Hizbullah Incar Israel, AS Mulai Diplomasi

6 January 2024, 22:00

Jakarta, CNBC Indonesia – Sudah tiga bulan lebih, perang Israel dan Hamas tak kunjung berhenti, bahkan semakin meluas. Terbaru, puluhan tembakan besar dari Lebanon menghantam Israel utara pada Sabtu (6/1/2024) waktu setempat.
Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, mengatakan pihaknya menyerang pos pengamatan penting Israel pada Sabtu pagi dengan 62 roket sebagai “respon awal” terhadap pembunuhan wakil ketua Hamas awal pekan ini. Ketegangan meningkat sejak wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri dibunuh oleh pesawat tak berawak pada hari Selasa di pinggiran selatan Beirut, kubu sekutu Hamas di Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah
Sementara itu, serangan Israel yang ditujukan ke Hamas di Gaza, telah menewaskan 22.600 orang. Menurut pejabat kesehatan Palestina, serangan itu juga telah menghancurkan daerah kantong padat penduduk yang berpenduduk 2,3 juta orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di lain pihak, Amerika Serikat (AS) da Uni Eropa tengah memulai dorongan diplomatik baru pada hari Jumat lalu untuk menghentikan dampak perang Gaza. Sehingga dampaknya tidak meluas ke Lebanon, Tepi Barat yang diduduki Israel, dan jalur pelayaran Laut Merah.
Lantas, bagaimana kondisi terkini Gaza? Mengutip berbagai sumber, berikut kabar terbaru dari perang di Gaza.
Hizbullah Tembakkan 62 Roket ke Israel
Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, mengatakan pihaknya menargetkan pos militer penting Israel dengan rentetan 62 roket sebagai “tanggapan awal” terhadap pembunuhan seorang pemimpin Hamas di Beirut minggu ini.
“Sebagai bagian dari respons awal terhadap kejahatan pembunuhan pemimpin besar Sheikh Saleh al-Arouri … perlawanan Islam (Hizbullah) menargetkan pangkalan kendali udara Meron dengan 62 jenis rudal,” kata kelompok yang bersekutu dengan Iran dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu setelah serangan di Israel utara, dikutip dari Aljazeera, Sabtu (6/1/2024).
Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah pada hari Jumat mengatakan seluruh Lebanon akan terekspos jika mereka tidak bereaksi terhadap pembunuhan wakil ketua Hamas al-Arouri dan memperingatkan bahwa mereka “pastinya tidak akan dibiarkan tanpa reaksi dan hukuman”.
Militer Israel mengatakan sebelumnya telah mengidentifikasi sekitar 40 roket yang ditembakkan ke arah pangkalan pengawasan udara Meron. Mereka mengatakan telah merespons dengan menyerang “sel teroris” yang ikut serta dalam peluncuran tersebut. Belum ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan.
Sirene serangan udara berbunyi di kota-kota besar dan kecil di Israel utara, kemudian juga terdengar di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.

Foto: Anak-anak Palestina memegang panci saat mereka mengantri untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal, di tengah kekurangan pasokan makanan, saat konflik antara Israel dan Hamas berlanjut, di Rafah di selatan Jalur Gaza 14 Desember 2023. (REUTERS/SALEH SALEM).

Gaza Dilanda Kelaparan
Menurut kepala bantuan darurat PBB Martin Griffiths, kelaparan akan segera tiba ketika masyarakat di Gaza menghadapi tingkat kerawanan pangan tertinggi yang pernah tercatat. Ia memandang Gaza telah mejadi tempat kematian dan keputusasaan.
Hal itu dikatan Griffiths berdasarkan angka kematian puluhan ribu orang, serangan terhadap fasilitas medis dan kurangnya fungsi rumah sakit.
“Harapan tidak pernah sesulit ini,” tambahnya, dikutip dari CNN International, Sabtu (6/1/2024).
Di samping itu, Griffiths mengatakan bencana kesehatan masyarakat terjadi ketika penyakit menular menyebar di tempat penampungan yang penuh sesak dan selokan meluap. Ia menyampaikan sekitar 180 perempuan Palestina “melahirkan setiap hari di tengah kekacauan ini.”
“Gaza menjadi tidak bisa dihuni. Rakyatnya setiap hari menyaksikan ancaman terhadap keberadaan mereka – sementara dunia terus menyaksikannya,” kata Griffiths dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
Korban Jiwa Tembus 22.000
PBB telah memperingatkan bahwa Gaza menjadi “tidak dapat dihuni”. Ini imbas dari serangan Israel yang tak kunjung berhenti setelah tiga bulan, dan telah menewaskan lebih dari 22.600 warga Palestina dan hampir 58.000 orang terluka.
Badan anak-anak PBB memperingatkan bahwa bentrokan, kekurangan gizi dan kurangnya layanan kesehatan telah menciptakan “siklus mematikan yang mengancam lebih dari 1,1 juta anak” di Gaza.
RS Al-Shifa Buka Kembali
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa rumah sakit Al-Shifa, yang terbesar di Gaza, hampir tidak berfungsi sejak pertengahan November. Itu terjadi ketika rumah sakit tersebut dikepung oleh pasukan Israel dan terputus dari aliran listrik, menyebabkan puluhan pasien meninggal.
Kementerian itu menyerukan “lembaga-lembaga internasional untuk melakukan intervensi segera untuk melindungi dan mendukung kompleks tersebut dengan obat-obatan, bahan medis habis pakai, dan bahan bakar, dan untuk memfasilitasi pergerakan staf medis, yang terluka, dan yang sakit ke sana.”

