5 Tanda Perang Dunia 3 Makin Dekat, Bukan Cuma Rusia-Ukraina

12 March 2023, 18:00

Jakarta, CNBC Indonesia – Perang Dunia Ketiga (PD3) sudah diprediksi oleh ekonom Nouriel Roubini sejak tahun lalu. Pria yang dijuluki ‘Dr Doom’ alias ‘Dr Kiamat’ itu sempat mengumbarnya di forum publik ‘Yahoo Finance’s 2022 All Markets Summit’.
Menurut dia, salah satu biang keladinya adalah konflik Rusia-Ukraina. Selain itu, konflik nuklir Iran dan gesekan China untuk menaklukkan Taiwan juga menjadi faktor pendukung.
Profesor bisnis di Universitas New York itu juga berpendapat bahwa perang dingin sudah berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kondisinya bisa memanas karena Presiden Xi Jinping ingin menyatukan China dan Taiwan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ancaman lain yang disinggung peramal krisis ekonomi 2008 itu adalah rusuhnya Korea Utara (Korut) di semenanjung Korea.
Lantas, bagaimana faktanya sekarang? Berikut rangkuman pemberitaan panasnya dunia saat ini, dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber, Minggu (8/3/2023).

Perang Rusia-Ukraina
Perang Rusia dan Ukraina masih berlangsung dan makin panas. Pertempuran sengit terus terjadi, terutama di wilayah Bahkmut.
Kota itu kini disebut neraka total. Cadangan artileri kedua kubu pun mulai habis.
Bakhmut jadi prioritas Rusia karena dianggap sebagai ‘keuntungan besar’ dalam perang setahun terakhir. Yang mengkhawatirkan sejumlah pihak adalah pelatihan pilot Ukraina untuk tes menerbangkan pesawat serang di AS, termasuk jet tempur F-16.
Menurut dua pejabat kongres dan seorang pejabat senior AS, otoritas AS sudah menyetujui dilatihnya 10 pilot Ukraina. Mereka semua akan datang Maret ini.
Namun, AS menegaskan bahwa para penerbang tidak akan menerbangkan jet langsung. Mereka latihan dengan menggunakan simulator yang dapat meniru penerbangan berbagai jenis pesawat.
Sebelumnya, Rusia sudah memberi warning akan masifnya bantuan AS ke Ukraina. AS sejauh ini sudah memberikan sejumlah amunisi ke Ukraina, termasuk senjata canggih HIMARS.
Rusia juga membekukan perjanjian pengurangan senjata nuklir START (for Strategic Arms Reduction Treaty) yang dibuat dengan AS, sebagai tanggapan keras atas tindakan Washington dan NATO untuk Ukraina. Padahal perjanjian itu membatasi penggunaan senjata nuklirnya.
Mantan presiden Rusia dan yang juga sekutu Presiden Vladimir Putin, Dmitry Medvedev, mengatakan pasokan senjata Barat yang berkelanjutan ke Kyiv berisiko menimbulkan ‘bencana’ nuklir global. Ini akan memicu PD3.

Situasi Panas AS-China
Perseteruan geopolitik antara China dan AS makin meruncing. Bahkan, Beijing menyebut hubungan keduanya sedang menuju konflik yang tak terelakkan jika Washington tidak mengubah pendekatannya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Qin Gang mengatakan ini dikarenakan niatan AS yang dipandang sedang berusaha mengalahkan China. Alih-alih konflik militer, Qin menyebut konflik yang sedang dibangun Negeri Paman Sam adalah zero-sum game yang berarti satu pihak menang dan pihak sebelahnya mati.
Sejalan dengan itu, Presiden China Xi Jinping menyebut AS sedang melakukan tindakan penindasan terhadap China. Hubungan China-AS telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Upaya untuk memperbaikinya tergelincir awal tahun ini, ketika AS menembak jatuh apa balon yang diduga kuat sebagai mata-mata China. Negeri Tirai Bambu mengklaim balon itu merupakan alat penelitian dan AS bereaksi berlebihan.

Upaya Penyatuan China-Taiwan
Kemungkinan perang pecah di Asia kembali digaungkan. Kali ini terkait konflik China dan Taiwan.
Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng memperingatkan pulau itu untuk waspada ke militer China yang masuk tiba-tiba ke beberapa daerah dekat wilayahnya.
Warning muncul di tengah meningkatnya ketegangan militer di Selat Taiwan tahun ini.
Chiu mengatakan ada kemungkinan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mencari alasan untuk memasuki wilayah yang dekat dengan wilayah udara dan laut teritorial Taiwan.
Ini dapat terjadi saat pulau itu meningkatkan pertukaran militernya dengan AS, yang memicu kemarahan Beijing. Dia mengatakan PLA mungkin “masuk tiba-tiba” ke zona bersebelahan Taiwan dan mendekati ruang teritorialnya, yang didefinisikan pulau itu sebagai 22,2 km dari pantainya.
Sebagai informasi, China telah meningkatkan aktivitas militernya di sekitar Taiwan dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk serangan angkatan udara hampir setiap hari ke zona identifikasi pertahanan udara pulau itu.
Sejauh ini Taiwan belum melaporkan adanya insiden pasukan China memasuki zona tambahannya, yang berjarak 44,4 km dari garis pantainya. Namun, Taipei dilaporkan telah menembak jatuh pesawat tak berawak sipil yang memasuki wilayah udaranya di dekat sebuah pulau di lepas pantai China tahun lalu.
Taiwan berjanji untuk menggunakan haknya demi membela diri dan melakukan serangan balik jika angkatan bersenjata China memasuki wilayahnya. China tahun lalu menggelar latihan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya di sekitar Taiwan sebagai reaksi atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.
AS sendiri adalah pemasok senjata internasional paling penting bagi Taiwan. Meningkatnya dukungan AS untuk pulau demokrasi itu telah menambah ketegangan dalam hubungan AS-China yang sudah memanas.

