Bung Karno Lahir di Ploso Jombang? Fakta Penting Diungkap dalam Seminar Kebangsaan di Jombang Surabaya 16 Oktober 2024

Bung Karno Lahir di Ploso Jombang? Fakta Penting Diungkap dalam Seminar Kebangsaan di Jombang
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan Indonesia, lahir di Jombang? Pertanyaan itu tentu bertentangan dengan fakta tentang
kelahiran Soekarno
di Surabaya.
Namun, fakta-fakta baru tentang tempat kelahiran Bung Karno diungkap Binhad Nurrohmat, pegiat sejarah Jombang sekaligus inisiator Titik Nol Soekarno di Ploso, Kabupaten Jombang.
Binhad, dalam seminar kebangsaan bertema “Jejak Tokoh Bangsa di Jombang” meyakini bahwa Presiden pertama RI tersebut lahir di Jombang, tepatnya di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso.
Keyakinan Binhad, Bung Karno yang memiliki nama kecil Koesno, lahir di Ploso pada 6 Juni 1902.
Dia merujuk pada bukti-bukti otentik yang dikumpulkannya, serta keterangan lisan beberapa sosok kunci yang ia temui sebagai sumber sekunder.
Bukti dan hasil penelusurannya ditunjukkan Binhad pada peserta seminar serta panelis seminar kebangsaan yang digelar di arena Jombang Festival 2024 di alun-alun Jombang, Selasa (15/10/2024).
Seminar itu diikuti para guru sejarah, budayawan dan pemerhati sejarah, serta menghadirkan dua panelis, sejarawan Soekarno Roso Daras, dan ahli sejarah Anhar Gonggong.
Dalam seminar, Binhad menunjukkan dokumen tulisan tangan Soekeni Sosrodihardjo, ayah Soekarno, serta beselit atau SK perpindahan tugas ayah Soekarno dari Pemerintah Hindia Belanda.
Soekeni mendapatkan tugas menjadi Mantri Guru atau Kepala Sekolah di wilayah Ploso pada tahun 1901 hingga 1907.  
“Saat itu masih zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda, di mana wilayah Ploso masuk dalam region Surabaya,” ujar Binhad.
Pada kesempatan itu, Binhad menyuguhkan dokumen yang diperoleh dari ITB yang tertera tanggal kelahiran Soekarno pada 2 Juni 1902.
Selain itu, Binhad juga menunjukkan dokumen tulisan tangan Soekeni tentang silsilah keluarga, yang tertulis tanggal kelahiran Soekarno pada 2 Juni 1902.
Beberapa bukti pendukung juga ditunjukkan Binhad yang membuat dirinya yakin bahwa Soekarno lahir pada 2 Juni 1902 di Ploso. 
Binhad menuturkan, dalam penelusurannya tentang jejak Bung Karno lahir di Ploso, Kabupaten Jombang, dia juga menggali keterangan dari berbagai sosok terpercaya. 
Sosok yang dia temui, terutama dari keluarga atau orang dekat dari sosok-sosok yang dulunya bersentuhan langsung dengan keluarga Soekeni.
Binhad juga menyuguhkan foto-foto lawas yang terkait dengan Sukarno. Foto-foto tersebut, antara lain foto rumah masa kecil Bung Karno di Ploso. 
Menurut dia, rumah yang ditunjukkan merupakan tempat keluarga Soekeni Sosrodihardjo saat menjadi guru di Ploso.
Sayangnya, rumah dalam foto tersebut tidak berdiri lagi. Rumah itu hanya menyisakan pondasi serta kamar mandi dan sumur.
Selain foto rumah masa kecil Bung Karno, di Gang Buntu, Rejoagung, Ploso, Binhad juga menunjukkan sekolah tempat Sukarno belajar.
Sekolah tempat Bung Karno, dikenal dengan sekolah ongko loro, atau sekolah angka dua.
“Rumah tersebut roboh sekitar tahun 2013, tetapi jejaknya masih ada dan bisa kita lihat. Kalau sekolahnya, sudah menjadi reruntuhan,” papar Binhad.
Selain foto rumah dan sekolah yang terkait Soekeni dan Soekarno, Binhad juga menyuguhkan foto lawas yang menampilkan beberapa orang tengah berpose di depan rumah Soekeni.
