Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja

    Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 17 Juli 2025 – 14:56 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) telah terealisasi sebesar Rp6,88 triliun yang diterima oleh 11,4 juta pekerja dalam periode 23 Juni hingga 1 Juli 2025.

    “Ini merupakan bentuk dukungan negara hadir di tengah berbagai tantangan ekonomi yang kita hadapi. Bukan hanya untuk menjaga daya beli, tetapi juga untuk menjaga semangat para pekerja agar tetap berkarya, karena para pekerja adalah pahlawan di balik kemajuan ekonomi kita,” kata Sri Mulyani dalam Instagram @smindrawati di Jakarta, Kamis.

    BSU merupakan salah satu dari lima stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

    Sri Mulyani berharap masyarakat dapat memanfaatkan stimulus itu dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa membangun ekonomi yang lebih berdaya saing dan berkelanjutan.

    Sebagai catatan, penyaluran BSU diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh.

    Dalam Permenaker 5/2025, pekerja/buruh yang mendapatkan BSU harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti seorang warga negara Indonesia dengan kepemilikan nomor induk kependudukan; peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025; dan menerima gaji/upah paling banyak sebesar Rp3,5 juta per bulan.

    Bagi pekerja/buruh yang bekerja di wilayah dengan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Rp3,5 juta, maka aturan upah yang berlaku adalah upah minimum dibulatkan ke atas.

    Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 Ayat 3 Permenaker 10/2022 yang tidak mengalami perubahan bunyi pada permenaker pembaruan.

    Adapun detail ambang batas upah minimum untuk persyaratan BSU 2025 telah diperbarui dalam Permenaker 5/2025.

    Selain itu, bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp300 ribu per bulan untuk dua bulan yang dibayarkan sekaligus, sehingga total yang diterima adalah sebesar Rp600 ribu.

    Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, penyaluran BSU telah mencapai setidaknya 85 persen dari total setidaknya 15 juta penerima. 

    Sumber : Antara

  • Pemerintah akan Tarik Pajak dari Media Sosial, Konten Kreator Jadi Sasaran

    Pemerintah akan Tarik Pajak dari Media Sosial, Konten Kreator Jadi Sasaran

    GELORA.CO –   Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi mengumumkan rencana untuk menarik pajak dari aktivitas ekonomi digital yang berlangsung di media sosial, mulai tahun 2026.

    Kebijakan ini menyasar pelaku usaha digital, khususnya kreator konten dan perusahaan asing penyedia layanan digital (OTT) seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan Netflix.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, bahwa pemerintah akan menggunakan media sosial sebagai sumber informasi perpajakan dan alat pemantauan aktivitas ekonomi digital.

    Langkah ini kata Sri Mulyani, merupakan bagian dari strategi memperluas basis penerimaan negara di tengah meningkatnya transaksi digital.

    “Kami akan mulai menyisir potensi pajak dari media sosial dan data digital untuk mendukung target penerimaan APBN 2026,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Siapa yang akan Kena Pajak?

    Kebijakan ini tidak menyasar pengguna biasa, melainkan:

    a. Kreator konten yang memperoleh penghasilan dari monetisasi platform digital.

    b. Influencer dan selebgram yang menerima bayaran dari endorsement.

    c. Perusahaan asing yang menyediakan layanan digital berbayar di Indonesia.

    Direktorat Jenderal Pajak akan memanfaatkan data terbuka dan teknologi digital untuk mendeteksi potensi pajak yang selama ini belum tergarap. Pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi pelengkap dan sistem pemantauan berbasis data.

    “Ekonomi digital berkembang pesat dan perlu dimasukkan ke dalam sistem perpajakan agar adil dan merata,” lanjut Sri Mulyani.

    Sosialisasi dan Persiapan

    Sebelum diberlakukan, pemerintah akan melakukan sosialisasi menyeluruh kepada pelaku industri kreatif dan digital. Kebijakan ini merupakan lanjutan dari reformasi perpajakan pasca disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang turut mencakup pengawasan atas transaksi lintas negara. 

