Tag: Kim Jong Un

  • Korea Utara Kembali Luncurkan Rudal Balistik

    Korea Utara Kembali Luncurkan Rudal Balistik

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) kembali meluncurkan rudal balistik dari wilayahnya pada Jumat (7/11) waktu setempat. Peluncuran terbaru Pyongyang ini terjadi sepekan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyetujui rencana Seoul untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir.

    Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS), seperti dilansir AFP, Jumat (7/11/2025), mendeteksi aktivitas peluncuran terbaru negara tetangganya tersebut, dan menyebut rudal balistik yang tidak teridentifikasi jenisnya itu diluncurkan ke perairan Laut Timur atau Laut Jepang.

    “Korea Utara menembakkan rudal balistik tak teridentifikasi ke arah Laut Timur,” ujar JCS dalam pernyataannya.

    Aktivitas balistik terbaru Korut itu dilakukan sepekan setelah Trump mengumumkan bahwa Korsel akan membangun kapal selam di AS, di mana teknologi nuklir buatan Washington merupakan salah satu rahasia militer yang paling sensitif dan dijaga ketat.

    Tidak seperti kapal selam bertenaga diesel, yang harus muncul ke permukaan laut secara teratur untuk mengisi ulang baterainya, kapal selam bertenaga nuklir dapat bertahan di dalam air jauh lebih lama.

    Para analis mengatakan bahwa pengembangan kapal selam bertenaga nuklir akan menandai lompatan signifikan dalam basis industri Angkatan Laut dan pertahanan Korsel, bergabung dengan sekelompok kecil negara yang telah memiliki kapal selam jenis tersebut.

    Sejauh ini, menurut laporan media dan analisis, hanya AS, Australia, China, Rusia, India, Prancis, dan Inggris yang telah beralih ke kapal selam bertenaga nuklir.

    Kantor kepresidenan Korsel mengatakan bahwa Seoul membutuhkan persetujuan Washington karena membutuhkan bahan baku yang diperlukan untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir, yang dibatasi untuk penggunaan militer.

    Sejak pertemuan puncak antara pemimpin Korut Kim Jong Un dan Trump pada tahun 2019 lalu berujung kegagalan terkait masalah denuklirisasi dan pencabutan sanksi, Pyongyang telah berulang kali mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Awal pekan ini, Korut menembakkan sejumlah roket artileri saat Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth berkunjung ke Korsel. Rentetan roket artileri itu ditembakkan oleh Pyongyang ke Laut Kuning sekitar satu jam sebelum Hegseth mengunjungi area perbatasan kedua negara.

    Sementara pekan lalu, Korut melakukan uji coba rudal jelajah di lepas pantai barat Semenanjung Korea, sebelum Trump mendarat di Korsel. Pyongyang pada saat itu menyebut uji coba rudal itu menjadi pesan untuk “musuh-musuhnya”.

    Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Korut, Pak Jong Chon, yang mengawasi uji coba rudal pada saat itu mengatakan bahwa “keberhasilan penting” sedang dicapai dalam pengembangan “kekuatan nuklir” Korut sebagai pencegah perang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Jakarta

    Presiden Donald Trump yang ingin memulai babak baru aliansinya dengan Asia Timur, mendukung gagasan Korea Selatan untuk membangun dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir. Dia menambahkan bahwa kapal pertama akan dibuat di AS.

    “Korea Selatan akan membangun Kapal Selam Bertenaga Nuklirnya di Philadelphia,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    Seoul menyambut gembira keputusan ini. Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back mengatakan dalam pertemuan parlemen yang digelar bersamaan dengan pengumuman Trump itu bahwa kapal selam bertenaga nuklir akan berdampak signifikan memperkuat militer Korsel.

    Saat ini, Korea Selatan mengoperasikan kapal selam konvensional bertenaga hibrid – diesel dan listrik. Namun menurut Ahn, kapal selam bertenaga nuklir akan menawarkan kecepatan dan daya jelajah yang lebih baik untuk menandingi kemampuan kapal selam tempur nuklir Korea Utara.

    Meskipun Pyongyang belum memberikan komentar resmi, para analis mengatakan bahwa rezim Kim Jong Un hampir pasti akan bereaksi dengan marah dan kemungkinan besar mengumumkan langkah balasan terhadap keputusan Korea Selatan.

    Korea Selatan memasuki era perlombaan senjata

    Para ahli memperingatkan bahwa Korea Utara dan Selatan kini dengan cepat meningkatkan perlombaan senjata, sementara negara-negara lain di Asia Timur Laut lainnya terpantau turut menambah anggaran pertahanan mereka.

    “Tidak diragukan lagi, kita sudah berada dalam era perlombaan senjata,” kata Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional di Universitas Kookmin, Seoul.

    “Trump tampaknya tidak henti mengatakan bahwa ia sudah jemu dengan sekutu-sekutu parasitnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang. Ia bisa mengumumkan bahwa AS akan hengkang dari sekutunya kapan saja,” tambah Lankov.

    Bagi kedua negara, lanjut Lankov, hal itu akan menjadi ancaman. Terutama Korsel yang berbatasan langsung dengan musuh bersenjata nuklir yang berulang kali menyerangnya di masa lalu.

    “Sehingga sangat wajar jika Seoul meningkatkan kemampuan militernya secara drastis dan mungkin juga mengembangkan senjata nuklir,” tambahnya.

    Lankov juga menyoroti faktor kedua yakni perkembangan militer Korea Utara yang sangat cepat selama satu dekade terakhir, termasuk keberhasilan mengembangkan rudal balistik antarbenua dengan bahan bakar padat dan memperluas arsenal hulu ledak nuklirnya.

    Kemajuan militer tersebut didukung oleh Rusia. Moskow diperkirakan telah memasok Pyongyang dengan reaktor miniatur untuk mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir.

    Faktor ketiga yang tak terhindarkan, menurut Lankov, adalah Cina yang berupaya menguatkan kekuatan militernya dan melengkapinya dengan sistem persenjataan yang paling mutakhir.

    Pyongyang unjuk kekuatan jelang kunjungan Trump

    “Cina ingin menegaskan perannya di Asia Timur sebagai pusat kekuatan utama yang tidak dapat ditantang siapa pun,” kata Lankov.

    Sementara itu, menurut Lankov, AS tampak semakin ingin mengurangi keterlibatannya di kawasan meski beberapa pasukan AS masih bertahan di Semenanjung Korea.

