Pemerintah Blokir Anggaran demi Bansos dan IKN, Ekonom: Di Luar Kebiasaan

7 February 2024, 21:14

TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom senior Tauhid Ahmad mengatakan pemblokiran anggaran lewat mekanisme auotmatic adjustment oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tahun ini di luar kebiasaan. Menurut Tauhid, pemerintah tidak mempunyai kebutuhan mendesak untuk mengubah postur anggaran di awal tahun. Perubahan anggaran biasanya baru diberlakukan kalau terjadi perubahan asumsi makro sebesar 10 persen.”Nah itu terjadi setelah satu atau dua kuartal. Yang kedua ada kebutuhan mendesak,” tutur Tauhid kepada Tempo, pada Rabu, 7 Februari 2024.Sebelumnya Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan kebijakan automatic adjustment dengan memblokir semua anggaran kementerian dan lembaga sebesar lima persen pada tahun 2024. Total anggaran yang dibekukan mencapai Rp 50,14 triliun. Kebijakan itu telah diumumkan kepada semua kementerian dan lembaga lewat surat bernomor S-1082/MK.02/2023 tanggal 29 Desember 2023, yang salinannnya diperoleh Tempo. Dalam surat tersebut, Sri Mulyani Indrawati  mengatakan pemblokiran atas arahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Semua program anggarannya mesti diblokir karena mempertimbangkan kondisi geopolitik global. Semua program yang bukan prioritas harus ditunda kecuali bantuan sosial, proyek Ibu Kota Negara (IKN), dan beberapa program lain. Terkait dengan pemblokiran anggaran sebesar lima persen pada masing-masing kementerian dan lembaga, Tauhid menilai bahwa kebijakan ini di luar kebiasaan. Terutama karena tidak ada urgensi tambahan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). Sebab program bansos reguler sudah disediakan pemerintah. “Kalau bansos yang normal itu memang sudah ada ya, program Program Keluarga Harapan (PKH), kemudian PBI JKN (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional), dan lain-lain,” tutur Tauhid.Menurut Tauhid, dampak dari pemblokiran anggaran sebesar lima persen terasa signifikan, terutama bagi kegiatan-kegiatan Kementerian/Lembaga, khususnya yang berskala kecil.Iklan

“Tata kelolanya menjadi tidak prudent (bijaksana), implikasinya apa? Ya program-program rutin Kementerian/Lembaga yang sudah direncanakan harus rearrangement (disusun kembali) anggarannya,” imbuhnya.Ekonom senior sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai bahwa penyaluran bansos yang dilakukan oleh pemerintah, yang menjadi pemicu kebijakan automatic adjustment, sebagai langkah yang “ugal-ugalan”. Menurut Piter, keadaan saat ini tidak bisa disamakan dengan masa pandemi yang butuh tambahan bansos. Piter juga menyebutkan jika pemerintah sendiri telah mengklaim pertumbuhan perekonomian Indonesia sudah membaik.“Sehingga tidak ada alasan untuk menggeber penyaluran bansos secara luar biasa begini, menyamai pada periode pandemi. Maka dari itu kita sebut sebagai penyaluran bansos yang ugal-ugalan,” Piter menegaskan.Penerapan automatic adjustment untuk memberi ruang anggaran buat bansos turut dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan jika pemblokiran anggaran sebesar Rp 50,14 triliun digunakan untuk mendukung program bansos, terutama Bantuan Langsung Tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan dan subsidi pupuk. Presiden Jokowi jorjora menggelontorkan bansos ini di tengah kritik yang menyebut bansos telah dipolitisasi untuk mememangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi. ADINDA JASMINE PRASETYOPilihan Editor: Rektor Paramadina Kritik Jokowi: Sudah Seperti Zaman Pak Harto, Presiden seperti Raja

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi