Tersandung Korupsi Timah, Ini Sederet Kasus yang Menyeret Robert Bonosusatya

3 April 2024, 14:02

TEMPO.CO, Jakarta – Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa saksi berinisial RBS atau RBT dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. “RBS sedang kami periksa,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 1 April 2024, seperti dikutip dari Antara. Sebelumnya, Kejagung disomasi oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) agar menetapkan Robert Bonosusatya (RBS) alias RBS atau RBT sebagai tersangka dalam kasus yang juga menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim itu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan, Robert diduga meminta Harvey Moeis dan Helena Lim dalam memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus dana CSR (corporate social responsibility) agar dapat dinikmati secara legal. Selain itu, Robert disinyalir sebagai pihak yang mendirikan dan mendanai perusahaan-perusahaan yang menjadi alat korupsi dalam perkara itu. “RBS adalah terduga penikmat utama keuntungan dan pemilik sebenarnya dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah liar, sehingga RBS seharusnya dijerat dengan TPPU (tindak pidana pencucian uang) dan dirampas seluruh hartanya, guna mengembalikan kerugian negara dalam jumlah fantastis,” ujar Boyamin kepada Tempo, Senin, 1 April 2024. Sementara itu, menurut Kuntadi, pemeriksaan yang dilakukan pihaknya bukan atas desakan siapa pun, tetapi untuk kepentingan penyidikan.“Kami memeriksa seseorang tidak ada desakan dari siapa pun, tetapi semata-mata untuk kepentingan penyidikan,” ucapnya. Berdasarkan catatan Tempo, nama Robert Prinantio Bonosusatya lebih dahulu muncul ke hadapan publik dalam kasus “rekening gendut” eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Budi Gunawan pada 2015. Saat itu, dokumen hasil pemeriksaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menyebutkan transaksi ganjil sebesar Rp 57 miliar di rekening Budi. Dalam sejumlah berkas tertanggal Mei-Juni 2010 itu, Robert disebut berperan sebagai penjamin kredit yang disalurkan oleh Pacific Blue International Limited untuk putra Budi, Muhammad Herviano Widyatama. Herviano menerima aliran dana pinjaman sebesar Rp 57 miliar. Kepada tim polisi yang memeriksanya pada Rabu, 26 Mei 2010 lalu, Robert mengaku sebagai teman lama Budi. Tapi, dia tak menyebutkan asal-muasal mereka bertemu. Ketika berjumpa dengan Budi dan Herviano, Robert didampingi pemilik jaringan toko berlian Frank and Co sekaligus perusahaan tambang timah, PT Mitra Abadi Berkatindo, Lo Stefanus. Dalam perjumpaannya itu, Robert mengklaim mendiskusikan rencana pinjaman untuk kepentingan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang digagas Budi, Herviano, dan Stefanus. Dalam dokumen yang sama, Herviano menuturkan bahwa dirinya memang meminta Robert untuk membantu mencarikan pinjaman dana karena menghadapi keterbatasan modal dalam berbisnis. Sekian lama tak terendus publik, nama Robert kembali terseret dalam kasus korupsi Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kala itu, dia mengakui bahwa perusahaan miliknya, PT Jasuindo memenangkan tender proyek pengadaan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan surat izin mengemudi (SIM). Namun, kepada Tempo, dia mengungkapkan tidak mengingat waktu pastinya.“Tanya ke direktur saja,” ujar Robert saat itu. Iklan

Bukti keterlibatan Robert Bonosusatya dan PT Jasuindo dalam dugaan kasus korupsi Korlantas Polri diperkuat dengan adanya fasilitas bank penjamin, seperti yang tercantum dalam laporan keuangan PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan itu diteken langsung oleh Robert yang menjabat sebagai komisaris utama. Fasilitas bank garansi itu pun sudah diaktakan oleh seorang notaris di Surabaya, Jawa Timur, Isy Karimah Syakir. Mengacu pada akta perjanjian nomor CRO.SBY/0595/NCL/2013 akta nomor 2 tertanggal 1 Oktober 2013, fasilitas bank penjamin tersebut diberikan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk kepada PT Jasuindo dengan nilai pinjaman Rp 102 miliar terhitung sejak 1 Oktober 2013 sampai dengan 31 Maret 2014. “Tujuan penggunaan untuk jaminan uang muka (down payment atau DP), penyelenggaraan, pemeliharaan, dan jaminan lainnya untuk proyek BPKB dan STNK di Korlantas Polri,” bunyi laporan keuangan itu. Akan tetapi, kasus dugaan korupsi itu kemudian menguap begitu saja. KPK hanya mengusut proyek pengadaan simulator SIM yang memenjarakan mantan Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo. Sosok Robert kembali menjadi sorotan setelah namanya ikut disebut dalam kasus kematian Brigadir J atau alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa Robert sebagai pemilik jet pribadi yang ditumpangi Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan untuk menemui keluarga Brigadir Yosua di Jambi pada 11 Juli 2022. Saat itu, Hendra berniat untuk menjelaskan penyebab kematian Yosua yang ditembak bosnya, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo di rumah dinasnya di Jakarta. Sugeng menyebut penelusuran IPW menemukan Hendra menaiki jet pribadi dengan kode registrasi T7-JAB. Jet itu diketahui juga sering dipakai bos PT MMS Group Indonesia sekaligus eks narapidana kasus korupsi, Andrew Hidayat dan Direktur Utama (Dirut) PT Pakarti Putra Sang Fajar, Yoga Susilo dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali. Adapun Yoga sempat disebut dalam bagan konsorsium judi 303. “IPW mencium aroma amis keterlibatan RBT dan Yoga Susilo dalam perkara Sambo dan Konsorsium 303. Selain RBT, Direktur PT Pakarti Putra Sang Fajar Yoga Susilo muncul dalam susunan organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303,” kata Sugeng dalam keterangan tertulis, Senin, 19 September 2022. Robert pun membantah tudingan IPW tersebut, tetapi dia mengaku mengenal Brigjen Hendra Kurniawan.“Enggak bener, enggak bener itu, mana ada saya (punya) jet,” ucap Robert. MELYNDA DWI PUSPITA