    Ancaman terhadap Korea Selatan semakin serius karena aliansi Pyongyang yang semakin erat dengan Rusia serta kekerabatan lamanya dengan Cina. Aliansi tersebut memungkinkan Pyongyang bertindak lebih agresif.

    Bahkan rezim Korea Utara menguji rudal hipersonik seminggu sebelum kedatangan Trump di Korea Selatan jelang forum APEC pada 1 November lalu serta menembakkan sejumlah rudal jelajah sesaat sebelum kedatangan Trump.

    Pyongyang juga meluncurkan rudal dan artileri pada Senin (3/11) saat Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengunjungi Zona Demiliterisasi (DMZ).

    Taipei dan Tokyo meningkatkan anggaran Pertahanan

    Masih di kawasan, Cina sedang melakukan uji kapal induk ketiganya, Fujian, dan semakin sering menguji pertahanan udara dan laut negara tetangganya. Jepang di sekitar Kepulauan Okinawa serta Filipina di Laut Cina Selatan.

    Beijing juga memiliki ambisi jangka panjang untuk mengambil alih Taiwan, yang dianggapnya sebagai bagian dari provinsinya yang memisahkan diri. Taipei kini meningkatkan anggaran pertahanan, termasuk pembelian 66 jet tempur F-16V dan bom luncur dari AS.

    Jepang mulai secara signifikan membangun sistem pertahanannya, mengucurkan investasi besar pada pertahanan laut dan udara dengan rudal baru yang canggih, pasukan kapal selam yang lebih besar, serta drone laut dan udara.

    Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan kepada Trump dalam pertemuan mereka di Tokyo akhir Oktober lalu bahwa Jepang akan meningkatkan pengeluaran pertahanan dari 1% menjadi 2% dari PDB pada awal tahun fiskal berikutnya (1 April).

    Jepang juga menandatangani kesepakatan untuk memasok Australia dengan 11 fregat kelas Mogami dan tengah bernegosiasi dengan Selandia Baru untuk kesepakatan serupa.

    Selain itu, Tokyo juga sepakat untuk memberikan Filipina pesawat patroli pantai dan sistem radar canggih guna membantu Manila memantau kapal-kapal Cina di Laut Cina Selatan.

    Masa damai di Asia Timur mulai berakhir

    Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di kampus Seoul Universitas Troy, mengatakan bahwa negara-negara Asia telah menikmati masa damai selama beberapa dekade, namun masa-masa mungkin akan perlahan berakhir.

    Pinkston menjelaskan kepada DW bahwa banyak negara Asia Timur kini memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk meningkatkan kekuatan militer mereka.

    Ia juga memperingatkan bahwa pembelian kapal selam bertenaga nuklir dapat menjadi langkah awal bagi Korsel untuk memperoleh senjata nuklir, meskipun Seoul secara resmi mendukung Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    “Kita tidak pernah bisa menduga detail kesepakatan yang dibuat Trump atau apa yang akan dia usulkan selanjutnya,” kata Pinkston, menyinggung dukungan mendadak presiden AS terhadap rencana kapal selam bertenaga nuklir Korsel.

    “Namun apakah berarti Korsel akan bergerak sendirian?” tanyanya.

    Menurut Pinkston, Korea Selatan berencana membeli uranium yang diperkaya dari AS untuk reaktor kapal selam bertenaga nuklir. Korsel juga sudah memiliki fasilitas dan teknologi nuklir sendiri, sehingga bisa saja ia memperkaya bahan bakar nuklirnya. Langkah berikutnya, Korsel bisa mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, katanya.

    “Jika kapal-kapal selam itu dirancang untuk membawa rudal dengan hulu ledak konvensional, maka itu tidak terlalu jauh dari rencana perancangan hulu ledak nuklir yang menurut Seoul penting bagi keamanan nasionalnya. Korsel semakin mendekat ke rencana tersebut,” pungkas Pinkston.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    Tonton juga Video: Cekcok Dengan Eks Presiden Rusia, Trump Kirim 2 Kapal Selam Nuklir

    (ita/ita)

  • Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) lagi-lagi mengirim pasukan tentara ke Rusia setelah invasi Moskow ke Ukraina. Pengiriman pasukan tentara Pyongyang ke Moskow ini masih mengandung tanda tanya.

    Korut dilaporkan telah mengirimkan lagi sekitar 5.000 tentaranya ke Rusia sejak September lalu. Pengiriman personel militer Pyongyang itu disebut untuk membantu “rekonstruksi infrastruktur” di Rusia.

    Informasi terbaru soal pengiriman tentara Korut itu, dilansir AFP, Rabu (5/11), diungkapkan oleh seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel), Lee Seong Kweun, setelah mendapatkan penjelasan dari badan intelijen Seoul (NIS) pada Selasa (4/11) waktu setempat.

    Pemimpin Korut Kim Jong Un disebut menjadi semakin berani dengan perang di Ukraina. Kim dilaporkan mengamankan dukungan penting dari Moskow setelah mengirimkan ribuan tentaranya untuk bertempur bersama pasukan militer Rusia.

    Saat berbicara kepada wartawan, Lee mengatakan bahwa ribuan tentara Korut kembali dikerahkan ke Rusia secara bertahap untuk misi “rekonstruksi infrastruktur”.

    “Sekitar 5.000 tentara konstruksi Korea Utara telah dipindahkan ke Rusia secara bertahap sejak September dan diperkirakan akan dimobilisasi untuk rekonstruksi infrastruktur,” sebutnya.

    Lee menambahkan bahwa “tanda-tanda berkelanjutan untuk pelatihan dan seleksi personel dalam persiapan pengerahan pasukan tambahan telah terdeteksi”.

    Badan intelijen Korsel mengatakan kepada para anggota parlemen, menurut Lee, bahwa sekitar 10.000 tentara Korut diperkirakan saat ini dikerahkan ke dekat perbatasan Rusia-Ukraina.

    2.000 Tentara Korut Tewas dalam Perang Rusia-Ukraina

    Pada September lalu, Badan intelijen Korsel melaporkan sekitar 2.000 tentara Korut diperkirakan tewas setelah dikerahkan untuk membantu Rusia bertempur melawan Ukraina. NIS, dilansir AFP, Selasa (2/9), melaporkan pada April lalu bahwa “jumlah korban perang setidaknya 600 perang”.

    “Namun, berdasarkan penilaian terbaru, kini diperkirakan jumlahnya sekitar 2.000 tentara,” kata anggota parlemen Korsel, Lee Seong Kweun, saat berbicara kepada wartawan setelah mendapatkan pengarahan intelijen terbaru dari NIS.