  • Pemerintah Diminta Sederhanakan Cukai Rokok, Ini Tujuannya

    Pemerintah Diminta Sederhanakan Cukai Rokok, Ini Tujuannya

    Jakarta

    Pemerintah didorong untuk melakukan reformasi menyeluruh terhadap struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) guna menciptakan tata kelola fiskal yang lebih efisien dan adil. Struktur tarif yang saat ini berlapis-lapis dinilai tidak hanya menyulitkan pengawasan, tetapi juga membuka celah penghindaran pajak dan mengurangi efektivitas kebijakan pengendalian konsumsi.

    Saat ini, CHT masih menjadi penyumbang utama penerimaan cukai nasional dengan kontribusi sekitar 95%, yang hingga pertengahan 2025 telah tercatat sebesar Rp108,8 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti pentingnya menjaga momentum penerimaan negara, khususnya pada paruh kedua tahun ini.

    Langkah reformasi ini juga mendapat dukungan dari Kementerian PPN/Bappenas. Koordinator Perencanaan Fiskal, Moneter, dan Sektor Keuangan Bappenas, Ibnu Ahmadsyah, menyampaikan bahwa kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai dan kebijakan cukai tahun jamak (multi-year) telah menjadi bagian dari strategi fiskal nasional.

    “Simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau, serta perbaikan tata kelola cukai hasil tembakau untuk peningkatan kesehatan masyarakat dan pendapatan negara,” paparnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Ibnu menambahkan bahwa terdapat celah penghindaran pajak pada struktur tarif CHT saat ini, dan mendorong agar arah kebijakan cukai berfokus pada empat pilar utama, yakni pengendalian konsumsi, peningkatan penerimaan negara, perlindungan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal.

    “Restrukturisasi CHT berdasarkan kebijakan yang berkesinambungan arahnya diharapkan semakin mengerucut, tarifnya bisa disederhanakan. Kalau struktur yang sekarang ada celah tax avoidance,” tambahnya.

    Sebelumnya, Project Lead Tobacco Control dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Beladenta Amalia, turut menegaskan pentingnya penyederhanaan struktur tarif untuk mendukung efektivitas kebijakan pengendalian. Upaya-upaya seperti penambahan golongan tarif justru dianggap kontraproduktif karena memperumit pengawasan dan dapat menurunkan efektivitas penerimaan negara.

    “Sekarang cukai kita punya banyak layer sehingga kenaikan cukai saja tanpa ada simplifikasi tetap membuat harga rokok di pasaran bervariasi. Tetap ada rokok murah, tetap saja nanti downtrading. Makanya kita mendorong untuk optimalisasi itu sebenarnya dengan simplifikasi juga,” jelasnya.

    Dalam studinya, CISDI merekomendasikan agar struktur tarif CHT disederhanakan menjadi hanya 3-5 layer pada 2029. Beladenta meyakini bahwa selain menyederhanakan sistem tarif, penerapan kebijakan multi-year juga akan memberikan kepastian bagi pelaku industri dan masyarakat, sekaligus memperkuat tujuan pengendalian konsumsi.

    Sementara itu, tren konsumsi rokok menunjukkan pergeseran signifikan ke produk yang lebih murah (downtrading), yang dikhawatirkan akan menggerus penerimaan negara dari CHT pada tahun ini. Data Kementerian Keuangan mencatat, produksi rokok Golongan I yang dikenakan tarif cukai tertinggi mengalami penurunan tajam lebih dari 10%, dari 38,9 miliar batang pada tahun lalu menjadi 34,7 miliar batang di kuartal I/2025. Sebaliknya, produksi rokok Golongan II dan III justru mengalami kenaikan masing-masing 1,3% dan 7,4%, mengindikasikan peningkatan permintaan rokok murah di tengah daya beli yang melemah.

