

    Menyikapi banyak kasus polisi yang  terlibat kejahatan, Munif menyebut sudah seharusnya reformasi polri.

    “kami mendesak negara melakukan reformasi kepolisian,” imbuh Munif.

    Diberitakan sebelumnya, Aipda Robig Zaenudin tersangka penembakan tiga pelajar Semarang dengan korban meninggal dunia Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO) ternyata masih menerima gaji bulanan dari Polri.

    Robig masih menerima gaji lantaran dia masih berstatus anggota Polri.

    “Iya betul, dia masih anggota Polri dan masih terima gaji sebesar 75 persen dari gaji pokok,” terang Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, di Mapolda Jateng Kota Semarang,
    Kamis (10/4/2025).

    Selain gaji dikurangi, kata Artanto, Robig juga tidak mendapatkan hak remunerasi atau tunjangan serta bonus.

    Robig juga tidak berhak naik pangkat selama kasus itu berjalan. “Selama kasus berjalan Robig juga wajib ditahan,” katanya.

    Robig baru akan mengikuti sidang banding kode etik  profesi polri selepas sidang pidana pembunuhan nya berkekuatan hukum tetap (inkrah) atau pengadilan sudah memutuskan.

    “Ya Robig kan sedang mengikuti peradilan umum kita monitor dulu selepas sidang slesai atau inkrah baru kita lakukan sidang banding etik Aipda Robig,” sambung Artanto.

    Dia beralasan sidang banding baru dilakukan selepas keputusan sidang pengadilan karena hasil sidang pidana dianggap akan menguatkan sidang etik. “Putusan inkrah dari pengadilan diharap menguatkan sidang banding kode etik dari Aipda Robig,” jelasnya.

    Sebagaimana diberitakan, Aipda Robig Zaenudin anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang yang membunuh Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) dengan cara ditembak menggunakan senjata api.

    Peristiwa ini terjadi di Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024).

    Kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang untuk proses persidangan. (Iwn)

  • Polisi Dapatkan Kurir tapi Pengirim Belum Jelas

    Polisi Dapatkan Kurir tapi Pengirim Belum Jelas

    Pengusutan teror kepala babi yang ditujukan pada redaksi Tempo bergerak satu langkah. Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berhasil menemukan kurir pembawa paket yang merupakan sopir ojek online (ojol) dan telah memeriksanya sebagai saksi.

    “Hari ini, salah satu saksi, yaitu sopir Gojek yang mengirim (paket berisi kepala babi), sedang kami periksa,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 10 April 2025.

    Pada 19 Maret 2025, Francisca Christy Rosana atau Cica, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco, menerima kiriman paket berisi kepala babi yang dipotong kedua telinganya.

    Menurut Brigjen Djuhandhani, pemeriksaan driver ojol ini merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan. Namun, polisi belum bisa menemukan siapa pengirim paket itu.

    “Sopir Gojek-nya sudah kami periksa. Ternyata ini semacam terputus karena sopir tersebut mendapat kiriman dari sopir ojol Grab,” katanya seperti dikutip Antara.

    Terkait asal objek teror tersebut, Djuhandhani belum bisa membeberkan lantaran masih dalam tahapan pemeriksaan saksi.

    “Lagi diperiksa. Nanti kalau lebih jelas baru kami sampaikan,” ucapnya.

    Ia memastikan bahwa penyidik terus menyelidiki dengan memeriksa titik-titik CCTV serta memeriksa saksi-saksi.

    Saat ini, kata dia, penyidik telah memeriksa delapan orang saksi.

    Proses pemeriksaan saksi ini sempat terhenti lantaran penyidik ikut serta dalam proses pengamanan Lebaran. Namun, usai arus balik Lebaran, penyidik kembali melanjutkan pemeriksaan, salah satunya dengan memeriksa sopir ojol tersebut pada hari ini.

    “Semoga ini juga bisa membuka tabir permasalahan ini. Sampai saat ini, masih proses penyelidikan dan kami terus melaksanakan upaya penyelidikan untuk mengungkap kasus ini,” ucapnya.