    Badan-badan intelijen Korsel dan Barat mengatakan bahwa Korut mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke wilayah Rusia pada tahun 2024, terutama ke wilayah Kursk. Pyongyang juga diduga telah mengirimkan peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh.

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dengan keluarga tentara yang berpartisipasi dalam operasi militer di luar negeri, di Pyongyang, Korea Utara, dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada 30 Agustus 2025. (Reuters)

    Lee mengatakan bahwa NIS meyakini Korut berencana untuk mengerahkan 6.000 tentara dan teknisi tambahan ke Rusia, dengan sekitar 1.000 personel di antaranya telah tiba.

    “Diperkirakan dari rencana pengerahan ketiga 6.000 tentara baru-baru ini, sekitar 1.000 teknisi tempur telah tiba di Rusia,” ungkapnya pada September lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/ygs)

  • Siaga Perang, Ini Gaya Kim Jong Un Sidak Markas Pasukan Khusus Korut

    Siaga Perang, Ini Gaya Kim Jong Un Sidak Markas Pasukan Khusus Korut

    HOME

    MARKET

    MY MONEY

    NEWS

    TECH

    LIFESTYLE

    SHARIA

    ENTREPRENEUR

    CUAP CUAP CUAN

    CNBC TV

    Loading…

    `

    $(‘#loaderAuth’).remove()
    const dcUrl=”https://connect.detik.com/dashboard/”;

    if (data.is_login) {
    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    My Profile

    Logout

    ${suffix}
    `);

    $(“#alloCardIframe”).iFrameResize();

    } else {
    prefix = “

    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    REGISTER

    LOGIN
    ${suffix}
    `);
    }
    }

  • Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Seoul

    Korea Utara (Korut) menembakkan sejumlah roket artileri saat Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth berkunjung ke Korea Selatan (Korsel). Rentetan roket artileri itu ditembakkan oleh Pyongyang ke Laut Kuning sekitar satu jam sebelum Hegseth mengunjungi area perbatasan kedua negara.

    Korut, menurut Kepala Staf Gabungan militer Korsel (JCS), seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025), juga menembakkan senjata serupa beberapa menit sebelum Presiden Korsel Lee Jae Myung melakukan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu.

    JCS dalam pernyataannya melaporkan bahwa pihaknya baru-baru ini “mendeteksi sekitar 10 roket artileri yang ditembakkan ke bagian utara Laut Barat” — sebutan Seoul untuk Laut Kuning.

    Rentetan roket artileri itu, menurut JCS, ditembakkan sekitar pukul 15.00 waktu setempat pada Sabtu (1/11) dan sekitar pukul 16.00 waktu setempat pada Senin (3/11).

    “Detail proyektil tersebut sedang dianalisis secara cermat saat ini oleh otoritas intelijen Korea Selatan dan AS,” sebut JCS.

    Hegseth mengunjungi perbatasan yang dijaga ketat yang memisahkan Korsel dan Korut pada Senin (3/11) waktu setempat. Kunjungan itu menjadikan Hegseth sebagai pemimpin Pentagon pertama dalam delapan tahun terakhir yang melakukannya.

    Dia juga mengunjungi Panmunjom, desa gencatan senjata simbolis yang menjadi tempat bagi pasukan kedua Korea saling berhadapan. Sebelum itu, Hegseth singgah di Post Pemantauan Ouellette yang menghadap ke Zona Demiliterisasi.

    Hegseth dan Menhan Korsel Ahn Gyu Back, menurut Kementerian Pertahanan Korsel, “menegaskan kembali postur pertahanan gabungan yang kuat dan kerja sama yang erat antara Korea Selatan dan Amerika Serikat”.

    Kunjungan Hegseth ke perbatasan Korea itu dilakukan setelah tawaran Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin Korut Kim Jong Un, selama turnya ke Asia pekan lalu, tidak mendapat respons dari Pyongyang.

    Namun, Trump telah mengindikasikan bahwa dirinya masih bersedia “kembali” untuk pertemuan mendatang dengan Kim Jong Un.

    Lihat juga Video: Geramnya Warga Korsel Atas Aksi Peluncuran Roket Korut yang Berulang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menghentikan operasi media yang menyiarkan berita ke Korea Utara, membuat puluhan ribu penduduk negara tersebut semakin terisolasi dari dunia luar.

    “Ini sangat buruk bagi rakyat Korea Utara dan jadi kemunduran yang sangat serius untuk hak asasi manusia di sana,” kata Kim Eu-jin, yang melarikan diri dari Korea Utara bersama ibu dan saudarinya pada tahun 1990-an.

    “Pemerintah menolak telak kebebasan rakyat Korea Utara untuk mengakses informasi, dan sekarang yang akan mereka dengar hanyalah propaganda Pyongyang,” ujarnya kepada DW.

    Warga Korea Utara sebelumnya bisa diam-diam mendengarkan Radio Free Asia (RFA) dan Voice of America (VOA) dari AS, serta siaran Voice of Freedom dari Korea Selatan. Aktivis mengatakan bahwa dengan mendengarkan siaran yang tidak diperbolehkan oleh rezim tersebut membantu warga Korea Utara bertahan menghadapi kesulitan.

    Kim mengatakan ia tidak pernah mendengarkan siaran radio asing sebelum melarikan diri dari Korea Utara karena terlalu berbahaya. Rezim di Pyongyang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk menangkap dan menghukum orang yang mengakses media asing. Dalam beberapa kasus, mereka yang tertangkap diadili secara terbuka dan dijatuhi hukuman kerja paksa. Dalam kasus ekstrem, bisa dijatuhi hukuman mati.

    Kim mengatakan pemerintah Korea Utara takut pada siaran ini dan dalam beberapa tahun ini kian serius memperingatkan dan mengancam mereka yang mendengarkan media asing tersebut.

    Mengapa siaran dihentikan?

    Sejak Donald Trump kembali memerintah di awal tahun, ia pun membungkam Voice of America dengan mengeluarkan perintah eksekutif untuk menghapus badan induk VOA, US Agency for Global Media. Ratusan staf kehilangan pekerjaan.

    Sistem pengeras suara besar di perbatasan yang sebelumnya menyiarkan berita dan musik pop Korea Selatan ke Korea Utara turut dibongkar.

    Pemerintah Korea Selatan mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan Korea Utara dengan harapan Pyongyang dapat membuka kembali negosiasi dengan Seoul. Namun, hingga saat ini belum ada indikasi positif dari harapan tersebut.

