Menjelang Putusan MK Sengketa Pilpres, Berikut Rangkuman Pandangan Para Pakar

21 April 2024, 22:42

TEMPO.CO, Jakarta –  Mahkamah Konstitusi atau MK akan membacakan putusan terhadap permohonan sengketa Pilpres yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md, pada Senin, 22 April 2024.Tempo merangkum pandangan para akademisi menjelang putusan MK.1. Universitas MulawarmanPakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, memprediksi Mahkamah Konstitusi akan menolak permohonan sengketa Pilpres yang diajukan kubu 01 dan 03. Dia menilai, MK masih tersandera dengan putusan 90 yang meloloskan Gibran menjadi Cawapres.Herdiansyah menyebut, meski menolak, putusan MK belum tentu bulat karena dia meyakini akan ada hakim MK yang memberikan pandangan yang berbeda dari putusan. “Prediksi saya MK menolak permohonan para pemohon. Tapi putusan itu belum tentu bulat, sebab bisa jadi ada hakim yang dissenting opinion,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo pada Ahad, 21 April 2024.Menurut dia, intervensi kepada hakim MK dalam menangani sengketa Pilpres masih mungkin terjadi. “Ruang intervensi tentu masih ada. Kendati pun Anwar Usman tidak ikut memutus pekara,” kata Herdiansyah.2. Denny IndrayanaPakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan mengenai kemungkinan intervensi hakim MK dalam menangani sengketa Pilpres.  “Yang paling menentukan dari Pilpres 2024 ini adalah seberapa kuat hakim-hakim konstitusi berhadapan dengan berbagai intervensi, yang saya duga sangat mungkin berupaya mempengaruhi putusan,” kata Denny kepada Tempo, Sabtu, 20 April 2024.”Karena setiap putusan MK yang beririsan dengan isu-isu politik, biasanya akan rentan dengan intervensi-intervensi, apalagi putusan tentang sengketa Pilpres 2024 ini,” ucapnya. “Saya khawatir dan saya meyakini–meskipun ada upaya-upaya untuk menjaga independensi dan sterilisasi putusan MK dari pihak-pihak luar–upaya intervensi tetap sangat kuat dan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara.”3. Universitas TrunojoyoDikutip dari Antara, akademisi dari Universitas Trunojoyo Madura, Jawa Timur, Surokim Abdussalam mengatakan putusan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)  sengketa pemilihan presiden (pilpres) harus didasari integritas MK.”Saya melihat hasil putusan MK sangat ditunggu publik sebagai penjaga gawang terakhir konstitusi. Bisa jadi sangat sulit, tetapi saya yakin para hakim MK memiliki integritas,” kata Surokim, Jumat, 19 April 2024.Menurut Surokim, putusan tidak boleh sekadar berpegang dimensi literasi masa lalu yang lebih melihat kecurangan. Tetapi, juga mencakup dimensi literasi pemilu yang bermartabat.
 “Prediksi saya ada sebagian gugatan yang diterima. Kalau ditolak semua sepertinya tidak mungkin, harus ada poin yang diterima untuk perbaikan di masa depan,” katanya.4. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA)Iklan

Akademisi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto mengatakan, putusan MK soal sengketa pilpres memiliki potensi tiga kemungkinan.Pertama menolak semua permohonan dari calon presiden nomor urut 1 maupun 3. Setelah itu disusul catatan perbaikan pilpres pada masa depan. Kemungkinan tersebut lantaran selama ini MK belum pernah membatalkan penetapan hasil pilpres dari KPU.Kemungkinan kedua menerima permohonan calon presiden nomor urut 1 dan 3. Jika terkabul, maka pemungutan suara ulang hanya akan diikuti oleh peserta pilpres nomor urut 1 dan 3. “Hal ini dilakukan karena permohonan calon presiden 1 dan 3 memenuhi syarat,” ucapnya.Kemungkinan ketiga, hanya sebagian permohonan saja yang dikabulkan. “Keputusan ini sebagai jalan tengah yang diambil MK,” kata Andri.5. Universitas IndonesiaDosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia menyinggung soal salah satu petitum atau permohonan dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. “Kalau sampai diskualifikasi sih, saya meragukan MK akan sampai pada konklusi itu,” kata Titi, Senin, 8 April 2024.Kecil kemungkinan, kata dia, MK akan mendiskualifikasi pasangan nomor 02. Pertama, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mempermasalahkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres. Padahal, MK menjadi bagian dari putusan tersebut.”Jadi, tidak mungkin MK menggunakan  PHPU dengan menempatkan Putusan 90 sebagai suatu pelanggaran,” kataTiti.Kedua, kata dia, keabsahan pencalonan Gibran akibat pelanggaran etik oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Menurut Titi, bobot kesalahan itu di KPU. Jika belajar dari perselisihan hasil Pilkada, MK tidak pernah mendiskualifikasi calon akibat pelanggaran yang dilakukan KPU.”Saya meyakini akan ada kejutan dari Putusan MK. Sesuatu yang akan berkontribusi bagi perbaikan pemilu Indonesia terdekat, setidaknya menjadi pembelajaran untuk Pilkada 2024,” ucap TitiAMELIA RAHIMA SARI | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANTARAPilihan Editor: Begini Putusan Sengketa Pilpres di MK jika Hasil Voting Hakim Seimbang