    Brigjen Djuhandhani mengatakan bahwa penyidik dalam kasus ini mendalami dugaan tindak pidana ancaman kekerasan dan/atau menghalang-halangi kerja jurnalistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 KUHP dan/atau Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Selain kepala babi, Redaksi Tempo juga menerima teror dalam bentuk enam ekor tikus got yang sudah dipotong kepalanya. Bangkai itu dimasukkan dalam kardus dibungkus kertas kado, yang dilemparkan dari gang samping Kantor Tempo pada 22 Maret 2025. Bungkusan ini ditemukan seorang sekuriti sekitar pukul 8 WIB.

    Teror Pertama dengan Makhluk Hidup

    Teror kepala babi dan bangkai tikus yang diterima redaksi Tempo bulan lalu terus mendapat sorotan publik. Menurut Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat, dari serangkaian teror yang pernah diterima Tempo sejak berdiri 54 tahun lalu, untuk pertama kalinya, redaksi Tempo mendapatkan teror dengan memakai hewan sebagai perantara pesan.

    “Sebelum-sebelumnya teror memakai serangan digital, penyadapan, intersepsi Pegasus, penggerudukan oleh massa, bahkan bom,” kata Bagja Hidayat, pada Jumat, 28 Maret 2025.

    Bagja mengatakan, teror ini sebagai tindakan pengecut dan tak bermoral. “Ada orang yang coba menakuti orang lain dengan membunuh makhluk hidup,” katanya.

    Kendati kebebasan pers dan keselamatan jurnalis sudah dibeleidkan, nyatanya kesadaran sejumlah pihak akan hal itu masih minim. Ini terbukti dari banyaknya serangan-serangan yang dialami Tempo dalam kurun tiga tahun terakhir.

    Berikut kronologi rentetan serangan teror kepada Tempo:

    – Juli 2022:

    Ketika kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang didalangi eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sedang naik, kediaman jurnalis Tempo Riky Ferdianto didatangi oleh orang-orang yang tidak dikenal dan memfoto rumah serta daerah sekitarnya

    – 31 Oktober 2023:

    Wakil Pemimpin Redaksi atau Wapemred Tempo Bagja Hidayat mendapat notifikasi dari Apple bahwa email dan ID-nya kemungkinan terkena serangan diduga Pegasus. Notifikasi email ini terjadi dua hari setelah Tempo menerbitkan laporan utama “Timang-timang Dinastiku Sayang”.

    Laporan itu tentang keluarga Joko Widodo atau Jokowi yang memajukan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Bagja baru mengganti telepon seluler setelah mendapat notifikasi susulan pada 2 November 2023.

    – Februari 2024:

    Ada orang tidak dikenal yang memfoto-foto daerah rumah Cica, barang bukti berupa kesaksian orang-orang sekitar.

    – 22 Juli 2024:

    Penyebaran surat audiensi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, terjadi doksing nomor WhattsApp, email kantor, email pribadi dari Tim Iklan oleh akun buzzer, dikaitkan dengan narasi “Tempo Has Fallen”.

    – 6 Agustus 2024:

    Pengrusakan pertama mobil jurnalis Tempo sekaligus host Bocor Alus Politik Tempo, Hussein Abri Dongoran, oleh orang tidak dikenal di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan—di belakang Markas Besar Kepolisian RI. Sudah dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan dengan barang bukti foto. Belum ada update sejak pemanggilan pelapor pada 12 Agustus 2024.

    – 3 September 2025:

    Pengrusakan kedua mobil Hussein oleh dua orang tidak dikenal di Pos Polisi Kukusan. Sudah dibuatkan laporan di Polda Metro Jaya dengan memberikan barang bukti dashcam dan CCTV daerah sekitar. Belum ada update lagi hingga saat ini.

    – Januari 2025 sampai sekarang:

    Serangan massif akun-akun anonim di media sosial sejak Januari hingga sekarang dengan menyebarkan narasi bahwa Tempo adalah antek asing, kaki tangan George Soros karena Tempo didanai Media Development Investment Fund (MDIF), hingga dituding sebagai agen Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA).