    Radio Free Asia: “Redaksi gelap, siaran dibungkam”

    Pada 29 Oktober, Rosa Hwang, pemimpin redaksi Radio Free Asia, menyatakan siarannya dihentikan karena “ketidakpastian pendanaan,” hal yang pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah untuk RFA yang telah mengudara selama 29 tahun.

    “Redaksi gelap. Mikrofon dimatikan. Siaran dibungkam. Penerbitan dihentikan. Di media sosial. Di situs web kami.”

    “Tanpa RFA Korea, 26 juta warga Korea Utara terisolasi rezim represif yang menentang kebebasan berbicara dan pers yang bebas akan kehilangan akses penting akan informasi independen,” katanya, sambil menyoroti liputan RFA yang berhasil memenangkan penghargaan, liputan tentang nasib para pembelot Korea Utara.

    Pada Oktober 2025, situs 38 North yang menganalisis seputar Korea Utara, mengeksplorasi dampak radio dan televisi yang disiarkan ke Utara dalam sebuah acara.

    Hasilnya menunjukkan bahwa siaran radio anti-rezim menurun sebesar 85% dan program televisi hampir hilang sepenuhnya sejak pemotongan oleh pemerintah AS dan Korea Selatan.

    Meskipun sulit menentukan berapa banyak orang yang telah dijangkau siaran tersebut, para analis menekankan ada usaha dan sumber daya yang dikerahkan rezim Kim Jong Un untuk memblokir penetrasi siaran-siaran tersebut.

    Korea Utara semakin mahir mengacaukan sinyal siaran. Pandemi virus COVID-19 telah membuat penyelundupan USB dan kartu memori jadi lebih sulit.

    Menurut para ahli yang hadir di acara 38 North, pembatasan yang diperketat dengan Undang-Undang Anti-Pemikiran dan Budaya Reaksioner yang disahkan pada 2020 menunjukkan betapa seriusnya Pyongyang menghadapi ancaman ini.

    ‘Menjadi perpanjangan tangan’ rezim

    “Saya yakin pemerintah Pyongyang sangat senang dengan perkembangan ini,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    “Menghentikan siaran ini berarti orang-orang di sana kini hanya memiliki media negara Korea Utara untuk didengar, dan mereka akan semakin sedikit mengetahui apa yang terjadi di dunia luar,” ujar sang professor kepada DW.

    “Saya bisa memahami keputusan pemerintah Korea Selatan yang tidak ingin ketegangan antar negara meningkat dan berharap membuka jalur komunikasi dengan Korea Utara, tapi pada saat yang sama, ini berarti orang-orang yang sudah hidup layaknya di ‘penjara’ kini memiliki akses informasi yang lebih sedikit.”

    Pembelot Korea Utara, Kim, mengatakan meskipun siaran asing tidak berperan besar dalam pembelotannya tiga dekade lalu, siaran itu kemudian menjadi alat penting melawan rezim.

    “Siaran itu mengajarkan orang di Korea Utara tentang hak asasi manusia,” katanya.

    “Itu memberi tahu mereka apa itu kebebasan. Bagi sebagian orang, hal itu membuat mereka berjuang untuk kebebasan itu dengan meninggalkan Korea Utara. Saya tidak mengerti mengapa kita justru ‘menjadi perpanjangan tangan’ rezim dengan menghentikan siaran ini.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Media Korea Utara Merilis Gambar Rudal Balistik Ketujuh

    (ita/ita)

  • Presiden Korsel Minta Tolong Xi Jinping Soal Kim Jong-un, Bilang Gini

    Presiden Korsel Minta Tolong Xi Jinping Soal Kim Jong-un, Bilang Gini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung punya permintaan khusus pada pimpinan China Xi Jinping. Dia ingin bantuan menghadapi negara tetangganya, Korea Utara.

    Pertemuan keduanya terjadi di Korea Selatan, dalam pertemuan tingkat tinggi pemimpin Asia Pasifik di Gyeongju. Ini juga jadi pertama kalinya Xi mengunjungi Korsel setelah 11 tahun.

    Lee berupaya mengurangi ketegangan dengan Korea Utara setelah duduk jadi presiden pada Juni lalu. Selain juga mengupayakan perkuatan hubungan dengan sekutu Amerika Serikat (AS).

    Khusus untuk China, Lee ingin juga tak ingin ada permusuhan. Selain itu keinginan untuk memperkuat komunikasi antar dua negara.

    “Sangat positif pada situasi di mana kondisi dengan Korea Utara yang mulai terbentuk,” kata Lee, mengacu pada pertemuan tingkat tinggi Korea Utara dan China baru-baru ini, dikutip dari Reuters, Sabtu (1/11/2025).

    “Harapan saya juga Korea Selatan dan China bisa memanfaatkan kondisi menguntungkan ini untuk memperkuat komunikasi strategis agar dapat melanjutkan dialog dengan Korea Utara,” imbuhnya.

    China juga menganggap penting hubungan dengan Korea Selatan. Sebelum pertemuan, Xi juga mengatakan Seoul sebagai mitra kerja.

    Korut diketahui sebagai sekutu yang cukup dekat dengan China. Belum lama ini, pemerintahan Kim Jong Un menolak agenda denuklirisasi yang diusulkan Korsel.

    Bahkan menyebut permintaan itu sebagai mimpi kosong, alias tak akan bisa terwujud. Ini bukan penolakan pertama dari Korut.

    Pyeongyang telah berulang kali dan menolak tawaran tetangganya. Memastikan pula tak akan ada pembicaraan antara dua negara.

    Upaya pendekatan bertahap yang diusulkan itu dimulai dengan keterlibatan dan pembekuan pengembangan senjata nuklir ke depannya.

    Sementara itu, Kim Jong-un memastikan mau berbicara dengan Amerika Serikat (AS). Asalkan tuntutan denuklirisasi dihentikan.

    Foto: Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung saling memandang selama pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan, 1 November 2025. (via REUTERS/YONHAP NEWS AGENCY)
    Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung saling memandang selama pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan, 1 November 2025. (Yonhap via REUTERS)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump-Kim Jong Un Terlihat Masih Ingin Akur, Apa Alasannya?

    Trump-Kim Jong Un Terlihat Masih Ingin Akur, Apa Alasannya?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengonfirmasi bahwa ia tidak akan bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, selama kunjungan dinasnya ke Asia. Alasannya: gagal “mengatur jadwal yang tepat.”