Korut
Korut sudah sejak pekan lalu makin ‘gerah’ dengan musuh-musuhnya, termasuk AS yang melakukan latihan militer dengan Korea Selatan (Korsel) di perbatasan. Negeri Kim Jon Un menyebut tindakan itu sama saja dengan “eskalasi perang”.
Adik Pemimpin Korut Kim Jong Un, Kim Yo Jong, buka suara soal latihan itu. Perempuan yang dijuluki “wanita iblis” itu menegaskan negaranya siap mengambil tindakan luar biasa terkait latihan tersebut.
Kim terkenal keras dalam sikap militer Korut. Ia dijuluki demikian karena memerintahkan sejumlah eksekusi pejabat pemerintahan.
Kim mengatakan Korut akan menganggap setiap upaya AS mencegat rudal yang akan ditembakkannya sebagai “deklarasi perang yang jelas” terhadap negaranya.
Kim juga mempermasalahkan laporan tentang komandan Komando Indo-Pasifik AS, yang mengatakan bahwa Laksamana John Aquilino memperingatkan jika Korut menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) ke arah Pasifik, AS akan segera mencegatnya.
Kim belum lama ini juga mengancam bahwa Korut dapat menggunakan Pasifik sebagai “jarak tembak”, menanggapi latihan militer bersama oleh AS dan Korsel. Beberapa pengamat mengatakan Korut mungkin menembakkan ICBM pada lintasan standar menuju Samudera Pasifik.
Dalam pernyataan terpisah, kementerian luar negeri Korut memperbaharui seruannya kepada AS untuk menghentikan latihan militer gabungannya dengan Korsel. Mereka memperingatkan bahwa “konflik fisik yang kejam” dapat terjadi di Semenanjung Korea.
AS dan Korsel melakukan latihan udara gabungan yang melibatkan setidaknya satu pembom strategis B-52H berkemampuan nuklir. Sebelumnya, latihan serupa memobilisasi pengebom B-1B A.S.
Sekutu juga berencana untuk menggelar latihan Freedom Shield (FS), pelatihan pos komando yang disimulasikan komputer, dari 13-23 Maret mendatang. Ini sebagai upaya untuk meningkatkan pencegahan terhadap ancaman nuklir dan rudal Korut.

Gesekan Israel-Iran
Hubungan antara Israel dan Iran juga di titik kritis. Hal ini terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menganggap serangan ke fasilitas nuklir Iran sebagai sesuatu yang sah.
Dalam pertemuan kabinet, Netanyahu mengatakan opsi menyerang fasilitas nuklir Iran harus tetap berada dalam pemikiran Tel Aviv. Ia menyebut perkembangan Negeri Persia dalam teknologi uranium sebagai ancaman terhadap Israel.
Sebelumnya, Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi ditanya oleh seorang reporter tentang ancaman AS dan Israel untuk menyerang Iran. Tentunya jika Teheran tidak setuju untuk mengekang program nuklirnya. Ia mengatakan setiap serangan militer terhadap fasilitas nuklir dilarang, di luar struktur normatif yang patut dipatuhi.
Netanyahu mengatakan larangan seperti itu tidak berlaku untuk Israel. Ia bahkan menyebut pernyataan Grossi adalah sesuatu yang tidak layak bagi negaranya.
Perjalanan Grossi ke Teheran sendiri terjadi setelah pejabat Iran setuju untuk memulihkan akses pengawas PBB ke beberapa alat pengawasan fasilitas nuklir negara itu. IAEA juga diberikan peningkatan inspeksi di situs nuklir Fordo, serta kegiatan verifikasi dan pemantauan tambahan.
Teheran membantah memiliki ambisi untuk memperoleh senjata nuklir. Negeri Para Mullah itu menandatangani kesepakatan dengan AS dan kekuatan dunia lainnya pada tahun 2015, yang menjadi persetujuan untuk memberlakukan pembatasan pada industri nuklirnya, termasuk pengayaan uranium.
Perjanjian ini timbul setelah beberapa negara menyatakan perkembangan nuklir Iran sebagai ancaman. Namun, Washington mengingkari perjanjian pada tahun 2018, ketika Presiden AS saat itu, Donald Trump, menegaskan akan menerapkan “tekanan maksimum” melalui sanksi terhadap Iran untuk menahan program nuklirnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Ramalan Baba Vanga Tentang Perang Dunia 3, Berani Baca?

(tib)