Foto: Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan, di Vahdettin, kediaman pribadi Kepresidenan, di Istanbul, Turki, 6 Januari 2024. (REUTERS/Evelyn Hockstein/Pool)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan, di Vahdettin, kediaman pribadi Kepresidenan, di Istanbul, Turki, 6 Januari 2024. (REUTERS/Evelyn Hockstein/Pool)

AS Mulai Diplomasi, Cegah Konflik Meluas
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bertemu dengan para pemimpin Turki dan Yunani pada hari Sabtu waktu setempat. Pertemuan ini merupakan awal perjalanannya selama seminggu yang bertujuan untuk meredakan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah sejak perang Israel dengan Hamas dimulai pada bulan Oktober.
Mengutip Reuters, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan dan Blinken membahas perang dan krisis kemanusiaan di Gaza dan proses aksesi Swedia ke NATO. Blinken mengadakan pembicaraan sekitar dua jam dengan Fidan di Istanbul.
Diplomat paling senior pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden itu mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan di Istanbul dan kemudian dijadwalkan bertemu dengan Presiden Tayyip Erdogan, seorang kritikus keras tindakan militer Israel di Gaza.
Pembicaraan tersebut juga diharapkan membahas proses Turki dalam meratifikasi keanggotaan Swedia di NATO. Hal ini diungkapkan seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri yang melakukan perjalanan bersama Blinken.
Tur Blinken dalam beberapa hari mendatang akan mencakup negara-negara Arab, Israel, dan Tepi Barat. Di Tepi Barat, ia akan menyampaikan pesan bahwa Washington tidak menginginkan eskalasi konflik Gaza secara regional.
Palestina Mau Tentukan Nasibnya Sendiri
Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hussein al-Sheikh mengatakan pada hari Sabtu bahwa “masa depan Jalur Gaza ditentukan oleh rakyat Palestina, bukan Israel.”
Mengutip CNN International, pernyataan tersebut menyusul perdebatan di Israel mengenai rencana pembangunan Gaza setelah pertempuran selesai.
Menanggapi rencana pembangunan Gaza pasca perang, Al-Sheikh mengatakan, “Semua skenario yang diusulkan oleh politisi dan pemimpin pendudukan hanya akan membawa kegagalan. Mencapai solusi komprehensif dan penghapusan pendudukan adalah pilihan kami, program kami dan strategi kami.”
Sebagai komponen utama Otoritas Palestina, PLO menjalankan sebagian wilayah Tepi Barat. Kelompok ini digulingkan oleh Hamas dari Gaza pada tahun 2007
Sebagai informasi, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sebelumnya menguraikan rencana mengenai apa yang mungkin terjadi setelah perang dalam dokumen tiga halaman berjudul “Day After.”

Setelah perang, militer Israel akan mempertahankan “kebebasan bertindak operasional di Jalur Gaza” dan Israel akan terus “melakukan pemeriksaan barang yang memasuki” wilayah tersebut.
Gallant, anggota partai Likud yang berhaluan kanan-tengah pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa ketika tujuan perang telah tercapai maka “tidak akan ada kehadiran warga sipil Israel di Jalur Gaza.”
Hal itu mengesampingkan pembentukan pendudukan Israel di Gaza yang dihapuskan Israel secara sepihak pada tahun 2005. Menurut sebuah sumber, rencana tersebut memicu diskusi panas di dalam kabinet Israel.
Rencana Gallant pada hari Jumat dikritik oleh Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang bersama dengan Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir telah menganjurkan untuk memukimkan kembali warga Gaza di luar daerah kantong tersebut. Komentar mereka menuai kecaman dari Amerika Serikat, pejabat PBB dan beberapa negara Arab.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

11 Kabar Terbaru Perang Gaza, Israel Serang Sekolah-Ambulans

(dce)