    Sehari sebelum Trump tiba di Korea Selatan untuk KTT APEC, Korea Utara menguji coba rudal jelajah di lepas pantai baratnya.

    Padahal, awal pekan ini Trump sempat menyatakan bahwa ia akan “senang sekali bertemu” Kim. Bahkan dia menawarkan diri untuk kembali mengunjungi Korea Utara.

    Sebelumnya, sekitar enam tahun lalu, Donald Trump mencetak sejarah dengan menjadi Presiden AS aktif pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara.

    Sepanjang masa jabatan pertamanya (20182019), ia tercatat bertemu dengan Kim Jong Un sebanyak tiga kali.

    Namun kini, alur komunikasi antara kedua negara tersebut diselimuti ketidakjelasan.

    Amerika Serikat kukuh pada tujuan utamanya, yaitu denuklirisasi total di Semenanjung Korea. Namun, Kim yang menolak itu dan terus mengembangkan senjata nuklirnya telah menganggap tuntutan ini sebagai “obsesi kosong” yang harus ditinggalkan Barat.

    “Mereka punya banyak senjata nuklir, tapi tidak banyak layanan telepon.”

    Meskipun demikian, bulan lalu, Kim secara mengejutkan mengumumkan niatnya untuk melanjutkan dialog dengan AS, seraya mengatakan ia memiliki “kenangan baik tentang Presiden Trump.”

    Korea Selatan telah menangguhkan kunjungan wisatawan ke “desa gencatan senjata” zona demiliterisasi, Panmunjom, tempat pertemuan Trump-Kim terakhir diadakan, pada tahun 2019. (Reuters)

    Meskipun pertemuan antara Trump dan Kim kali ini batal, beberapa analis meyakini Amerika Serikat kemungkinan besar akan tetap melanjutkan keterlibatan diplomatik dengan Korea Utara.

    Bukan rahasia lagi bahwa Presiden Trump, yang menampilkan dirinya sebagai pembawa perdamaian global, mengincar penghargaan Nobel Perdamaian.

    Awal pekan ini, dalam perhentian pertamanya di Asia, Trump mengunjungi Malaysia untuk ambil bagian dalam penandatanganan perjanjian damai antara Thailand dan Kamboja.

    Pada Juli lalu, kedua negara itu melakukan pertempuran yang terburuk dalam satu dekade, yang menewaskan puluhan orang.

    Mungkin Anda tertarik:

    Setelahnya, Trump mengklaim telah mengakhiri delapan perang dalam delapan bulan.

    “Saya tidak boleh menyebutnya sebagai hobi, karena ini jauh lebih serius, tetapi ini adalah sesuatu yang saya kuasai dan sukai,” ujarnya.

    “Akan ada dorongan untuk mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea, yang dapat dikatakan sebagai tempat ‘terpanas’ di Asia Timur Laut, menormalisasi hubungan AS dan Korea Utara, dan bahkan menyelesaikan isu nuklir Korea Utara,” kata Kim Jae-chun, profesor hubungan internasional dari Universitas Sogang.

    Cho Han-beom, peneliti senior di Korean Institute for National Unification, sependapat. Ia menyebut Korea Utara sebagai “kepingan puzzle terakhir” yang tersisa.

    “Bahkan jika masalahnya tidak terselesaikan sepenuhnya, hal itu bisa menjadi jalan pintas menuju Hadiah Nobel Perdamaian karena dapat membangun citra bahwa masalah keamanan utama telah teratasi,” jelasnya.

    Pada September 2025, Kim terlihat bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping selama parade militer China. (Reuters)

    Korea Utara telah muncul dalam posisi yang lebih kuat sejak pertemuan terakhir antara Trump dan Kim pada 2019.

    “Rezim Korea Utara telah memasuki periode stabilitas,” ujar Profesor Kang In-deok dari Universitas Kyungnam, yang pernah menjabat sebagai Menteri Unifikasi Korea Selatan pada akhir 1990-an.

    Pada September 2025, Kim Jong Un tertangkap kamera bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin China Xi Jinping, selama parade militer China yang memperingati 80 tahun kemenangan atas Jepang di Perang Dunia II.

    Ini adalah penampilan publik pertama ketiga pemimpin tersebut secara bersamaan.

    Korea Utara telah menjalin aliansi militer dengan Rusia. Tahun lalu, kedua negara yang dikenai sanksi oleh Barat itu menandatangani perjanjian pertahanan bersama.

    Mereka sepakat untuk “segera memberikan bantuan militer dan bantuan lain dengan menggunakan semua sarana yang tersedia” jika salah satu menghadapi agresi.

    Pada Januari 2025, pejabat Barat melaporkan kepada BBC bahwa Korea Utara telah mengirim sekitar 11.000 tentara untuk berperang bagi Rusia di Ukraina.

    Sebagai imbalannya, Korea Utara diperkirakan akan menerima bantuan finansial dan teknologi.

    Sementara itu, hubungan ekonomi Pyongyang dengan China juga menguat secara signifikan. Data bea cukai China menunjukkan, perdagangan antara kedua negara meningkat sebesar 33%, mencapai US$1,05 miliar pada paruh pertama tahun 2025.

    Para analis menyebut China sempat menjaga jarak dari Korea Utara karena hubungan militernya yang semakin mendalam dengan Rusia.

    Namun, kini, dengan Washington dan Seoul yang kembali menunjukkan minat untuk memperbaiki hubungan dengan Pyongyang, Beijing tampaknya juga berusaha merapatkan barisan.

    Dalam tatanan dunia yang baru ini, dibandingkan dengan 2018 dan 2019, prospek pencabutan sanksi AS telah kehilangan sebagian urgensinya bagi Korea Utara, ujar Profesor Kang.

    Reportase dan penyuntingan tambahan oleh Grace Tsoi dan Olga Sawczuk, BBC World Service

    (ita/ita)

  • Lengkap 4 Halaman! Hasil Trump ke Asia: Malaysia-Jepang-Korsel-China

    Lengkap 4 Halaman! Hasil Trump ke Asia: Malaysia-Jepang-Korsel-China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melakukan kunjungan kerja luar negeri terpanjang dalam sembilan bulan masa jabatannya. Meski, di dalam negeri, ia menghadapi kondisi ekonomi yang kompleks dan penutupan (shutdown) pemerintahan yang berkepanjangan.

    Para pemimpin dunia menghujaninya dengan hadiah dan perlakuan istimewa selama lawatannya yang singkat ke tiga negara di Asia, Malaysia, Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Puncaknya, ia pun bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, di Busan, yang sepertinya mengindikasikan adanya “gencatan senjata” perang dagang kedua negara.

