Janji Prabowo Pisahkan Ditjen Pajak dari Kemenkeu Jika Terpilih jadi Presiden

22 February 2024, 18:50

TEMPO.CO, Jakarta – Calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka masih unggul dalam perhitungan suara versi real count KPU. Prabowo-Gibran berhasil memperoleh suara sebesar 58,88 persen, unggul dari Anies-Muhaimin (24,09 persen) dan Ganjar-Mahfud (17,03 persen).Apabila angka tersebut stabil, maka Prabowo-Gibran kemungkinan akan memenangkan Pilpres 2024 dalam sekali putaran. Jika terpilih nanti, Prabowo diketahui pernah berjanji akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).Rencana tersebut pernah diungkapkan Prabowo dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin pada Jum, 12 Januari 2024 lalu. Prabowo juga mengungkapkan rencananya untuk membentuk Badan Penerimaan Negara agar rasio pajak dapat digenjot.Menurut Menteri Pertahanan itu, rasio pajak Indonesia masih di bawah negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam. Prabowo menuturkan, rasio pajak negara-negara tersebut sudah mencapai 16 persen dan 18 persen. Sedangkan rasio pajak Indonesia adalah 10,39 persen pada 2022.“Supaya lebih efisien, si Menteri Keuangan (Menkeu) tidak perlu mikirin atau mengurusi itu (penerimaan),” ujar Prabowo di Jakarta pada Jumat, 12 Januari 2024.Dengan demikian, Ditjen Pajak yang bertugas mengumpulkan pajak dan penerimaan negara dipisah dari Kementerian Keuangan, yang merupakan lembaga untuk mengelola kekayaan negara.Menurut Prabowo, hal tersebut bisa mendongkrak rasio pajak. Dia juga menuturkan akan menaikkan rasio pajak sebesar 5 persen sampai 6 persen.Selain itu, rencana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu juga tertulis dalam dokumen visi-misi Prabowo Gibran, khususnya pada bagian 8 Program Hasil Terbaik Cepat. Di mana pada poin kedelapan disebutkan bahwa pasangan itu akan mendirikan Badan Penerimaan Negara dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) ke-23 persen. “Sebagian pembangunan ekonomi perlu dibiayai sebagian dari anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak,” tulis Prabowo-Gibran. Untuk itu, tertulis dalam dokumen, negara membutuhkan terobosan konkret dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri. “Pendirian Badan Penerimaan Negara ditargetkan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB mencapai 23 persen,” kata Prabowo-Gibran.Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menanggapi rencana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu tersebut. Secara konsep, kata Rendy, dia setuju dengan konsep Badan Penerimaan Negara. Namun, di sisi lain, dia juga punya kekhawatiran terhadap unsur politik di dalamnya.“Artinya, dia (Badan Penerimaan Negara) bisa menjadi semacam oase di tengah upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, atau dalam konteks ini penerimaan pajak,” katanya kepada Tempo pada Selasa, 20 Februari 2024.Menurut Rendy, komitmen politik menjadi penting dalam upaya pembentukan Badan Penerimaan Negara. Keterlibatan politik yang terlalu luas atau terlalu banyak justru akan berbalik untuk badan penyelenggara dalam konteks yang negatif. Ini yang dianggap Rendy perlu diwaspadai oleh pemerintah.Oleh karena itu, dia berujar, pemerintah perlu melakukan studi sebelum mengesahkan atau mendirikan Badan Penerimaan Negara. “Artinya, jangan terburu-buru untuk mendirikan Badan Penerimaan Negara, tapi luput dalam melihat aspek-aspek yang justru bisa memengaruhi atau memberikan dampak negatif dari pendirian badan ini,” tuturnya.Iklan

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai ada aspek yang lebih penting dalam mengerek penerimaan pajak negara. Alih-alih merombak struktur kelembagaan, reformasi perpajakan yang jauh lebih penting kata Yusuf adalah meningkatkan basis perpajakan dari kelompok terkaya dan menutup kebocoran pajak akibat rendahnya integritas pegawai pajak. Reformasi ini tidak bergantung pada pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Tetapi, lebih banyak bergantung pada kemauan dan keberanian politik Presiden. “Menjadi tidak berguna pembentukan lembaga baru jika tidak didukung oleh dukungan politik Presiden agar pegawai pajak bisa menjangkau kelompok terkaya yang selama ini undertax,” kata Yusuf kepada Tempo, dikutip pada Rabu, 21 Februari 2024. Pernah Diusulkan MPRSementara, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo atau Bamsoet sempat mendukung rencana pemisahan Ditjen Pajak dengan Kemenkeu. Sebagai gantinya, kata dia, perlu dibentuk suatu badan pengelola pajak otonom (Badan Penerimaan Negara) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.Di akun Instagram pribadinya, Bamsoet mengatakan bahwa ide pemisahan Ditjen Pajak dengan Kemenkeu itu bukan hal baru. Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan bahwa usulan itu merupakan salah satu visi-misi kampanye Presiden Jokowi pada 2014.“Ketika saya menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 pun, telah dibahas masalah ini. Namun, hingga kini belum terealisasi,” cuit dia, Sabtu, 18 Maret 2023 lalu.Selain itu, Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad juga pernah mengusulkan agar Ditjen Pajak dipisahkan dari Kemenkeu. Usulan itu disampaikannya merespons beragam kasus yang muncul di institusi tersebut belakangan ini.Fadel juga mengatakan pemerintah sempat berencana menerapkan hal serupa melalui RUU KUP pada 2015. Pada pasal 95 draf beleid itu disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.“Disebutkan juga bahwa lembaga tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden,” katanya. Namun pembahasan RUU KUP tersebut tidak tuntas hingga berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019.  RADEN PUTRI | AMELIA RAHIMA SARI | MOH KHORY ALFARIZIPilihan Editor: Sri Mulyani Perkirakan Ekonomi Global Masih Melemah Tahun Ini, Apa Sebabnya?