Menkeu Ungkap APBN Digunakan Efektif, Jadi Instrumen Menjaga Inflasi

Jakarta, CNN Indonesia

Presiden Joko Widodo pada awal 2022 lalu telah memberikan arahan empat agenda prioritas yang harus diselesaikan, salah satunya pengendalian inflasi. Sebab, inflansi pada 2022 meningkat secara signifikan akibat eskalasi tensi geopolitik dibarengi dengan momen pemulihan ekonomi pascapandemi yang berdampak pada terjadinya gejolak harga komoditas global.

Laju inflasi ini bagaikan termometer yang dapat mengindikasikan kondisi perekonomian. Inflasi yang stabil dan terjaga pada kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan menjadi kondisi ideal bagi perekonomian.

Dalam koridor kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki fungsi stabilisasi yaitu berperan sebagai ‘shock absorber’ terhadap gejolak perekonomian. Pada 2022 ketika inflasi di berbagai negara meningkat secara signifikan, peran APBN dioptimalisasi untuk meredam dampak dari tingginya gejolak harga komoditas global bagi Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN selalu digunakan secara efektif. Dengan APBN, Pemerintah bekerja keras dan terus berhasil untuk mengendalikan berbagai tantangan seperti pandemi sekaligus mempercepat momentum pemulihan ekonomi Indonesia.

“APBN selalu diharapkan menjadi instrumen utama dan diandalkan dalam mengelola berbagai potensi gejolak. APBN harus kita jaga untuk menjadi instrumen yang sehat dan sustainable karena agenda pembangunan kita masih sangat banyak,” ujar Sri Mulyani.

Foto: Arsip Kemenkeu.

Untuk menjaga daya beli masyarakat, lanjutnya, Pemerintah menginisiasi berbagai program perlindungan sosial untuk melindungi kelompok miskin dan rentan. Selain itu Pemerintah juga melakukan intervensi harga dan menjaga ketersediaan stok dan cadangan pangan untuk menjaga level harga dan mengendalikan inflasi. Komunikasi publik kepada masyarakat juga terus dilakukan sebagai langkah menjaga ekspektasi inflasi.

Pada 2024, kata Sri Mulyani, Pemerintah bersama DPR telah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro dalam untuk inflasi sebesar 2,8 persen. Hal ini menunjukkan optimisme Pemerintah bahwa laju inflasi 2024 tetap dapat terkendali dan mampu berada di dalam sasaran inflasi 2,5%±1%.

“Hal ini juga menjadi sinyal bahwa Pemerintah akan terus berkomitmen untuk menjaga inflasi guna mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi dan upaya menjaga daya beli di tengah tantangan ke depan yang terus berkembang,” ucap Sri Mulyani.

Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus bersinergi menciptakan strategi jangka pendek dan panjang. Konsistensi dalam menjaga stabilitas harga dalam jangka pendek terus dilakukan sebagai upaya menjaga risiko volatilitas harga pangan pada daya beli masyarakat.

Dari sisi produksi pangan, jelas Sri Mulyani, produktivitas sektor pertanian perlu terus ditingkatkan untuk menjaga pasokan yang didukung dengan alokasi anggaran ketahanan pangan. Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya menurunkan biaya logistik yang dapat mengatasi disparitas harga di daerah dengan dukungan anggaran infrastruktur.

Karena itu, Sri Mulyani mengatakan, APBN diharapkan akan terus optimal dalam menjalankan perannya sebagai ‘shock absorber’,terutama menghadapi perekonomian yang penuh ketidakpastian dalam tahun-tahun mendatang.

“Pada akhirnya, Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus terus berkolaborasi dengan Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk mewujudkan inflasi yang terjaga, sebagai landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan,” jelas Sri Mulyani.

Foto: Arsip Kemenkeu.

Adapun pada Agustus 2023, BPS telah merilis Inflasi Indonesia sebesar 3,3% year on year (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada 2022 yang tercatat sebesar 5,5% yoy. Dengan tren yang terus melambat sejak awal tahun, laju inflasi Indonesia perlahan telah bergerak pada kisaran sasaran inflasi yang ditargetkan yaitu 3±1% yoy.

Meskipun harga beberapa komoditas pangan sempat naik sebagai akibat dari dampak El Nino yang juga terjadi di berbagai negara, namun inflasi pangan masih menunjukkan ke arah positif.

Menurut Sri Mulyani, pergerakan inflasi yang terus menurun tentunya tidak terlepas dari kesinambungan kebijakan yang terus secara konsisten dilakukan. Sinergi yang dilakukan oleh seluruh pihak baik dari sisi otoritas fiskal, moneter, dan sektor riil telah berkontribusi terhadap tingkat harga yang terkendali.

Sementara dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional 2023, Presiden Jokowi juga telah memberikan arahan bahwa pengendalian inflasi dilakukan melalui bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil. Sinergi dan inovasi menjadi dua kata kunci penting dalam menjaga stabilitas harga, terutama dalam konteks menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Sri Mulyani menambahkan, berbagai mitigasi dan langkah kebijakan telah dirancang sebagai bagian dari agenda pengendalian inflasi nasional yang terus diorkestrasi oleh TPIP dan TPID. Kelembagaan yang semakin diperkuat baik di pusat dan daerah ditujukan untuk memastikan bahwa stabilitas harga dapat dijaga hingga ke level daerah.

Berbagai respon kebijakan, lanjutnya, juga terus dirancang untuk mampu menjawab tantangan jangka pendek guna mendukung strategi menjaga inflasi dalam jangka menengah. Selain itu, menciptakan keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan, memastikan kelancaran distribusi, dan tentunya melakukan komunikasi efektif menjadi pedoman dalam mengimplementasikan strategi pencapaian inflasi, baik dari sisi hulu hingga sisi hilir sehingga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dapat diciptakan.

Untuk menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi, menurut Sri Mulyani, inflasi yang stabil sangat dibutuhkan. Dengan tetap memperhatikan situasi ekonomi yang harus terus tumbuh, tingkat inflasi yang optimal harus diciptakan sebagai insentif bagi dunia usaha.

Di sisi lain, pergerakan inflasi harus terus dijaga guna menjaga daya beli masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. “Akses terhadap pangan juga tetap perlu dijaga dengan mengendalikan inflasi pangan yang bersifat fluktuatif,” pungkasnya.

(***/***)