    Lalu apa saja lengkapnya? Berikut rangkuman CNBC Indonesia, Jumat (31/10/2025).

    Trump mengunjungi Malaysia sebagai negara pembuka kunjungan kenegaraan, 26 Oktober, di sela-sela KTT ASEAN. Dalam waktu enam jam mendarat di Kuala Lumpur, Trump mengumumkan perjanjian perdagangan dengan empat negara, bertemu dengan para pemimpin regional, dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, yang mengatakan tim mereka akan segera memulai pembahasan tarif

    Trump menjadi saksi dalam kesepakatan perdamaian lebih luas antara Kamboja dan Thailand. Dalam sebuah upacara di Kuala Lumpur, Trump, mengatakan bahwa perjanjian tersebut menunjukkan upaya pemerintahannya untuk mencapai perdamaian “di setiap kawasan di manapun ia bisa melakukannya”.

    “Pemerintahan saya segera mulai bekerja untuk mencegah konflik meningkat,” kata Trump di sela-sela penandatanganan yang bertema “Delivering Peace” tersebut.

    Di Malaysia, sebenarnya para negosiator perang dagang AS dan China bertemu. Ini untuk mencegah eskalasi lebih lanjut pasca Trump mengancam menaikkan tarif ke beijing hingga 100% karena kebijakan pembatasan mineral kritis logam tanah jarang (rare earth) China.

    Para negosiator AS mengatakan pertemuan tersebut telah membangun “kerangka kerja yang sukses”. Ini penting untuk memuluskan pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping di KTT APEC di Korea Selatan (Korsel), 30 Oktober.

    “Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan dengan Tiongkok,” kata Trump kepada para wartawan, sementara negosiator perdagangan utama Beijing, Li Chenggang, mengatakan konsensus awal telah dicapai setelah “konsultasi yang sangat intensif”.

    Dalam beberapa jam setelah mendarat di Malaysia, Trump dan Gedung Putih telah mengumumkan enam perjanjian perdagangan dengan empat negara. Beberapa di antaranya di luar dugaan, termasuk kesepakatan yang melibatkan rare earth dengan Thailand dan Malaysia, di tengah tekanan China.

    Malaysia setuju untuk tidak melarang atau memberlakukan kuota ekspor mineral penting atau unsur tanah jarang ke AS. Namun keduanya tidak merinci apakah janji Malaysia berlaku untuk logam tanah jarang mentah atau olahan.

    Trump juga mengumumkan kerangka kerja terperinci menuju kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Kamboja dan Thailand. Sementara Gedung Putih mengatakan kesepakatan telah dicapai dengan Vietnam untuk memungkinkan eksportir di kedua negara mendapatkan akses “yang belum pernah terjadi sebelumnya” ke pasar masing-masing.

    “Pesan kami kepada negara-negara Asia Tenggara adalah bahwa Amerika Serikat 100% bersama Anda dan kami bermaksud untuk menjadi mitra yang kuat untuk banyak generasi,” kata Trump.

    Dalam sebuah keterangan Gedung Putih, AS akan mempertahankan tarif sebesar 19% untuk sebagian besar ekspor dari Malaysia, Thailand, dan Kamboja, sementara tarif 20% untuk Vietnam juga akan dipertahankan. Dalam semua perjanjian, tarif tersebut dapat dihapuskan jadi 0% untuk produk-produk tertentu.

    Trump juga melakukan pertemuan dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva di Malaysia. Disebut bahwa Lula akan berupaya menurunkan tarif 50% yang diberlakukan oleh Washington atas barang-barang Brasil di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan.

    Dalam sebuah unggahan di X, setelah bertemu dengan Trump, ia mengatakan tim dari kedua negara “akan segera bertemu”.

    Berbicara bersama Lula, Trump menyatakan keyakinannya untuk mencapai “beberapa kesepakatan yang cukup baik bagi kedua negara”.

    Timor Leste menjadi anggota ke-11 ASEAN, Minggu. Ini setelah penantian selama 14 tahun.

    Timor-Leste, negara berpenduduk 1,4 juta jiwa ini termasuk di antara negara-negara termiskin di Asia dan berharap mendapatkan keuntungan dari integrasi ekonominya yang masih berkembang. Ekonomi Timor Leste sendiri terdata US$2 miliar (Rp 33 triliun) hanya mewakili sebagian kecil dari PDB kolektif ASEAN yang mencapai US$3,8 triliun.

    “Ini bukan hanya mimpi yang terwujud, tetapi juga penegasan yang kuat atas perjalanan kami,” ujar Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.

    Setelah Malaysia, Trump melakukan kunjungan ke Jepang bertemu dengan PM Sanae Takaichi. Kunjungan Trump masih bagian dari rangkaian lawatan di Asia, KTT ASEAN di Malaysia dan KTT APEC di Korsel.

    Kunjungan Presiden AS tersebut merupakan ujian diplomatik besar bagi Takaichi, yang baru menjabat selama seminggu. Namun trump tampak senang dengan hasil yang didapat.

    Lalu apa saja yang dilakukan? Berikut rangkumannya:

    1.Hadiah Nobel Perdamaian untuk Trump

    Dalam kunjungan ke Jepang Takaichi tak henti-henti memuji Trump. Ia mengatakan sangat terkesan dan menyebutnya zaman emas.

    “Saya sangat terkesan dan terinspirasi oleh Anda,” ujar Takaichi kepada Trump saat mereka bertemu, “dikutip AFP.

    “Zaman keemasan baru bagi aliansi Jepang-AS,” tambahnya.

    Takaichi juga mengumumkan dalam kunjungan tersebut bahwa ia akan menominasikan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian. Sejak kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan keduanya pada bulan Januari, Trump telah berulang kali menegaskan bahwa ia pantas menerima hadiah tersebut atas perannya dalam menyelesaikan berbagai konflik.

    2.Diplomasi Topi Bisbol

    Diplomasi Takaichi cukup menarik saat kedatangan Trump. Ia menggunakan bisbol dan topi bisbol, untuk menarik hati Trump.

    Semula ia menyinggung kesukaannya dengan bisbol ke Trumo saat menjelaskan bahwa ia sedang menonton pertandingan World Series, yang juga menampilkan pemain bintang Jepang, Shohei Ohtani. Keduanya pun menandatangani topi hitam bertuliskan “Jepang kembali”, yang mengingatkan pada topi kampanye Trump, “Make America Great Again”.

