Gletser Kiamat di Kutub Utara Ungkap Nasib Ngeri Menanti Manusia

Jakarta, CNBC Indonesia – Perubahan iklim global berdampak pada banyak hal, termasuk Gletser Thwaites di Antartika yang mulai meleleh.

Penelitian menunjukkan gletser yang juga dikenal sebagai “Gletser Kiamat,” itu kemungkinan akan hilang pada abad ke-23, sehingga permukaan air di seluruh dunia akan meningkat drastis.

Para ilmuwan telah mempelajari massa es tersebut sejak 2018 sebagai bagian dari Kolaborasi Gletser Thwaites Internasional (ITGC).

Mereka bertemu di British Antarctic Survey (BAS) di Cambridge, Inggris, pada September 2024 untuk berbagi penemuan mereka.

Rob Larter, ahli geofisika laut British Antarctic Survey dan peneliti ITGC, mengatakan dalam sebuah pernyataan, Thwaites telah menyusut selama lebih dari 80 tahun dan meningkat pesat selama 30 tahun terakhir.

“Temuan kami menunjukkan bahwa gletser ini akan menyusut lebih jauh dan lebih cepat,” kata Larter, dikutip dari Mental Floss, Kamis (3/10/2024).

Para ilmuwan dapat menentukan hal ini menggunakan teknologi seperti robot bawah air dan model komputer prediktif.

Membentang sejauh 128km dari ujung ke ujung, Thwaites adalah gletser terluas di Bumi, dan wilayahnya lebih luas dari Inggris, Wales, dan Irlandia Utara.

Di beberapa tempat, gletser ini juga memiliki ketebalan lebih dari 1981 meter. Jika sungai es raksasa ini runtuh sepenuhnya, permukaan laut global akan naik hingga 25 inci. Ini akan menjadi peristiwa bencana besar, oleh karena itu dijuluki “Gletser Kiamat”.

Menurut ITGC, gletser yang menyusut ini telah berkontribusi sekitar 4 persen terhadap kenaikan permukaan laut global.

Meningkatnya permukaan laut berarti meningkatnya banjir, erosi, dan hilangnya rumah di daerah pesisir yang padat penduduk.

“Sangat mengkhawatirkan bahwa model komputer terbaru memprediksi hilangnya es yang terus berlanjut yang akan semakin cepat pada abad ke-22 dan dapat menyebabkan runtuhnya Lapisan Es Antartika Barat secara luas pada abad ke-23,” kata Ted Scambos, koordinator sains AS ITGC dan ahli glasiologi di Universitas Colorado.

“Intervensi iklim yang segera dan berkelanjutan akan memberikan dampak positif, namun dampaknya akan tertunda, terutama dalam mengurangi pasokan air laut dalam yang hangat yang menjadi pendorong utama kemunduran iklim.” imbuhnya.

(dem/dem)