    – 19 Maret 2025:

    Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Media (KMPSM) melakukan demonstrasi di depan gedung Dewan Pers dan kantor Meta, meminta agar Dewan Pers memanggil Tempountuk diperiksa karena terafiliasi sebagai agen asing George Soros, dan meminta Meta agar memblokir platform Instagram Bocor Alus dan Tempo

    – 19 Maret 2025:

    Pengiriman paket kepala Babi ke kantor Tempo. Mulanya paket itu diterima oleh sekuriti gedung pada Rabu sore. Namun Cica baru mengambil dan membuka paket berbungkus stirofian itu pada keesokan harinya, Kamis, 20 Maret 2025, sepulang dari liputan bersama Hussein.

    Setelah stirofoam dibuka, terpampang jelas kepala babi dengan kedua telinga yang terpotong. Kepala babi tersebut masih mengeluarkan darah. “Sudah tercium bau busuk ketika kardus dibuka,” kata dia.

    Teror ini sudah dibuatkan laporan ke Bareskrim Mabes dengan barang bukti CCTV lengkap, kepala babi yang sudah dijaga kondisinya

    – 20 Maret 2025:

    Terjadi hacking nomor orang tua Cica. Orang tidak dikenal ini menelepon keponakan Cica. Saat keponakan Cica bertanya siapa dia, orang yang dicurigai laki-laki menjawab “Kalau mau tau siapa saya, ketemu saja di luar.”

    – 22 Maret 2025:

    Tempo kembali mendapat teror kiriman paket. Kali ini berisi 6 tikus yang dipenggal, tanpa penyebutan tujuan untuk siapa.

    – 20 Maret 2025 hingga sekarang:

    Akun @derrynoah di instagram melakukan doksing akun email Cica, dan ancaman penyerangan lanjutan di direct message Tempo.

    – 6 April 2025:

    Situs berita Tempo mendapatkan serangan siber berupa Distributed Denial of Service (DDoS) setelah menerbitkan laporan berjudul “Tentakel Judi Kamboja”. Serangan terjadi sejak Ahad siang, 6 April 2025. “Beberapa jam setelah artikel judi online terbit. Sampai hari ini sudah lebih dari 700 juta request DDoS,” kata Bagja, pada Rabu, 9 April 2025.

  • Pemberantasan Korupsi Bak Sandiwara, Sudah Waktunya Indonesia Hukum Berat Koruptor – Halaman all

    Pemberantasan Korupsi Bak Sandiwara, Sudah Waktunya Indonesia Hukum Berat Koruptor – Halaman all

    Pieter C Zulkifli
    Pengamat Hukum dan Politik, mantan Ketua Komisi III DPR RI

    TRIBUNNEWS.COM – Pemberantasan korupsi di Indonesia disebut tak lebih dari sandiwara untuk menipu publik. Uang rakyat bahkan terus dijarah oleh para ‘penyamun’ berseragam.

    Praktik culas di Tanah Air bukan lagi sekadar penyakit, tetapi telah menjadi sistem yang dilanggengkan oleh para penegak hukum itu sendiri.

    Sebab, bagaimana mungkin rakyat diminta percaya pada institusi penegak hukum, baik Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Mahkamah Agung (MA), ketika pejabat puncaknya justru meloloskan koruptor dengan kerugian negara triliunan rupiah.

    Dan masih banyak kasus-kasus besar lainnya kemudian menguap dan hilang tanpa bekas.

    Para elite bersandiwara dengan seolah-olah berjuang untuk rakyat. Padahal, justru menjadi aktor besar lalu merampok dan menjarah uang negara.

    Korupsi di Indonesia telah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Ironi terbesar terjadi ketika mereka yang seharusnya memberantas korupsi justru terjerat dalam pusaran korupsi itu sendiri. Meski terasa getir, namun fenomena memberantas sambil korupsi bukan lagi kasus yang mengejutkan.

    KPK yang dulu dianggap sebagai benteng terakhir pemberantasan praktik rasuah, kini mengalami kemunduran besar. Salah satu bukti nyatanya ialah, mantan ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat dalam skandal korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus ini menunjukkan bahwa KPK sudah tidak lagi steril dari praktik korupsi yang selama ini mereka perangi.