    Perubahan pola konsumsi ini tidak terlepas dari dampak jangka panjang kenaikan CHT sejak 2020. Secara berturut-turut, pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 23% pada 2020, diikuti 12% pada 2021, dan 10% pada 2023 dan awal 2024. Kenaikan tersebut memicu lonjakan harga, terutama pada produk-produk rokok Golongan I, yang mendorong konsumen untuk beralih ke varian yang lebih murah atau bahkan ke rokok ilegal.

    “Kalau ada rokok ilegal, akhirnya tetap saja yang merokok banyak, tapi negara tidak dapat cukai,” pungkasnya.

    (fdl/fdl)

  • Sri Mulyani paparkan strategi pemerintah tekan angka pengangguran

    Sri Mulyani paparkan strategi pemerintah tekan angka pengangguran

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-24 di Jakarta, Selasa (15/7/2025) (ANTARA/Bayu Saputra)

    Sri Mulyani paparkan strategi pemerintah tekan angka pengangguran
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 15 Juli 2025 – 19:12 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemerintah berupaya meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui penguatan program penyelarasan antara pendidikan dan dunia usaha (link & match) sebagai strategi menekan angka pengangguran di Indonesia.

    Strategi tersebut menjadi penting di tengah laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta merupakan lulusan perguruan tinggi.

    “Pemerintah terus memperkuat program link & match, peningkatan kualitas tenaga kerja dengan menghubungkan antara sektor pendidikan dengan dunia usaha, memperkuat sistem informasi pasar kerja dan memperkuat program peningkatan kompetensi angkatan kerja,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Ke-24 DPR RI di Jakarta, Selasa.

    Ia menambahkan bahwa tren penurunan angka pengangguran terbuka (TPT) yang sempat turun 4,91 persen atau setara 7,47 juta orang pada Agustus 2024, menjadi bukti bahwa kebijakan fiskal yang dirancang secara efektif, selektif, dan hati-hati mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional.

    “Ini menggambarkan apabila APBN digunakan secara efektif selektif dan hati-hati, kita akan terus mampu menjaga Indonesia dan terutama menjaga kelompok masyarakat yang paling rentan,” kata dia.

    Meski demikian, data BPS mengungkapkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia per Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang, meningkat 3,67 juta dibanding Februari 2024. Namun, tidak semua terserap pasar kerja, sehingga pengangguran meningkat sebesar 83,45 ribu orang dibanding tahun sebelumnya.

    Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan RI Yassierli turut menyoroti tantangan yang dihadapi lulusan pendidikan tinggi di Indonesia.

    Ia mengakui bahwa angka pengangguran sarjana yang mencapai lebih dari satu juta orang merupakan potret nyata permasalahan ketenagakerjaan saat ini.

    “Itu menjadi sebuah tantangan kita. Artinya, itu adalah potret saat ini, kemudian kita punya tantangan ke depan,” kata Menaker saat memberikan tanggapan di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (7/7).

    Untuk itu, ia mendorong kolaborasi yang lebih erat antara kementeriannya dengan para pemangku kepentingan lain, seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dalam rangka merancang solusi bersama.

    Sumber : Antara

  • Anggaran Kementerian-Lembaga di APBN 2026 Belum Hitung Efisiensi, Prabowo yang Putuskan

    Anggaran Kementerian-Lembaga di APBN 2026 Belum Hitung Efisiensi, Prabowo yang Putuskan

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran kementerian-lembaga atau K/L 2026 yang satu persatu disetujui oleh DPR nyatanya belum mencakup efisiensi, meskipun kebijakan tersebut sudah dipastikan bakal berlanjut pada tahun depan.

    Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengungkapkan bahwa prinsip efisiensi akan sama dan jalan terus. Namun, dirinya tidak menjelaskan apakah akan sama persis seperti tahun ini atau tidak.

