Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti Nasional 5 Juli 2024

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) mengungkapkan alasan penyidik menggeledah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa mengatakan penggeledahan dilakukan karena ada saksi yang tak kunjung mambawa bukti yang dibutuhkan penyidik.
“Kita (penyidik) sudah sempat meminta gitu, meminta kepada pihak-pihak yang diperiksa untuk membawakan dokumen bukti, tapi sejauh ini, menurut penyidik, itu belum bisa didapat. Makannya kemudian dilakukan penggeledahan,” ujar Arief saat dihubungi, Jumat (5/7/2024).
Oleh karenanya, penyidik melakukan kewenangan untuk menggeledah Kementerian ESDM usai pihaknya mendapat hambatan untuk mengakses dokumen yang dibutuhkan.
Selain itu, Arief mengatakan penggeledahan juga dilakukan dalam rangka mempercepat proses penyidikan.
“Kita punya kewenangan untuk menggeledah, ya untuk mempercepat perkaranya juga maka kita lakukan penggeledahan,” ujar dia.
Adapun penggeledahan yang dimaksud dilakukan penyidik di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) ESDM pada Kamis (4/7/2024) kemarin.
Meski begitu, Arief menyebut proses penggeledahan kemarin berjalan lancar.
Menurut dia, Kementerian ESDM juga kooperatif ketika penyidik hendak melakukan penggeledahan.
“Pada saat proses penggeledahan kemarin secara umum sih koperatif, karena ada perintah pengadilannya kan, kita juga bawa perintah pengadilan karena ada perintah pengadilan itu ya mau tidak mau sebenarnya mereka harus ikut,” ucap Arief.

Diketahui, penggeledahan terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek Penerang Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) Tahun 2020.
Dari dua lokasi itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik, dokumen, hingga CPU komputer.
“Bukti surat atau dokumen dan bukti-bukti elektronik seperti telepon seluler, HDD, laptop, USB flash disk dan CPU komputer,” ungkap Arief.
Adapun penyidikan yang dilakukan Bareskrim ini fokus ke proyek PJUTS yang ada di wilayah Indonesia tengah.
“Status saat ini sudah penyidikan adalah yang di wilayah tengah,” ujar Arief saat dikonfirmasi, kemarin.
Arief menyebut kerugian negara akibat kasus ini sekitar Rp 64 miliar. Padahal, nilai kontrak proyek di wilayah Indonesia tengah tahun 2020 sekitar Rp 108 miliar.
“Dugaan sementara nilai kerugian sekitar Rp64 miliar, saat masih dalam proses perhitungan oleh ahli,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.