    Tak hanya KPK, Polri pun tercoreng oleh berbagai skandal. Misalnya, kasus Ferdy Sambo yang membunuh ajudannya sendiri demi menutupi kejahatan yang lebih besar. Serta Irjen Teddy Minahasa yang seharusnya memberantas narkoba, tetapi justru terlibat dalam jual beli barang haram, semakin memperjelas betapa bobroknya sistem penegakan hukum di negeri ini.

    Sementara itu, lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan malah menjadi sarang mafia hukum. Baru-baru ini, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap karena menerima suap untuk memberikan vonis bebas bagi Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera.

    Penyidik bahkan menemukan uang suap sebesar Rp20 miliar yang tersebar di enam lokasi berbeda. Kasus ini semakin menegaskan bahwa hukum di Indonesia bukan lagi soal keadilan, tetapi soal rendahnya moral dan siapa yang memiliki modal banyak dapat mempengaruhi berbagai kebijakan.

    Yang lebih mengejutkan lagi, uang dalam jumlah besar bisa membeli jabatan dan kekuasaan. Ketika keadilan dapat diperjualbelikan, maka rakyat kecil hanya bisa pasrah memikul berbagai macam penderitaan dengan kenyataan bahwa selama ini hukum memang tidak pernah berpihak kepada mereka.

    Di samping dari itu, korupsi yang melibatkan hampir semua institusi penting di negeri ini membuktikan bahwa Indonesia kini dikuasai oleh para penyamun yang menjarah uang rakyat tanpa rasa malu.

    Korupsi di kalangan elite politik dan penegak hukum tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.

    Rendahnya moral dan buruknya sistem menjadi faktor utama mengapa korupsi terus mengakar. Hingga kini, belum ada komitmen serius dari pimpinan partai politik untuk menciptakan sistem yang kuat dan bersih dari korupsi.

    Bahkan, dari tahun ke tahun, data menunjukkan tren peningkatan kasus korupsi yang melibatkan elite partai politik dan aparat penegak hukum.

    Meski telah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan korupsi, namun implementasi payung hukum tersebut justru masih lemah. Ambiguitas regulasi, rendahnya sanksi hukum, serta kurangnya transparansi dalam pengawasan internal menjadi kendala utama dalam upaya menciptakan sistem hukum yang bersih.

    Tak hanya itu, dari rezim ke rezim badai korupsi terus menghantam berbagai lembaga negara dan BUMN. Kasus-kasus seperti dugaan rekening gendut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp349 triliun yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD.

    Lalu, skandal Asabri, Jiwasraya, Bumiputera, PLN, PT Timah, emas palsu Antam 109 ton, Pertamina, penjarahan yang mengakibatkan kerusakan hutan, kegiatan pertambangan ilegal menjadi bukti nyata betapa parahnya korupsi di negeri ini.

    Pertanyaannya, apakah penegak hukum benar-benar serius menangkap, menghukum, dan merampas harta para pelaku kejahatan korupsi untuk dikembalikan kepada negara? Ataukah semua ini hanya drama yang dimainkan untuk sekadar menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih berjalan?.

    Syarat menjadi negara maju bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, tetapi juga tentang kepastian hukum, kualitas sumber daya manusia, kejujuran, serta profesionalisme dalam mengelola lembaga negara. Sayangnya, Indonesia masih terjebak dalam berbagai macam opini dan terminologi ‘middle income trap’ akibat korupsi yang merajalela.

    Untuk itu, ada empat catatan agar Indonesia keluar dari belenggu tersebut, yakni investasi dalam sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur yang efisien dan tidak membebani keuangan negara.

    Lalu, transformasi ekonomi melalui kebijakan hilirisasi. Terakhir, membangun institusi dengan tata kelola yang bersih dan transparan.

    Namun, semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas.

    Reformasi politik, hukum, dan anggaran negara harus menjadi agenda utama dalam membangun Indonesia yang lebih bermartabat. Di tengah kompleksitas geopolitik dunia, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani membuat gebrakan besar dalam pemberantasan korupsi.

    Hukuman bagi para koruptor selama ini masih terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Sehingga, sudah saatnya Indonesia meniru negara-negara yang menerapkan hukuman paling keras bagi koruptor.