    Begitu pula dengan besaran maupun kebijakan efisiensi untuk tahun depan. Luky hanya menyampaikan hal tersebut akan bergantung pada Presiden Prabowo Subianto. 

    “Itu kan prinsip [efisiensinya] sama pokoknya. [Tahun depan] tergantung presiden,” ungkapnya kepada wartawan usai menghadiri Rapat Kerja Komisi XI DPR, Selasa (15/7/2025). 

    Untuk diketahui, pemerintah bersama DPR telah menyetujui rencana defisit, penerimaan, serta asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi acuan penyusunan Rancangan APBN (RAPBN), tetapi masih dalam bentuk rasio dan belum angka tetap.

    Sementara rasio belanja yang dirancang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 sebesar 14,19%—14,75% dari PDB, belum ditetapkan kesepakatannya. 

    Pasalnya saat ini, K/L tengah hilir mudik ke DPR untuk menyampaikan kebutuhan anggaran belanjanya pada 2026. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa efisiensi anggaran belanja negara akan berlanjut pada tahun depan alias 2026.

    Kepastian itu Sri Mulyani sampaikan usai memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat Selasa (20/5/2025). 

    “Pasti dilakukan [efisiensi] itu tadi. Jadi kalau mau disampaikan, jawaban saya tegas dilakukan,” ujar Sri Mulyani usai rapat paripurna DPR.

    Pada awal tahun ini, pemerintah melakukan efisiensi belanja terhadap APBD dan APBN 205 yang masing-masing senilai Rp50,6 triliun dan Rp256,1 triliun melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025. 

    Sementara melalui Surat Menteri Keuangan S-126/MK.02/2025 tanggal 7 Maret 2025, Bendahara Negara telah menyampaikan laporan penyelesaian Inpres tersebut dan memohon izin untuk pembukaan blokir efisiensi. 

    Sampai dengan 24 Juni 2025, pemerintah telah membuka blokir anggaran senilai Rp134,9 triliun sesuai arahan presiden untuk prioritas pembangunan nasional. 

    Di mana sejumlah Rp48 triliun digunakan 23 K/L untuk melakukan restrukturisasi Kabinet Merah Putih. Sementara Rp86,9 triliun sisanya untuk 76 K/L.

  • Simak! Ini Cara Hitung Pajak Pedagang di E-Commerce

    Simak! Ini Cara Hitung Pajak Pedagang di E-Commerce

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merilis aturan baru yang mengharuskan pengusaha e-commerce memungut pajak penghasilan para pedagang online atau merchant-nya.

    Aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

    Dalam aturan ini, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce akan disebut sebagai pihak lain, dan akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

    Artinya, PPh Pasal 22 yang akan dipungut e-commerce atau marketplace terhadap para pedagang di dalamnya. Mereka terdiri dari pedagang online perorangan atau merupakan wajib pajak orang pribadi maupun perusahaan atau wajib pajak badan.

    Untuk pedagang online yang merupakan wajib pajak orang pribadi, ialah omzet atau peredaran bruto nya dalam setahun di antara Rp 500 juta sampai dengan di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan badan ialah di bawah maupun di atas Rp 4,8 miliar setahun.

    Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menegaskan, dengan catatan ini maka pedagang online yang omzetnya di bawah atau sampai dengan Rp 500 juta tidak akan dipungut PPh nya oleh para marketplace.

    “Sampai dengan peredaran bruto nya Rp 500 juta memang enggak kena PPh, UU HPP pasal 7 mengatur itu,” kata Yoga saat media briefing di Kantor Pusat DJJP, Jakarta, dikutip Selasa (15/7/2025).