Di antara foto tersebut, ada foto yang menampilkan sosok Cindy Adam, penulis Buku Penyambung Lidah Rakyat, sedang berfoto bersama dengan beberapa orang, yang diambil pada 1964.
Dari foto tersebut, Binhad menelusuri jejak orang-orang yang ikut berfoto bersama. Dalam prosesnya, dia berhasil menemukan yang bersangkutan maupun keluarga dan orang terdekatnya.
Setelah menyampaikan hasil penelusurannya, Binhad mengakhiri paparannya dengan menyimpulkan bahwa Soekarno lahir di Ploso, Kabupaten Jombang pada 2 Juni 1902.
“Jadi saya menyimpulkan bahwa Bung Karno lahir di Jombang,” kata Binhad, disambut aplaus dari ratusan peserta Seminar Kebangsaan.
Sejarawan Soekarno, Prof Roso Daras mengungkapkan, terkait jejak Bung Karno, dirinya berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mengunjungi situs Bung Karno.
Dia bercerita pengalamannya saat berkunjung ke Pulau Ende dan Bengkulu, dua tempat pengasingan Bung Karno pada masa pemerintahan kolonial Belanda, serta beberapa tempat lainnya.
Dari tempat-tempat yang telah dia kunjungi, hampir semuanya telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Menurut Roso Daras, rumah yang dulunya menjadi tempat tinggal Soekeni dan keluarganya, sudah saatnya ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Hal itu merujuk berbagai bukti yang telah dikumpulkan oleh Binhad Nurrohmat, komunitas Titik Nol Soekarno, serta pegiat sejarah terkait jejak kelahiran Bung Karno di Jombang.
“Saat ini situs-situs Bung Karno sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan hanya di Ploso Jombang yang belum ditetapkan,” ujar dia.
Ahli sejarah Anhar Gonggong mengamini pernyataan Roso Daras. Dia juga mengapresiasi upaya yang dilakukan para pegiat sejarah menggali dan meneliti jejak kelahiran Bung Karno.
Terkait keberadaan rumah masa kecil Bung Karno yang kini tersisa pondasi, dia berharap Pemerintah Kabupaten Jombang berani menetapkannya sebagai situs cagar budaya, tanpa harus menunggu keputusan pemerintah pusat.
“Penetapan bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, sepanjang pemerintah daerah percaya dengan hasil penelitian tersebut,” kata Anhar.
Dalam kesempatan itu, Anhar yang didapuk sebagai panelis memberikan apresiasi khusus terhadap upaya Binhad dan para pegiat sejarah Bung Karno, yang melakukan proses pengumpulan bukti dan penelitian secara baik.
Menurut Anhar, penelitian yang dilakukan oleh Binhad dan kawan-kawan sangat penting dan menarik karena menggunakan sumber utama dan sumber sekunder.
Apalagi, penelitian tersebut juga merujuk pada dokumen dari ITB, arsip nasional, yang dilengkapi dengan penggalian data sekunder.
Dia mengungkapkan, penelitian tentang kelahiran Soekarno selama ini banyak terfokus pada kelahiran Bung Karno di Surabaya. 
Padahal, lanjutnya, Bung Karno tidak pernah menyatakan secara tegas waktu dan tempat di mana dia lahir.
“Kekuatan penelitian anda adalah menggunakan metode sejarah yang benar. Bahwa hasilnya terserah. Anda menggunakan dokumen ITB, arsip nasional, serta sumber lisan. Itu semua sah,” ujar Anhar.
Namun, tegas dia, apa yang ditemukan Binhad dan kawan-kawan dari penelitian dan disampaikan dalam seminar, bukan berarti menggugurkan hasil penelitian atau temuan sebelumnya.
“Setelah saya baca dan saya pelajari dari hasil penelitian anda, tampaknya hasil penelitian anda itu memang boleh dikatakan memenuhi persyaratan untuk diberitahukan kepada orang lain dan disebarkan kepada masyarakat luas,” kata Anhar. 
Sementara itu, seminar kebangsaan bertema “Jejak Tokoh Bangsa di Jombang” berlangsung dinamis.
Selain berbagai pertanyaan dari audiens, ada pula desakan agar mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid segera diusulkan untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.