    Antara lain Tiongkok yang menghukum mati koruptor dengan skala besar. Ada juga, Arab Saudi yang menjatuhkan hukuman berat bagi pejabat yang terbukti korupsi tanpa pandang bulu. Di Singapura, harta pelaku korupsi disita, keluarga mereka diperiksa, dan mereka dibuat miskin. Bahkan paspor, SIM, serta akses ke rekening bank mereka dicabut.

    Indonesia tidak akan pernah bebas dari korupsi jika terus dipimpin oleh orang-orang yang korup dan takut mengambil tindakan tegas. Kita membutuhkan pemimpin yang berani membersihkan negeri ini dari para penjarah uang rakyat, menindak tegas para pelaku korupsi, dan mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap hukum.

    Bila korupsi bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga menjadi persoalan moral, etika, dan kepemimpinan yang jujur. Jika rakyat ingin melihat perubahan nyata, maka sudah saatnya menuntut pemimpin yang bersih, berani, dan tidak kompromi dengan koruptor.

    Sebab, selama para pengkhianat rakyat masih bercokol di kursi kekuasaan, selama itu pula mimpi tentang Indonesia yang adil dan makmur akan tetap menjadi ilusi belaka.

  • Febri Diansyah Sempat Jadi Rival Ronny Talapessy di Kasus Ferdy Sambo, Kini Bersatu Bela Hasto – Halaman all

    Febri Diansyah Sempat Jadi Rival Ronny Talapessy di Kasus Ferdy Sambo, Kini Bersatu Bela Hasto – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah resmi bergabung dengan tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan korupsi dan perintangan penyidikan eks Politisi PDIP Harun Masiku.

    Dengan bergabungnya Febri ke tim hukum Hasto, maka ia akan bergabung juga dengan Ronny Talapessy.

    Padahal sebelumnya Febri dan Ronny merupakan rival dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

    Saat itu, Febri menjadi kuasa hukum pihak Eks Kabid Propam Polri Ferdy Sambo yang kini telah menjadi terpidana dalam kasus tersebut..

    Sementara itu Ronny merupakan kuasa hukum dari Bharada E atau Richard Eliezer yang merupakan justice collaborator dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

    Menanggapi hal ini, Febri menegaskan dirinya dan Ronny sama-sama berprofesi sebagai advokat.

    Untuk itu mereka akan bekerja secara profesional dalam menangani suatu kasus hukum.

    Febri menyebut, advokat tak bisa diidentikan dengan salah satu sosok klien.

    Sehingga tak menutup kemungkinan advokat yang sebelumnya menjadi rival, bisa bersatu dalam tim hukum yang sama dalam menangani kasus lainnya.

    Selama membela klien, Febri juga menekankan sikap profesional advokat dalam melihat fakta hukum.

    “Saya advokat, Bang Arman Hanis advokat, Bang Ronny Talapessy juga advokat. Mungkin ini bisa jadi proses pembelajaran bersama. Bahwa advokat itu bekerja secara profesional dan ada satu prinsip dasar dalam dunia advokat.”

    “Advokat itu tidak bisa diidentikan dengan klien. Bahwa ada perbedaan pendapat saat menangani kasus yang lain, kami tetap profesional untuk melihat fakta-fakta hukum yang ada,” kata Febri dilansir Kompas TV, Kamis (13/3/2025).

    Lebih lanjut Febri menuturkan, kini ia bersama Ronny akan fokus pada aspek hukum dalam kasus Hasto Kristiyanto secara profesional.

    Febri menilai bersatunya dirinya dengan Ronny dalam membela Hasto ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak.

    Bahwa seorang advokat akan bekerja dan menjalankan tugasnya secara profesional.

    “Dan sekarang kami bersama Bang Ronny Talapessy dalam satu tim hukum, tentu saja kami akan fokus pada aspek hukumnya secara profesional.”

    “Jadi ini juga pembelajaran bagi kita semua, bagi teman-teman kami juga di kalangan advokat tidak bisa diidentikan dengan klien, itu tertulis jelas di kode etik advokat, di undang-undang advokat juga ada jaminan tersebut. Dan juga advokat menjalankan tugasnya secara profesional,” tegas Febri.

