ASN Tangerang Dituding Hamili Mahasiswi Magang dan Paksa Aborsi, Begini Klarifikasinya

 

PIKIRAN RAKYAT – Salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Tangerang, Izzuddin M ramai diperbincangkan di media sosial lantaran diduga tega melecehkan mahasiswi magang di kantornya. 

Tak hanya itu, Izzudin juga disebut-sebut meminta korbannya melakukan aborsi. Akibatnya,  korban menderita tuberkulosis atau TBC lantaran obat aborsi ilegal.

Kronologi Versi Korban

Berdasarkan keterangan korban, insiden tersebut terjadi pada April 2022. Saat itu, ia sudah menyelesaikan magang di kantor terduga pelaku. 

Ia diajak terduga pelaku untuk makan dan pergi menggunakan mobil kantor. Kemudian, ia dipaksa untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan.

Korban juga kembali mendapatkan tindakan pelcehan saat kembali ke kantor terduga pelaku untuk meminta tanda tangan laporan magang.  

Selama ini, ia pun ingin speak up tapi mendapatkan ancaman. 

Kasus Berujung Damai

Kasus yang viral di media sosial itu tak berlanjut. Sebab, kedua belah pihak sudah sepakat untuk damai.

Hal itu diketahui melalui video dalam akun X @dhemit_is_back yang diunggah pada Jumat, 9 Agustus 2024. Dalam video tersebut, Izzuddin membantah tudingan yang mengarah kepadanya. 

“Assalamualaikum wr.wb, saya Izzuddin M, ASN yang saat ini ramai dilaporkan bahwa saya melakukan berbagai macam tindak pidana dan pelecehan, saya klarifikasi kalau itu semua tidak benar, itu semua adalah fitnah,” katanya.

“Saya mohon untuk berbagai pihak yang telah menyebarkan (kasus) itu untuk me-takedown supaya tidak menjadi fitnah yang lebih luas lagi,” ujarnya melanjutkan. 

Aturan Baru Pemerintah Soal Aborsi

Pemerintah Indonesia memperbolehkan wanita hamil korban rudapaksa untuk melakukan aborsi. Aturan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang sudah diteken Presiden Jokowi pada 26 Juli 2024.

“Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana rudapaksa atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana,” kata keterangan dalam Pasal 116. 

Dalam Pasal 118 di PP yang sama, diatur bahwa kehamilan yang disebabkan oleh tindak rudapaksa harus dilengkapi dengan berbagai bukti.

“Dibuktikan dengan: a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan,” ujarnya.***