    3.Politik Daging Sapi AS

    Jepang juga apik dalam mengambil hati Trump di sektor makanan. Menu makan siang pertemuan, mampu diramu secara apik oleh Tokyo, yang cermat memadukan produk AS dengan bahan-bahan Jepang.

    Sebagai hidangan pembuka, para tamu disuguhi “risotto keju beras AS dengan ayam”. Sementara hidangan utama adalah “steak strip New York dengan saus dan sayuran hangat dari kota Nara di Jepang selatan”, kampung halaman Takaichi.

    Jadi, demi Trump, Jepang tak menyajikan makanan tradisional. Tetapi dibuat khusus untuk menarik minat sosok 79 tahun itu, merujuk produk pertanian Amerika dan dukungannya bagi para petani AS, di Jepang.

    4.Belanja Pertahanan Naik 2%

    Trump selama bertahun-tahun mengeluh bahwa sekutu AS di Asia, termasuk Jepang, tidak cukup membelanjakan dana untuk pertahanan mereka sendiri. Ia bahkan mendesak mereka untuk membayar lebih untuk kehadiran militer AS di wilayah mereka.

    Beberapa hari sebelum kedatangan Trump, Takaichi mengatakan kepada parlemen Jepang bahwa target Tokyo untuk membelanjakan 2% dari produk domestik bruto (PDB) untuk pertahanan akan tercapai tahun fiskal sekarang. Ini setahun lebih awal dari yang direncanakan.

    Jepang juga telah berkomitmen untuk memperoleh kemampuan serangan balik termasuk rudal jelajah Tomahawk dari AS. Hal itu bagian dari kontrak yang ditandatangani pada Januari 2024.

    5.Kesepakatan Pasokan Mineral Penting dan Tanah Jarang (rare earth)

    Tokyo menandatangani kesepakatan penting dengan Washington untuk “mengamankan” pasokan mineral penting dan tanah jarang (rare earth). Berdasarkan perjanjian tersebut, AS dan Jepang akan “bersama-sama mengidentifikasi proyek-proyek yang menarik untuk mengatasi kesenjangan dalam rantai pasokan mineral penting dan tanah jarang”.

    Hal ini terjadi di saat AS berupaya meningkatkan akses ke mineral penting dengan China yang memperketat kontrol terhadap tanah jarang. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini secara virtual memonopoli rare earth, yang penting untuk segala hal mulai dari peralatan rumah tangga hingga mobil, energi, dan bahkan senjata.

    6.Perjanjian Kerja Sama Lain

    Perjanjian kerja sama lainnya ditandatangani pada hari Selasa antara Tokyo dan Washington di bidang pembuatan kapal. Sebuah sektor di mana Jepang dan negara tetangganya, Korsel juga sedang berupaya untuk menantang dominasi China.

    7.Hadiah Bola Golf Emas buat Trump

    Takaichi memiliki kartu AS lain yang ia simpan. Yakni hubungannya dengan mentornya, mantan perdana menteri Shinzo Abe, yang dibunuh pada tahun 2022 dan menjadi dekat dengan Trump selama masa jabatan pertamanya.

    Ia berterima kasih kepada Trump atas “persahabatan abadi” dengan Abe dan kemudian menghadiahkannya sebuah tongkat golf yang digunakan oleh mendiang perdana menteri tersebut. Olahraga ini merupakan hasrat bersama Trump dan Abe, dan keduanya bertemu beberapa kali di lapangan golf.

    Presiden AS pun juga bertemu dengan janda politisi tersebut, Akie Abe. Tokyo juga memberikan bola golf berlapis emas ke Trump.

    Hal 3>>>> Korsel

    Korsel menjadi penutup perjalanan Trump. Meskipun tak menghadiri KTT APEC, sejumlah hal penting diputuskan Trump di Korsel, termasuk bertemu dengan Xi Jinping.

    Lalu apa saja yang Trump dapatkan?

    1.Diberi Mahkota Emas

    Korsel menyambut Trump pada hari Rabu dengan replika mahkota emas dan menganugerahinya “Grand Order of Mugunghwa”, penghargaan tertinggi negara itu. Kantor Presiden Korsel Lee Jae Myung mengatakan penghargaan diberikan sebagai pengakuan atas peran Trump sebagai “pembawa perdamaian” di semenanjung Korea.

    Penghargaan Grand Order of Mugunghwa dinamai sesuai bunga nasional Koreel, kembang sepatu merah muda. Trump merupakan Presiden AS pertama yang menerima penghargaan tersebut.

    “Saya ingin memakainya sekarang juga,” kata Trump saat menerima penghargaan gemerlap tersebut.

    2.Pangkas Tarif Korsel 15%

    Trump resmi memangkas tarif impor Korsel menjadi 15%. Trump menyebutnya sebagai “perjanjian dagang yang penuh dan menyeluruh”.

    Keringanan tarif diumumkan sehari sebelum tenggat waktu 1 Agustus yang ditetapkan pemerintah AS bagi negara-negara mitra dagang, untuk mencapai kesepakatan atau menghadapi tarif lebih tinggi. Perlu diketahui, Korsel sebelumnya terancam dikenai taris 25%.

    Tarif 15% ini akan berlaku untuk mobil dan semikonduktor. Tapi baja dan aluminium tetap dikenai tarif 50%.

    3.Korsel Investasi Besar di AS

    Bukan hanya itu, Korsel juga berjanji akan melakukan investasi senilai US$ 350 miliar ke berbagai sektor di AS. Sekitar US$ 150 miliar akan difokuskan untuk mendukung pembangunan kapal dan kapal perang AS.

    Selain itu, Korsel juga akan berkomitmen di industri mobil listrik, semikonduktor serta baterai kendaraan. Sebelumnya Trump sempat mengancam menarik pasukan AS dari Seoul.

    4.Beras dan Daging Sapi

    Meski demikian, Korsel tetap bisa mempertahankan tertutupnya keran impor bagi beras dan daging sapi AS. Negeri Ginseng menolak pembukaan karena dinilai dapat mengancam keberlangsungan pertani lokal.

    5.Uji Coba Nuklir

    Dalam kunjungan ke Korsel Trump secara mendadak memerintahkan dimulainya kembali uji coba senjata nuklir. Langkah ini belum pernah diambil Washington sejak lebih dari tiga dekade lalu.

    Pengumuman Trump yang disampaikan melalui media sosial, sesaat sebelum pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan, langsung mengguncang komunitas internasional.