    Alasan Bela Hasto Kristiyanto Hadapi KPK

    Adkovat Febri Diansyah mengungkap alasan dirinya membela Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada sidang menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Ketika ditanya soal alasannya bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun sempat menyebut nama Todung Mulya Lubis.

    Todung Mulya Lubis tidak lain adalah koordinator tim hukum Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.

    “Katakanlah Bang Todung tokoh antikorupsi dan menangani kasus korupsi karena melihat begitu banyak persoalan dari aspek hukum dalam proses penanganan perkara ini dan juga dari substansinya,” kata Febri, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).

    “Kalau terkait kami masuk ke tim hukum, proses persidangan perkara pokok ini tentu sebelumnya sudah ada diskusi dan kami mempelajari terlebih dahulu,” imbuhnya.

    Sebelum memutuskan bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun mengaku sudah mempelajari dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

    Berdasarkan kasus yang dipelajarinya, pria yang pernah menjadi Juru Bicara KPK itu menilai jika Hasto tidak berperan dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.

    “Di putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk tiga orang terdakwa tersebut sebetulnya sangat jelas tidak ada peran Pak Hasto, yang kemudian yang bisa membuat pak Hasto dijerat sebagai pemberi suap,” ungkap Febri.

    Dalam kesempatan yang sama, Todung Mulya Lubis, mengatakan jika Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik (tapol).

    Todung meminta KPK untuk menjaga marwahnya serta menghormati hukum dan hak asasi manusia (HAM) secara sungguh-sungguh.

    Dia juga mengingatkan lembaga antirasuah tersebut tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas nama pemberantasan korupsi.

    “Oleh Karena itulah, kami dari tim penasihat hukum dan keluarga besar PDIP dengan tekad yang yakin menyimpulkan perkara ini adalah kasus politik dan Hasto Kristiyanto adalah korban tahanan politik,” kata Todung.

    “Yang tadi saya sebutkan dipersekusi dan diadili dengan malicious intention,” ujarnya.

    Todung pun berharap majelis hakim yang akan mengadili bisa memutuskan perkara ini dengan prinsip keadilan.

    “Sebab, buat saya kasus ini tidak semata-mata menyangkut Hasto Kristiyanto kasus ini taruhannya adalah integritas hukum, keadilan dan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia,” tegas Todung.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Alfarizy Ajie Fadhillah)

    Baca berita lainnya terkait Hasto Kristiyanto dan Kasusnya.

  • Dua Pengacara yang Sempat Berlawanan di Kasus Sambo Kini Bersatu Bela Hasto Kristiyanto Hadapi KPK – Halaman all

    Dua Pengacara yang Sempat Berlawanan di Kasus Sambo Kini Bersatu Bela Hasto Kristiyanto Hadapi KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto akan menjalani sidang pembacaan dakwaan terkait kasus dugaan korupsi dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat 14 Maret 2025.

    Yang menarik, dua pengacara yang sempat berlawanan pada kasus Ferdy Sambo akan bahu membahu membela Hasto untuk menghadapi KPK.

    Mereka adalah Febri Diansyah dan Ronny Talapessy. Saat itu Febri adalah pengacara dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. 

    Sementara, Ronny berada di kubu lain dengan menjadi pengacara Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.

    Febri Diansyah resmi menjadi satu dari 17 nama pengacara yang tergabung dalam tim hukum Hasto Kristiyanto.

    Ketika ditanya soal alasannya bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun sempat menyebut nama Todung Mulya Lubis.

    Todung Mulya Lubis sendiri tidak lain adalah koordinator tim hukum Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.

    “Katakanlah Bang Todung tokoh antikorupsi dan menangani kasus korupsi karena melihat begitu banyak persoalan dari aspek hukum dalam proses penanganan perkara ini dan juga dari substansinya,” kata Febri, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).

    “Kalau terkait kami masuk ke tim hukum, proses persidangan perkara pokok ini tentu sebelumnya sudah ada diskusi dan kami mempelajari terlebih dahulu,” imbuhnya.

    Sebelum memutuskan bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun mengaku sudah mempelajari dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

    Berdasarkan kasus yang dipelajarinya, pria yang pernah menjadi Juru Bicara KPK itu menilai jika Hasto tidak berperan dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.

    “Di putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk tiga orang terdakwa tersebut sebetulnya sangat jelas tidak ada peran Pak Hasto, yang kemudian yang bisa membuat pak Hasto dijerat sebagai pemberi suap,” ungkap Febri.

    Dalam kesempatan yang sama, Todung Mulya Lubis, mengatakan jika Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik (tapol).

    Todung meminta KPK untuk menjaga marwahnya serta menghormati hukum dan hak asasi manusia (HAM) secara sungguh-sungguh.

    Dia juga mengingatkan lembaga antirasuah tersebut tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas nama pemberantasan korupsi.

    “Oleh Karena itulah, kami dari tim penasihat hukum dan keluarga besar PDIP dengan tekad yang yakin menyimpulkan perkara ini adalah kasus politik dan Hasto Kristiyanto adalah korban tahanan politik,” kata Todung.

    “Yang tadi saya sebutkan dipersekusi dan diadili dengan malicious intention,” ujarnya.

    Todung pun berharap majelis hakim yang akan mengadili bisa memutuskan perkara ini dengan prinsip keadilan.

    “Sebab, buat saya kasus ini tidak semata-mata menyangkut Hasto Kristiyanto kasus ini taruhannya adalah integritas hukum, keadilan dan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia,” tegas Todung.

    KPK Kerahkan 12 Jaksa

    Pihak KPK menyatakan akan menurunkan kekuatan besar untuk menghadapi kasus Hasto ini di persidangan. 

    Sebanyak 12 jaksa penuntut umum (JPU) akan terlibat dalam sidang yang akan digelar di ruang Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Para jaksa KPK itu di antaranya Surya Dharma Tanjung, Rio Frandy, Wawan Yunarwanto, dan Nur Haris Arhadi, yang akan memimpin jalannya persidangan.

    Sidang ini menjadi sorotan besar karena berpotensi membuka tabir lebih dalam mengenai politik praktis di Indonesia, terutama terkait dengan pengurusan PAW yang kontroversial.

    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menetapkan jadwal sidang perdana pembacaan dakwaan bagi Hasto pada Jumat, 14 Maret 2025. 

    Terdapat dua perkara yang menjeratnya, yakni dugaan suap dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024 serta dugaan perintangan penyidikan.

    Dalam kasus suap PAW, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka. Namun, hingga kini, Donny belum ditahan oleh KPK.

    Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang lebih dahulu menjerat eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, serta mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

    Suap tersebut diduga diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama Donny, Harun Masiku, dan Saeful Bahri diduga berperan dalam pemberian uang Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan melalui perantara Agustiani Tio Fridelina.

    Selain perkara suap, Hasto juga didakwa melakukan upaya perintangan penyidikan. Dia disebut-sebut mengumpulkan sejumlah saksi yang berkaitan dengan Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya kepada penyidik.

    Bahkan, dalam operasi tangkap tangan terhadap Harun Masiku, Hasto disebut memerintahkan seorang penjaga rumah bernama Nur Hasan untuk menghubungi Harun dan menyarankan agar merendam ponselnya dalam air serta segera melarikan diri.

     

  • Lawan di Kasus Sambo, Kawan di Perkara Hasto

    Lawan di Kasus Sambo, Kawan di Perkara Hasto

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah kembali bertemu Ronny Talapessy dalam waktu dan keadaan yang berbeda. Keduanya sempat menjadi lawan dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 2022 lalu.

    Febri Diansyah duduk sebagai salah satu pengacara Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandrawati. Sedangkan Ronny membela ajudan Sambo yang juga menjadi terdakwa, yakni Richard Eliezer alias Bharada E.

    Kini keduanya menjadi kawan untuk bersama-sama mendampingi Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto melawan KPK dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.

    Febri mengatakan, pengacara bekerja secara profesional dan ada prinsip dasar yang menyebut bahwa advokat tidak bisa diidentikan dengan klien. Ia menegaskan meskipun ada perbedaan pendapat dalam menangani kasus sebelumnya, hal itu semata-mata untuk melihat fakta-fakta hukum.

    “Sekarang kami bersama Bang Ronny Talapesi dalam satu tim hukum, tentu saja kami akan fokus pada aspek hukumnya secara profesional,” kata Febri di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025.

    Tim pengacara Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy.

    Ia kembali menekankan bahwa prinsip dasar profesi advokat tercantum jelas dalam kode etik dan undang-undang advokat, yang menegaskan advokat tidak boleh diidentikkan dengan klien.

    “Tertulis jelas di kode etik advokat, di undang-undang advokat juga ada jaminan tersebut, dan juga advokat menjalankan fungsinya secara profesional,” ucap Febri.

    Febri Nilai Hasto Tak Terlibat di Kasus Harun Masiku

    Febri Diansyah termasuk dalam 17 pengacara yang mendampingi Hasto berhadapan dengan KPK dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2024. Ia sudah mempelajari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas terdakwa mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio Fridelina.

    Menurut Febri, di dalam putusan tiga terdakwa tersebut menunjukkan tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan Hasto. Ia menekankan bahwa uang suap yang diterima Wahyu Setiawan bersumber di kantong Harun Masiku, bukan dari Hasto. Fakta hukum ini yang menjadi alasan Febri memberikan pendampingan hukum kepada Hasto.

    “Jadi bisa dibayangkan kalau tiba-tiba pekara ada tersangka baru dan nanti ada perubahan lagi misalnya di proses persidangan. Lalu bagaimana dengan fakta sidang yang sudah ada sebelumnya,” ujar Febri.

    “Setelah kami pelajari itulah, kemudian kami cukup yakin bahwa kasus ini seharusnya diuji secara rinci dan secara detail dalam proses persidangan nanti,” ucapnya melanjutkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bela Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah Siap Hadapi KPK Sebagai Profesional – Page 3

    Bela Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah Siap Hadapi KPK Sebagai Profesional – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nama Febri Diansyah dikenal publik saat bertugas sebagai juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun selepas mengundurkan diri dari lembaga antirasuah tersebut, Febri beralih profesi sebagai advokat atau pengacara.

    Kasus besar yang kembali melambungkan namanya adalah saat menjadi tim pengacara mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Saat itu, Febri bertugas menjadi pengacara Putri Candrawati, istri Ferdy Sambo dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

    Kali ini Febri pun kembali menjadi sorotan. Sebagai mantan punggawa lembaga antikorupsi, dia didapuk menjadi bagian dari tim pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditahan KPK terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku.

    Saat dikonfirmasi, Febri menegaskan dirinya bukan sedang berupaya membela koruptor. Sebagai pengacara, pria 42 tahun itu mengaku hanya menjalankan tugas secara profesional.

    “Saya sebelum masuk KPK sejak 2012-2013 saya sudah disumpah sebagai advokat dan itulah profesi yang saya jalankan saat ini. Saya pamit dari KPK pada Oktober 2020 dan kemudian secara full menjadi advokat,” kata Febri di Kantor DPP PDIP Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Febri menjelaskan, advokat adalah pekerjaan profesional yang memiliki prinsip dasar, salah satunya tidak bisa diidentikan dengan klien tertentu. Termasuk dengan Ronny Tallapessy yang kala itu menjadi tim pengacara lawan dari Ferdy Sambo saat membela Richard Eliezer dalam kasus kematian Brigadir J.

    “Kami tetap profesional untuk melihat fakta-fakta hukum yang ada dan sekarang kami bersama Bang Ronny dalam satu tim hukum (membela Hasto PDIP), tentu saja kami akan fokus pada aspek hukumnya secara profesional,” tegas dia.

    Karenanya, Febri mengajak agar publik melihat dengan objektif. Dengan catatan, dia bisa bekerja secara profesional sebagai pengacara.

    “Bahwa advokat tidak bisa diidentikan dengan klien. Itu tertulis jelas ya di kode etik advokat, di Undang-Undang advokat juga ada jaminan tersebut dan advokat menjalankan fungsinya secara profesional,” tandas Febri.