    Oleh sebab itu, untuk wajib pajak orang pribadi yang omzetnya di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun akan terkena tarif PPh Final sebesar 0,5% bila masih memenuhi ketentuan yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

    Sementara itu, bila sudah di atas Rp 4,8 miliar atau tidak memenuhi ketentuan PP 55/2022 atau memilih ketentuan umum tarifnya masih tetap sama saat dipungut para marketplace, yakni tetap 0,5%. Bedanya PPh sebesar 0,5% yang dipungut itu dapat dijadikan kredit pajak dalam SPT Tahunan.

    Ketentuan yang sama berlaku bagi wajib pajak badan yang omzetnya di atas Rp 4,8 miliar. Namun, bila masih di bawah ambang batas itu, masih bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% asal memenuhi ketentuan PP 55/2022.

    “Kalau di atas Rp 4,8 miliar jadi semacam kredit pajak bukan final lagi. Jadi semua dimudahkan, ini menjadi kata kunci PMK yang kita keluarkan ini,” ucap Yoga.

    Contoh Perhitungan Pajak PPh di e-Commerce, dikutip dari situs DJP:

    Omzet 1 tahun: Rp600 juta
    Bagian tidak kena pajak: Rp500 juta
    Bagian yang dikenai pajak: Rp100 juta
    PPh Final UMKM: 0,5% × Rp100 juta = Rp500.000

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Aturan baru pajak di e-commerce tak naikkan harga barang

    Aturan baru pajak di e-commerce tak naikkan harga barang

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Dirjen Pajak: Aturan baru pajak di e-commerce tak naikkan harga barang
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 15 Juli 2025 – 23:46 WIB

    Elshinta.com –  Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memastikan aturan baru pemungutan pajak penghasilan (PPh) 22 dari pedagang daring (online) oleh niaga elektronik (e-commerce) tak berdampak terhadap kenaikan harga barang.

    “Ini bukan pajak baru, tidak akan menaikkan harga,” kata Bimo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia menjelaskan pedagang daring di niaga elektronik biasanya sudah menghitung kewajiban pajak mereka saat menetapkan harga barang.

    Terkait aturan baru pun, kata dia, perubahan terletak pada mekanisme pemungutan dan pelaporan pajak.

    Bila sebelumnya pedagang perlu menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak mereka sendiri, kini tugas tersebut dialihkan ke platform niaga elektronik.

    “Supaya lebih bisa untuk rekonsiliasi, untuk level of playing field (keadilan berusaha) antara yang di e-commerce dan non e-commerce jadi sama,” jelasnya.

    Dia berharap tidak ada simpang siur terkait potensi kenaikan harga akibat aturan baru.

    Kebijakan itu, menurut Bimo, telah disusun dengan sangat adil sesuai dengan yang selama ini telah terimplementasi.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi meneken PMK 37/2025 pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025 untuk menunjuk lokapasar (marketplace) sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak dari pedagang daring.

    Besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun. Pungutan itu di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Adapun pedagang yang menjadi sasaran kebijakan ini adalah yang memiliki omzet di atas Rp500 juta, dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan ke lokapasar tertunjuk.

    Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini. Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.

    Sumber : Antara

  • E-Commerce Minta Waktu Tambahan 1 Tahun untuk Pungut Pajak Seller

    E-Commerce Minta Waktu Tambahan 1 Tahun untuk Pungut Pajak Seller

    Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) merespons terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan pihaknya baru saja menerima salinan resmi PMK 37/2025 pada 14 Juli 2025 dan masih mempelajari isi detailnya secara menyeluruh.

    “Namun demikian, secara prinsip kami mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat kepatuhan pajak, termasuk di sektor e-commerce,” kata Budi dalam keterangan resmi pada Selasa (15/7/2025). 

    Budi mengatakan PMK tersebut tidak menambah beban pajak baru bagi penjual, melainkan mengalihkan mekanisme pemungutannya ke platform digital. Namun demikian, implementasi di lapangan tetap membawa sejumlah tantangan administratif dan teknis.

    Menurutnya, marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual, tetapi harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut dan menyampaikannya kepada sistem DJP. 