    “Karena negara-negara lain sedang menguji programnya, saya telah menginstruksikan Departemen Perang untuk mulai menguji senjata nuklir kami secara setara,” tulis Trump di platform Truth Social, dikutip AFP.

    6.Batal Bertemu Kim Jong Un

    Trump batal bertemu Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un di sela-sela perjalanannya ke Seoul. Alasan utama batalnya pertemuan tersebut karena Trump sangat sibuk, meski menyatakan mungkin dia akan kembali ke Asia untuk bertemu Kim.

    “Saya punya hubungan yang baik dengan Kim Jong Un,” tuturnya di dalam Air Force One menuju AS.

    Halaman 4>>> Pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping

    Trump memang tidak mengunjungi China. Namun Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela kunjungan keduanya di Korsel.

    Pertemua berlangsung di Busan, sekitar satu jam 40 menit. Lalu apa saja hasilnya?

    1. AS Pangkas Tarif Impor China 10%

    Trump mengumumkan bahwa Amerika akan menurunkan tarif impor dari China dari 57% menjadi 47% alias dipangkas 10%. Ia menyebut langkah ini sebagai hasil langsung dari kesepakatannya dengan Xi Jinping.

    “Saya telah setuju untuk menurunkan tarif sebesar 10%. Itu langkah besar,” kata Trump.

    “Kami juga mengurangi tarif fentanil dari 20% menjadi 10% karena Presiden Xi berjanji akan bekerja sangat keras menghentikan aliran zat berbahaya itu,” tambah Trump menekankan bahwa kebijakan baru ini akan “berlaku segera” dan menjadi sinyal positif bagi dunia usaha.

    “Saya pikir Anda akan melihat tindakan nyata dari pihak China. Xi sangat serius dalam hal ini,” ujarnya lagi menegaskan bahwa penurunan tarif bukan bentuk kelemahan.

    “Kami tetap tegas, tapi kami juga tahu kapan waktunya membuka pintu,” tambahnya. “Kesepakatan ini baik untuk ekonomi dunia dan bagi para pekerja Amerika.”

    2. China Tunda Pembatasan Ekspor Tanah Jarang

    Dalam isu sumber daya strategis, Beijing setuju menunda pembatasan ekspor mineral tanah jarang selama satu tahun. Trump menyebut hasil ini sebagai “kemenangan besar” bagi industri teknologi dan energi bersih AS.

    “China telah setuju untuk melanjutkan aliran tanah jarang, mineral kritis, dan magnet secara bebas,” kata Trump di platform Truth Social.

    “Ini sangat penting untuk pabrik mobil listrik, semikonduktor, dan komputer kita.”

    Menurutnya, langkah ini memberi waktu bagi AS untuk memperkuat rantai pasokan domestik.

    “Kami akan memanfaatkan tahun ini untuk memperkuat kerja sama dengan Australia, Jepang, dan negara Asia lainnya agar tidak terlalu bergantung pada satu sumber,” tegas Trump.

    3. China Kembali Beli Kedelai dari AS

    Trump juga mengumumkan kabar baik bagi sektor pertanian AS. Xi Jinping setuju untuk kembali membeli produk pertanian Amerika, termasuk kedelai, sorgum, dan hasil tani lain yang selama ini tertahan akibat perang dagang.

    “Kami sepakat dalam banyak hal. China akan membeli kedelai dan produk pertanian lainnya dalam jumlah besar, dimulai segera,” kata Trump.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent menjelaskan bahwa China akan membeli 12 juta ton kedelai hingga akhir tahun. Lalu 25 juta ton per tahun selama tiga tahun ke depan.

    “Ini kemenangan besar bagi petani kita,” ujarnya kepada Fox Business.

    4. Isu Nuklir Bayangi Pertemuan

    Sebelum bertemu Xi, Trump membuat kejutan dengan mengumumkan rencana melanjutkan uji coba senjata nuklir AS. Ia mengatakan keputusan itu diambil untuk menjaga keseimbangan kekuatan global.

    “Saya sangat tidak suka melakukannya, tapi saya tidak punya pilihan,” tulis Trump di Truth Social.

    “Rusia dan China telah mengembangkan sistem baru, dan Amerika Serikat tidak akan tertinggal,” katanya.

    Namun, ia menegaskan bahwa langkah itu tidak berkaitan langsung dengan Xi Jinping. Ini diutarakan terpisah, saat bersama wartawan di Air Force One.

    “Itu tidak ada hubungannya dengan China,” ujarnya ketika ditanya wartawan.

    “Kami hanya memastikan Amerika tetap yang terkuat di dunia.”

    Trump juga menepis anggapan bahwa kebijakan tersebut akan memperburuk hubungan dengan Beijing. Ia mengatakan Xi Jinping memahami posisi kami.

    “Dia pemimpin yang sangat cerdas, dan dia tahu bahwa kekuatan adalah bentuk stabilitas,” katanya.

    5.Perang Rusia-Ukraina

    Sebaliknya, kedua pemimpin menyinggung perang Rusia-Ukraina. Trump mengatakan mereka sepakat bahwa kedua belah pihak terkunci dan akan bekerja sama untuk melihat apakah AS dan China bisa membantu menyelesaikannya.

    “Kami tidak membahas minyak Rusia secara spesifik, tetapi kami berbicara tentang stabilitas global. Xi tahu bahwa perang tidak baik bagi siapa pun,” ujar Trump.

    “Saya pikir Presiden Xi dan saya memiliki hubungan yang kuat. Kami berdua ingin melihat dunia yang makmur, bukan dunia yang berkonflik,” katanya. “Ini bukan akhir, tapi awal dari sesuatu yang lebih baik.”

    6. Sejumlah Isu Sensitif Tidak Dibahas

    Meskipun banyak hal disepakati, beberapa isu strategis. Seperti Taiwan, minyak Rusia, chip, bahkan Tiktok, tidak masuk dalam agenda pembahasan.

    “Taiwan tidak pernah muncul. Bahkan tidak disebut,” ujar Trump.

    “Kami berbicara tentang hal-hal yang lebih produktif.”

  • Video: Trump Akui Sibuk, Tak Bisa Bertemu Kim Jong Un

    Video: Trump Akui Sibuk, Tak Bisa Bertemu Kim Jong Un

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Donald Trump mengaku tidak bisa bertemu pemimpin Korea Utara Kim Jong Un selama kunjungan ke Korea Selatan. Meski begitu, Trump berjanji akan kembali ke kawasan itu untuk melakukan pertemuan.
    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Kamis (30/10/2025).