Eks Kepala Eijkman Respons Polemik Alat Riset Harga Selangit BRIN

13 July 2023, 7:45

Jakarta, CNN Indonesia — Eks Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio buka suara ihwal polemik alat riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan harga selangit, di antaranya pembangunan lab infectious.
Sebelumnya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengungkap contoh fasilitas riset yang diperlukan pihaknya yang berharga mahal, yakni Cryo-Electron Microscopy (Cryo-EM) dan fasilitas animal Bio Safety Level 3 (BSL-3).
Masalah harga selangit ini sempat menuai komentar Wakil Ketua Dewan Pengarah BRIN sekaligus Menkeu Sri Mulyani. Ia menilai yang terpenting adalah fasilitas riset yang dibutuhkan peneliti.

Amin menjelaskan sarana riset infectious semacam BSL-3 itu juga pernah dimiliki Eijkman sebelum lembaga riset tertua itu dilebur ke BRIN. Lab itu kemudian sempat beroperasi 10 tahun.
“Sarana itu atau fasilitas itu sebetulnya sudah ada di Eijkman,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/7).
“Sekarang masih ada, tapi sudah enggak terpakai,” sambungnya.
Kenapa tak bisa dioperasikan lagi lab BSL-3 Eijkman? “Ya otomatis tidak bisa dioperasikan karena BSL-3 setiap tahun harus disertivikasi,” jawabnya.

“Kemudian kalau BSL-3 tidak dipakai, maka untuk dioperasikan lagi tidak begitu saja seperti kita menyalakan mesin fotokopi. Kalau di BSL-3, kalau sudah dimatikan maka untuk dipakai lagi harus diperiksa kembali. Bahkan, X-ray-nya harus disertifikasi dan proses sertifikasinya sangat mahal,” urai Amin.
Sertifikasi rutin itulah, katanya, jadi salah satu alasan yang membuat fasilitas riset genomik memiliki nilai investasi yang mahal.
“Investasinya mahal sekali, BSL-3 dan [alat riset] genomic mahal sekali ya,” ucapnya, “Artinya fasilitas yang mahal itu penelitinya juga butuh dana yang tidak sedikit juga.”
Bukan untuk umum

Kendati demikian, Amin tak menampik peralatan riset semacam itu memang dibutuhkan di Indonesia. Hal itu karena untuk memberikan pengetahuan penyakit dan infeksi.
Ia menjelaskan kebutuhan lab infectious tidak hanya cuman satu saja dibangun. Kawasan seperti DKI Jakarta, kata Amin, dibutuhkan dua atau tiga lab.

“Tapi ya investasinya mahal dan operasionalnya juga mahal,” tuturnya.
Masalahnya, kata Amin, lab BSL-3 tak bisa diperlakukan sebagai fasilitas riset umum di BRIN yang bisa dipakai semua pihak. Sebab, lab semacam ini mesti cuma bisa diakses oleh pakar yang bersertifikasi.
“Lab itu kan oleh BRIN disebut co-working space ya, artinya terbuka untuk semua,” yang kini berdinas di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
“Nah, untuk fasilitas dengan tingkat keamanan tinggi enggak bisa sembarangan, enggak bisa semua orang pakai. Harus betul-betul orangnya sudah terlatih dan sudah punya sertifikat orangnya berkeja di bsl3. Jadi enggak sembarangan orang,” kata Amin.

Sebelumnya, Handoko pernah menyampaikan bahwa laboratorium dan peralatan riset di BRIN kini tidak didedikasikan kepada satu individu atau sekelompok peneliti saja, melainkan siapapun boleh menggunakan alat riset dengan istilah co-working space.
Dalam siaran persnya, Handoko juga menyebut “BRIN memastikan tata kelola aset barang milik negara (BMN) khususnya yang berasal dari eks. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) telah dilakukan dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku.”
Setelah pengambilalihan aset itu, BRIN melakukan perbaikan tata kelola secara menyeluruh, sekaligus penataan ulang terhadap aset dan memastikan seluruhnya telah memenuhi kaidah tata kelola aset negara yang berlaku.
BRIN pun mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada audit periode Januari – Mei 2023.

“Saat ini sebagian besar aset eks LBM Eijkman telah dioperasikan di Gd. Genomik Cibinong, bersama beragam alat canggih lainnya termasuk Cryo-EM terbaru untuk melihat struktur protein serta Lab Pusat Sekuensing,” kata Handoko.
Fasilitas-fasilitas riset mahal itu kini berada di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, yang berlokasi di Cibinong, Jawa Barat.
“Termasuk ada uji animal Biosafety Level-3 (BSL-3) untuk mencit, serta animal BSL-3 untuk macaca. Dan itu sama sekali tidak murah. Itu kami kerjasamakan dengan industri farmasi kita,” tutur Handoko, secara terpisah.
Ia menjelaskan hingga akhir 2023 pembangunan infrastruktur riset akan menghabiskan dana sekitar Rp 5 triliun. Dia juga mengusulkan tambahan pembangunan lab infectious, yang keperluannya disebut mendesak.
(arh/arh)

Partai

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi