9 Sistem Kebut Sehari Baleg DPR Merevisi UU Wantimpres, Sepakat Ubah Nomenklatur Jadi DPA Nasional

Sistem Kebut Sehari Baleg DPR Merevisi UU Wantimpres, Sepakat Ubah Nomenklatur Jadi DPA
Penulis
 
JAKARTA, KOMPAS.com
– Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (
Wantimpres
) diputuskan dibawa ke dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi usul inisiatif
DPR
RI.
Keputusan itu disepakati sembilan fraksi DPR dalam rapat pleno atau pengambilan keputusan yang digelar Badan Legislatif (Baleg) DPR RI pada Selasa (9/7/2024).
Menariknya, penyusunan Rancangan Undang (RUU) Wantimpres sampai kesepakatan membawanya ke rapat paripurna dilakukan
Baleg DPR
RI dalam waktu satu hari.
Berdasarkan agenda DPR yang diterima
Kompas.com
, Baleg menggelar rapat panitia kerja (Panja) penyusunan RUU Wantimpres pada pukul 13.00 WIB.
Kemudian, pada pukul 15.00 WIB, Baleg menggelar rapat dengan agenda pengambilan keputusan atas hasil penyusunan RUU Wantimpres.
Padahal, dilansir dari laman resmi DPR RI,
revisi UU Wantimpres
tidak masuk dalam program legislasi nasional prioritas (Prolegnas) 2020-2024.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengungkapkan, ada beberapa poin perubahan dalam draf RUU Wantimpres.
Pertama, nomenklatur Wantimpres disepakati diubah menjadi
Dewan Pertimbangan Agung
(DPA).
Namun, Supratman memastikan bahwa tidak ada perubahan fungsi dari Wantimpres ke DPA.
“Darimana berasal, ya itu dari aspirasi keinginan dari semua fraksi tadi menyetujui seperti itu, tetapi fungsinya sama sekali tidak berubah,” ujar Supratman saat ditemui.
Sebagaimana diketahui, DPA yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbagan kepada Presiden, dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003 pada tanggal 31 Juli 2003. Setelah amendemen keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Penghapusan DPA saat itu dilakukan sebagai buntut dari berubahnya sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer.
Namun, keberadaan DPA akhirnya digantikan oleh dewan pertimbangan yang ditempatkan melekat di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dewan pertimbangan itu adalah Wantimpres.
Dengan kata lain, tidak sejajar dengan presiden sebagaimana terjadi pada masa DPA.
Perubahan kedua terkait jumlah keanggotaan. Dalam
UU Wantimpres
diatur jumlah anggota mencapai delapan orang.
Menurut Supratman, dalam draf RUU Wantimpres, jumlah anggota DPA bakal disesuaikan dengan keputusan presiden terpilih. Hal itu guna mendapatkan orang-orang terbaik sebagai pemberi pertimbangan kepada presiden kelak.
“(Perubahan) Yang kedua, juga menyangkut soal jumlah keanggotaan. Kalau di UU lama, anggota Wantimpres itu kan cuma delapan. Sekarang diserahkan kepada presiden disesuaikan dengan kebutuhannya untuk bisa mendapatkan orang-orang terbaik yang bisa memberikan pertimbangan terbaik kepada presiden berikutnya,” ujar Supratman.
Politikus Partai Gerindra ini kemudian menjelaskan bahwa perubahan ketiga menyangkut soal syarat-syarat untuk menjadi anggota DPA.
Supratman mengatakan, revisi UU Wantimpres tersebut menyangkut soal kelembagaan.
Menurut dia, mereka yang akan menduduki posisi DPA pun tetap berstatus pejabat negara sebagaimana anggota Wantimpres.
Sebagaimana diketahui, Wantimpres diatur berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Untuk diketahui, DPA dahulu adalah lembaga negara yang berkedudukan di bawah MPR tetapi sederjarat dengan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Lebih lanjut, Supratman Andi Agtas membantah asumsi jika revisi UU Wantimpres dilakukan karena dorongan atau kepentingan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto.
Asumsi tersebut muncul karena revisi UU Wantimpres dilakukan dalam waktu sehari. Lalu, ada preseden revisi UU Kementerian Negara yang juga terbilang tiba-tiba, cepat, dan hanya fokus pada perubahan aturan terkait jumlah kementerian.
“Enggak lah, enggak ada (dorongan Prabowo),” kata Supratman.
“Justru kan nanti akan diawasi (kerja DPA), kan kalau fungsi pengawasan ada di DPR,” ujarnya lagi menegaskan.
Terkait tidak ada batasan jumlah anggota DPA nantinya, Supratman berdalih bahwa DPR enggan membatasi ruang gerak presiden menentukan sosok-sosok terbaik untuk mengisi posisi DPA.
Bahkan, dia menyebut bahwa DPR tidak mempermasalahkan jika jumlah anggota DPA nanti semakin banyak.
“Semakin banyak orang berkontribusi untuk pembangunan ini yang memiliki kapasitas semakin baik. Tidak ada yang salah,” katanya.
Supratman lantas mengungkit sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah presidensial. Oleh karenanya, DPR membebaskan jumlah anggota DPA sudah sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial.
“Nah sekarang kalau dulu awal awal reformasi, itu kan parlemen heavy, semuanya parlemen harus ini, padahal sistem kita adalah sistem presidensial,” ujarnya.
“Harusnya di presiden yang menjadi pusat segala sesuatunya sehingga lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban terkait pelaksanaan program pembangunan,” kata Supratman melanjutkan.
Namun, revisi UU Wantimpres ini tidak bisa dilepaskan dari wacana pembentukan
presidential club
yang pernah digagas oleh Presiden RI terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto.
Ide
presidential club
pertama kali diungkapkan oleh Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dia menyebut,
presidential club
sebagai wadah berkumpulnya presiden dan mantan presiden untuk duduk bersama membahas persoalan bangsa.
Merespons ide itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengatakan, DPA dapat dihidupkan kembali untuk mengakomodasi pembentukan
presidential club
tersebut.
Menurut pria yang karib disapa Bamsoet tersebut, DPA nantinya dapat diisi oleh para mantan presiden dan wakil presiden sebagaimana keinginan Prabowo mewadahi para mantan presiden ke dalam satu forum.
“Malah kalau bisa mau diformalkan, kita pernah punya lembaga Dewan Pertimbangan Agung, yang bisa diisi oleh mantan-mantan presiden maupun wakil presiden. Kalau mau diformalkan, kalau Pak Prabowo-nya setuju,” kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada 7 Mei 2024.
Namun, Bamsoet mengatakan, untuk mengaktifkan kembali DPA yang eksis pada era Presiden Soekarno dan Soeharto perlu ada amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Pasalnya, DPA telah dibubarkan di era Reformasi melalui
amendemen UUD 1945
dan fungsi lembaga ini digantikan oleh Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres.
“Kalau mau diformalkan lagi, kalau mau bagaimana begitu, boleh saja, tergantung Pak Prabowo, tapi ini tentu saja harus melalui amendemen kelima,” ujar Bamsoet.
 
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.