Belum Jadi Raja Baterai, RI Sudah Dicegat Adidaya Eropa-AS!

7 April 2023, 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia berambisi untuk bisa menjadi “raja” alias pemain baterai kendaraan listrik terbesar di dunia. Besarnya cadangan nikel, bahkan terbesar no.1 di dunia, tak pelak mendorong pemerintah untuk semakin meningkatkan nilai tambah komoditas tambang di dalam negeri.
Salah satu produk akhir nikel yang bernilai tambah tinggi yaitu baterai kendaraan listrik. Selain bernilai tambah tinggi, baterai berbasis lithium ini juga menjadi bagian dari rantai pasok untuk mendorong program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Untuk itu, pemerintah pun kini kian gencar mendekati sejumlah pemain baterai hingga pabrikan kendaraan listrik dunia untuk berinvestasi di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejumlah calon investor yang tengah didekati Indonesia antara lain perusahaan asal Korea Selatan LG Energy Solution, investor China CATL, produsen kendaraan listrik China BYD, hingga pabrikan mobil listrik Amerika Serikat Tesla.
Bahkan, pemerintah yakin bahwa Indonesia akan menjadi pemain baterai lithium terbesar ketiga dunia pada 2027-2028 mendatang.
“Sehingga kita akan menjadi produsen baterai lithium terbesar ketiga di dunia pada tahun 2027 atau 2028 nanti. So, don’t look down on Indonesia,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu.
Cita-cita jadi pemain baterai kendaraan listrik terbesar di dunia ini tak lain karena juga didukung oleh melimpahnya cadangan nikel di Tanah Air.
Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.
Namun sayangnya, ketika tengah bersemangat membangun industri hilir nikel di Tanah Air, sejumlah negara adidaya malah beramai-ramai mengadang Indonesia. Mulai dari perlawanan Uni Eropa terhadap kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel RI sejak 2020 lalu hingga pengucilan produk nikel RI di Amerika Serikat.
1. Digugat Uni Eropa
Uni Eropa telah menggugat RI di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2020 lalu. Hasilnya, RI pun dinyatakan kalah oleh panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) WTO pada Oktober 2022 lalu.
Ternyata, kekalahan RI atas gugatan Uni Eropa ini dipicu karena industri hilir nikel di Indonesia dianggap belum matang.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan menjelaskan, belum matangnya industri hilir di Indonesia menjadi dasar WTO memenangkan gugatan Uni Eropa. Pemerintah dinilai tidak bisa menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk mendukung industrialisasi di Indonesia.
“Fasilitas pengolahan nikel itu dikatakan belum kuat. Jadi kalau industrinya sudah kuat itu bisa katanya dilakukan larangan ekspor terhadap komoditas. Tetapi kita kan juga pada saat sekarang sudah ada industri yang cukup banyak untuk mengolah nikel tersebut, itu sudah kami jelaskan dan itu tidak diterima. Tapi gak apa-apa, kan kita sudah memutuskan untuk banding,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/3/2023).
Meski demikian, pemerintah telah mengajukan banding atas kekalahan gugatan pertama ini. Dia menyebut, pemerintah telah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu.
Menurutnya, pemerintah telah mempersiapkan argumentasi dalam upaya banding di WTO melawan Uni Eropa. Salah satunya yaitu dengan memastikan bahwa industri hilir dari produk olahan nikel di dalam negeri sudah kokoh.
“Sekarang ini kita betul-betul ngebut untuk memperkuat industri, terutama yang baterai EV. Nanti diharapkan kalau panel banding terbentuk yang diperkirakan 2024 walaupun itu tidak langsung mendengarkan kasus kita karena kasus kita ini ngantri di urutan 25. Jadi kalau kasus kita didengar tahun 2025 akhir misalnya, itu industri kita kan sudah kuat, jadi kita cukup yakin kalau argumentasi kita bisa diterima,” kata dia.
Hal ini juga seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi meminta agar jajaran menterinya tidak takut melawan balik dari kekalahan pertama di WTO ini.
“Tahun kemarin kita kalah digugat oleh Uni Eropa. Tapi saya sampaikan pada menteri jangan juga berhenti. Lawan! Sehingga kita banding, gak tau kalau nanti banding kalah lagi. Tapi kalau kita belok jangan berharap negara ini menjadi negara maju,” pesan Presiden Jokowi dalam Pembukaan Muktamar XVII PP Pemuda Muhammadiyah, Rabu (22/2/2023).

2. Dikucilkan Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) dikabarkan sedang berlaku tidak adil terhadap Indonesia. Ketidakadilan itu atas tidak diberikannya paket subsidi hijau bagi mineral dari Indonesia yakni nikel untuk baterai kendaraan listrik karena alasan produk mineral Indonesia didominasi perusahaan China.
Sebagaimana diketahui, pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu kedepan. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh, karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri nikel.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid menyatakan, padahal Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai.
“Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama. Nikel menjadi bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik,” ungkap Arsjad, dikutip Kamis (6/4/2023).
Arsjad menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. Arsjad Rasjid berharap Amerika Serikat akan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.
“Kami sedang berdiskusi tentang IPEF, dan semangat perjanjian itu adalah kerja sama. Jika Amerika mengecualikan ASEAN, rasanya sangat tidak adil,” ujar Arsjad.
Dalam industri pengembangan kendaraan listrik, Arsjad juga turut mengajak Amerika maupun Uni Eropa untuk menaruh kepercayaan pada Indonesia dan negara ASEAN lainnya. Dengan peran penting Indonesia dan ASEAN dalam rantai pasokan kendaraan listrik, Arsjad optimistis bahwa kawasan ini akan menjadi mitra strategis baik Amerika Serikat, Uni Eropa maupun China dalam sektor energi bersih.
Secara terpisah, Menko Luhut dalam akun Instagram resminya menyatakan bahwa prinsip kesetaraan dan berkeadilan seharusnya jadi landasan bagi hubungan kerjasama antar negara.
“Tidak boleh ada yang merasa lebih daripada yang lain. Begitupun hal nya dengan hubungan antara Indonesia dan China yang terjalin karena perkawanan yang setara dan rasa saling percaya,” terang Luhut dikutip Kamis (6/4/2023).
Dalam akun Instagramnya itu, Luhut sedang melakukan kunjungan ke China bertemu dengan H.E. Wang Yi yang sekarang menjadi sebagai diplomat tertinggi mewakili China. “Kami bicara mengenai banyak hal terkait kepentingan Indonesia dan Tiongkok di beberapa proyek kerjasama, seperti GMF-BRI dan South-South Cooperation,” ungkap Luhut.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Terungkap! Penyebab RI ‘KO’ dalam Gugatan soal NIkel di WTO

(wia)