    “Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermaterai. Ini memerlukan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik kepada para penjual,” lanjut Budi.

    Lebih lanjut, Budi mengatakan idEA menilai perlu adanya masa transisi yang cukup dan sosialisasi yang menyeluruh, terutama bagi pelaku UMKM yang belum terbiasa dengan administrasi perpajakan berbasis digital. 

    Dia menyebut konsensus marketplace mengindikasikan perlu waktu setidaknya satu tahun untuk persiapan ditunjuk sebagai pemungut pajak.

    Di sisi lain, meskipun pajak dibebankan kepada seller, dalam praktiknya ada potensi beban tersebut diteruskan ke konsumen, tergantung strategi masing-masing penjual. idEA mencatat kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. 

    Namun, kondisi ekosistem digital di Indonesia berbeda dan

    menuntut pendekatan implementasi yang sesuai dengan konteks lokal. Budi mengatakan pihaknya pun menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. 

    “Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” tutup Budi.

    Sebelumnya,  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mengeluarkan aturan pemungutan pajak e-commerce kepada seller atau pedagang di lokapasar daring alias seperti Shopee, Tokopedia, dan sejenisnya pada 14 Juli 2025. 

    Dalam Pasal 8 ayat (1) aturan tersebut, pedagang akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto yang diterima dalam setahun. 

    Pajak tersebut di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Nantinya, pemunguatan PPh Pasal 22 dari pedagang itu akan dilakukan oleh lokapasar daring yang termasuk PMSE. 

    Dalam Pasal 6, disampaikan pedagang yang memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun wajib melaporkan buktinya ke lokapasar tempatnya berjualan yang termasuk PMSE. 

    Selain itu, pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juga per tahun juga melaporkan buktinya. Hanya saja pada Pasal 10 ayat (1) huruf a, disampaikan bahwa pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dipungut PPh Pasal 22. Artinya, hanya pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun yang dikenai pajak 0,5%.

    Selain itu, ada beberapa pedagang yang dikecualikan yaitu terkait penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi yang merupakan mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan. 

    Kemudian penjualan barang dan/atau jasa yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; penjualan pulsa dan kartu perdana; penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan. Terakhir, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan juga dikecualikan.

  • Buka Blokir Efisiensi, Kemenkeu Harap Ekonomi Kuartal II/2025 Tumbuh Lebih dari 4,7%

    Buka Blokir Efisiensi, Kemenkeu Harap Ekonomi Kuartal II/2025 Tumbuh Lebih dari 4,7%

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mengestimasikan ekonomi kuartal II/2025 dapat tumbuh lebih dari 4,7%. Keyakinan ini setelah bendahara negara membuka tanda bintang tanda pembukaan anggaran karena efisiensi diakhiri.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa pemerintah telah berusaha untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II/2025. 

    Hal tersebut dilakukan melalui belanja pemerintah berupa penyaluran stimulus fiskal, mulai dari diskon transportasi, Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga tambahan bantuan pangan yang totalnya mencapai Rp24,4 triliun.

    “Dengan stimulus yang kita launching kemarin di kuartal kedua, kami berharap akan dapat lebih baik dari 4,7%,” ujarnya di kompleks parlemen, Selasa (15/7/2025). 

    Febrio menyampaikan dengan perlambatan global yang tengah dihadapi saat ini, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 4,7% pada 2025. Sementara dengan adanya stimulus dan peningkatan belanja tersebut, ekonomi juga dapat terungkit. 

    Meski demikian, belanja pemerintah yang diharapkan lebih baik ketimbang kuartal I/2025 yang mengalami kontraksi imbas efisiensi tetap sulit untuk mengerek naik produk domestik bruto tumbuh di atas 5%. 

    “[Konsumsi pemerintah] tentu dorong pertumbuhan ekonomi. Tujuannya kita memberikan stimulus kan untuk menjaga momentumnya. Jadi kita dorong untuk bisa lebih mendekati ke 5%,” lanjutnya. 

    Maklum, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,87% year on year (YoY) dan konsumsi pemerintah kontraksi 1,38% pada kuartal I/2025. Terlebih ada efek high base pada kuartal I/2024 karena terselenggaranya Pemilu. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan outlook pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5%. Angka tersebut lebih rendah dari asumsi APBN 2025 sebesar 5,2%. Sri Mulyani menjelaskan semua lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7% pada 2025. 

    Meski demikian, sambungnya, pemerintah akan mencoba melakukan berbagai langkah untuk memitigasi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di 5%. 

    “Kita perlu tetap waspada terhadap risiko global sehingga outlook 5% dimaksimalkan untuk tetap bisa dicapai,” ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (1/7/2025). 

    Bendahara negara itu menyatakan otoritas akan menjaga pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan instrumen fiskal yang ada untuk melakukan counter cyclical. Artinya, pemerintah akan melakukan belanja yang lebih besar ketika ekonomi sedang lesu.

  • Komisi XI Setuju Anggaran Sri Mulyani Ditambah Jadi Rp 52 T

    Komisi XI Setuju Anggaran Sri Mulyani Ditambah Jadi Rp 52 T

    Jakarta

    Komisi XI DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di 2026 menjadi sebesar Rp 52,02 triliun. Jumlah itu bertambah Rp 4,88 triliun dari pagu indikatif awal Rp 47,13 triliun.

    “Menyetujui pagu indikatif Kemenkeu tahun 2026 setelah pergeseran sebesar Rp 47.132.862.219.000 dan mengefisienkan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 4.884.333.425.000 sebagai bahan penyusunan RKA K/L Kemenkeu pada Nota Keuangan RAPBN Tahun 2026 dengan memperhatikan arah kebijakan efisiensi belanja negara pada 2026,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam rapat kerja dengan Kemenkeu, Selasa (15/7/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan adanya pergeseran pagu indikatif itu dikarenakan adanya beberapa tambahan dalam unit eselon I Kemenkeu.

    “Terima kasih persetujuannya atas pergeseran pada pagu indikatif karena memang ada beberapa unit eselon I baru,” tutur Sri Mulyani.

    Sri Mulyani menyebut total anggaran itu belum termasuk perhitungan efisiensi. Ia bilang akan melihat ruang efisiensi untuk bisa kembali dilakukan di 2026.

    “Belum (termasuk efisiensi). Kalau tambahan anggaran kan diusulkan sesuai kebutuhan yaitu terutama penerimaan negara apakah itu di pajak, bea cukai, PNBP, ada untuk sistem informasi. Namun sesuai arahan dan permintaan Komisi XI, kita akan scrutinize, akan dilihat lagi secara detail,” imbuh Sri Mulyani.

    Perlu diketahui bahwa jumlah tersebut sudah termasuk untuk 7 badan layanan umum (BLU) di bawah Kemenkeu. Jika tidak menyertakan pagu indikatif BLU, pagu indikatif murni Kemenkeu pada 2026 senilai Rp 41,64 triliun.

    Tambahan anggaran itu untuk memenuhi kebutuhan strategis yakni dukungan pencapaian target penerimaan negara Rp 1,20 triliun, layanan mandatori dan prioritas Rp 1,74 triliun, belanja TIK yang belum terdanai Rp 1,90 triliun dan kebutuhan dasar unit eselon I baru Rp 41,32 miliar.

    Sementara itu, total keseluruhan anggaran Kemenkeu di 2026 untuk lima program yaitu (1) program kebijakan fiskal, (2) program pengelolaan penerimaan negara, (3) program pengelolaan belanja negara, (4) program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara dan risiko, serta (5) program dukungan manajemen.

    Lihat juga Video: Kemenkeu Minta Tambahan Anggaran Jadi Rp 52 T

    (acd/acd)