Sidang Haris-Fatia, Faisal Basri Akui Pernah Bertemu & Ingatkan Luhut

30 October 2023, 13:19

Jakarta, CNN Indonesia — Ekonom senior Faisal Basri menyatakan pernah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan mengingatkan potensi konflik kepentingan terkait industri ekstraktif batu bara.
Hal itu disampaikan Faisal saat dihadirkan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (30/10).
“Saya pernah bertemu dengan pak Luhut, saya bilang masalah bapak itu cuma satu yaitu konflik kepentingan. Bapak menteri yang mengelola tentang industri ekstraktif, kebijakan-kebijakannya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan,” ujar Faisal di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Cokorda Gede Arthana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal memberi ilustrasi pada tahun 2022 pendapatan dari batu bara senilai Rp1.000 triliun lebih, mencapai seperempat dari total penerimaan ekspor RI. Peningkatan tersebut turut dilatarbelakangi oleh perang Rusia dan Ukraina.

“Dan 100 persen rezeki runtuh itu dinikmati pengusaha batu bara. Tidak ada yang diambil oleh negara,” kata Faisal.
Faisal menyebut negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia dan seluruh negara Uni Eropa menerapkan kebijakan pajak ‘durian runtuh’. Bahkan, lanjut dia, Mongolia menerapkan 70 persen pendapatan dari batu bara untuk negara.
“Saya usul kepada Menko Marves, Menko Perekonomian, Menteri ESDM dan lain-lain kita menggunakan pajak ‘durian runtuh’,” tutur Faisal.
“Menterinya bilang ‘oh, bagus juga ya. Nanti akan saya bicarakan dengan Menteri Keuangan.’ Kata pak Luhut kepada saya,” tambah Faisal.
“Tapi, sampai sekarang enggak ada, karena saya lupa pak Luhut punya batu bara. Jadi, itu lah konflik kepentingan yang sedemikian nyata. Ini saya ketemu langsung kepada yang bersangkutan Yang Mulia,” ucapnya lagi.
Selain insentif pajak, Faisal memberi contoh lain konflik kepentingan terkait industri ekstraktif yakni perubahan aturan atau Undang-undang (UU).
“[Insentif pajak] antara lain, masih banyak lagi. Saya punya kuasa, saya punya pengaruh besar untuk mengubah UU. Saya ubah UU itu dalam proses di DPR dengan proses cepat sehingga batu bara saya itu habis masa konsensinya otomatis bisa diperpanjang sampai batu baranya habis,” kata Faisal.
“Undang-undang apa?” tanya kuasa hukum Haris-Fatia, Nurkholis.
“Undang-undang Minerba,” jawab Faisal.
Faisal menambahkan debu batu bara menciptakan polusi dan mengancam kesehatan.

“Batu bara itu menciptakan polusi, mengeluarkan debu. Sebelumnya dikategorikan limbah berbahaya. Undang-undang baru, Omnibus, mengeluarkan itu dari daftar limbah berbahaya sehingga dianggap tidak berbahaya lagi Yang Mulia,’ ucap Faisal.
“Masyaallah Yang Mulia, saya tidak bisa membayangkan lagi satu proses perubahan yang sedemikian sangat cepat dalam hitungan yang tidak lama itu UU keluar bagi kepentingan segelintir orang,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Haris dan Fatia didakwa dengan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-undang ITE, Pasal 14 ayat 2 atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap Pasal tersebut di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dalam proses berjalan, sejumlah saksi termasuk Luhut telah memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim. Sementara Haris dan Fatia menolak untuk saling bersaksi. (ryn/wis)

[Gambas:Video CNN]

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi