Pak SYL Mengakui Tindakan Korupsi

Jakarta

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Meyer Simanjuntak menanggapi pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam persidangan. Meyer menyebut secara tak langsung, SYL mengakui adanya korupsi di lingkungan Kementan.

“Tentu nanti kami akan bacakan secara lengkap dan rigit notanya yang diserahkan kepada kami, namun yang sudah dibacakan dapat kami tanggapi bahwa pada pokoknya ternyata Pak SYL mengakui melakukan tindakan korupsi itu,” kata Meyer saat ditemui di sela skors sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Meyer menuturkan melalui pledoi, baik SYL maupun para penasehat hukumnya menyebut ada kekeliruan pasal yang didakwakan. Selain itu, Jaksa juga memandang SYL dan penasehat hukum mengakui bahwa adanya penerimaan suap. Hanya saja, penasehat hukum meminta supaya pemberi suap juga diproses hukum.

“Karena dari uraian ia menyebutkan adanya kekeliruan sebatas pasal yang didakwakan kepada SYL. Menurut Pak SYL dan penasehat hukum menyebut seharusnya dakwaan itu pasal suap yaitu Pasal 12 huruf a (bukan pemerasan), artinya menurut pengacara hukumnya Pak SYL menerima uang tetapi seharusnya pemberinya diproses Tipikor sebagai pemberi suap. Itu yang kami highlight secara umum bahwa secara tidak langsung sudah mengakui bahwa adanya tindakan korupsi,” terangnya.

Kendati begitu, Meyer mengatakan JPU tetap akan membacakan detail tanggapan atas pledoi SYL melalui sidang lanjutan pembacaan replik mendatang. Prinsipnya, penentuan pasal dalam dakwaan merupakan asas dominus litis (pengendali perkara) yang dimiliki JPU berdasarkan KUHAP.

“Yang kami tanggapi penentuan pasal adalah dominus litis dari JPU yang diberikan kewenangannya berdasarkan KUHAP bahwa bentuk dakwaan merupakan kewenangan JPU. Apabila ada perbedaan pasal nanti kita tentu saja seusai putusan majelis yang jelas itu kewenangan kami dan dalam menjalankan kewenangan itu. Kami tidak asal-asalan tetapi berdasarkan berkas perkara yang ada alat-alat bukti yang kami baca di berkas perkara menujukan ke pasal 12 e yaitu pemerasan yang dilakukan SYL,” tegasnya.

“Saya berserah diri kepada Allah SWT atas tuduhan tersebut, akan tetapi saya merasa dizalimi karena dianggap melakukan perbuatan yang memang tidak pernah saya lakukan,” kata SYL saat membacakan pledoi saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7).

SYL kemudian mengelompokkan pleidoi pribadinya ke dalam tiga bahasan pokok. Pertama, SYL menepis dakwaan maupun tuntutan terhadapnya dan meminta majelis hakim berpikir jernih sebelum menjatuhkan vonis.

SYL kemudian menyinggung soal rekam jejak kehidupan pribadi dan riwayat pengabdiannya terhadap negara. Dia mengklaim selama mengabdi kepada negara dia selalu tulus dan tidak pernah berniat korupsi.

“Rekam jejak kehidupan pribadi dan riwayat pengabdian saya kepada negara yang menunjukkan bahwa watak, dan karakter kepribadian maupun kepemimpinan saya selama puluhan tahun mengabdi kepada negara senantiasa dilandasi niat tulus dan itikad baik untuk memberikan sumbangsih bagi bangsa, serta tidak pernah memiliki niat apalagi perilaku koruptif,” jelasnya.

SYL lantas memohon kepada hakim menjatuhkan vonis bebas dan seadil-adilnya. Dia berharap dibebaskan dan diberi keadilan dalam kasus ini.

“Ketiga, Permohonan saya kiranya Yang Mulia Majelis Hakim diberikan kekuatan oleh Allah SWT agar dapat menegakkan keadilan terhadap saya dengan menjatuhkan putusan bebas, atau jika tetap menganggap saya bersalah, mohon menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya,” ujarnya.

Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dituntut hukuman 12 tahun penjara. Salah satu hal memberatkan SYL ialah perbuatannya bermotif tamak.

Sebagai informasi, SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta. Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.

Uang itu diterima SYL selama menjabat Menteri Pertanian pada 2020-2023. Jaksa mengatakan SYL memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang ‘patungan’ ke para pejabat eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.

Atas hal tersebut, SYL dkk didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

(taa/azh)