Bansos Tambahan Jadi Beban APBN, Sri Mulyani Disebut Akan Blokir Anggaran Lagi

8 February 2024, 20:18

Menkeu Sri Mulyani (kanan) berbincang dengan Menhan Prabowo Subianto saat rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (28/11/2024). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTOPemerintah baru saja memblokir anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 50,14 triliun di tahun ini. Dana itu digunakan untuk mempertebal bantuan sosial (bansos) dan subsidi pupuk. Tapi kebijakan tersebut menuai banyak kritik karena dianggap bagian dari strategi Presiden Jokowi mendukung anaknya, Gibran Rakabuming Raka, yang maju dalam Pilpres 2024 bersama Prabowo Subianto. Di tengah kritik tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani diprediksi akan memblokir anggaran kementerian/lembaga lagi di tahun 2024 lewat kebijakan automatic adjustment (AA). Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban fiskal APBN.”Angka automatic adjustment-nya bisa lebih dari 50 trilliun. Artinya akan lebih banyak belanja pemerintah yang akan dialihkan atau dibatalkan,” kata Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny Sasmita kepada kumparan, Kamis (8/2).Ronny menjelaskan APBN RI memang fleksibel dan memiliki mekanisme automatic adjustment jika diperlukan. Termasuk untuk kebutuhan bansos dan subsidi.Menteri Keuangan Sri Mulyani saat penyerahan DIPA APBN. Foto: Kemenkeu RIMenurutnya, penebalan anggaran untuk perlinsos dan subsidi pupuk lewat kebijakan AA adalah hal yang wajar. Namun sayangnya, kebijakan itu dilakukan menjelang hari pencoblosan.”Karena baru di awal tahun sudah ada warning fiskal, bagaimana nanti di pertengahan tahun dan akhir tahun? Jika tekanan ekonomi makin menguat. Artinya akan lebih banyak belanja pemerintah yang akan dialihkan atau dibatalkan,” ujarnya. Tak hanya itu, dia menilai belum ada urgensi pemberian Bansos berupa bantuan langsung tunai (BLT) di 2024 di awal tahun. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) saja belum merilis angka inflasi untuk dua bulan berjalan.”Saat ini, belum ada urgensi untuk bansos berupa BLT, karena belum terdapat data inflasi minimal dua bulan berjalan, untuk dijadikan pembenaran ekonomi bahwa bansos diperlukan karena ada tekanan daya beli,” ungkapnya.Di sisi lain, Ronny menduga ada praktik tak wajar dalam mekanisme pemberian bansos menjelang Pemilu. Ia mengatakan bansos biasanya diberikan pada bulan Maret dan April yakni mendekati Ramadhan untuk menjaga inflasi bahan pokok.”Jika belum ada urgensinya, tapi tiba-tiba ada bansos, maka akan dianggap tak wajar,” tegasnya.Utak-atik Anggaran Demi BansosMemasuki tahun pemilu, kebijakan populis seperti bansos menjadi perhatian masyarakat. Tahun ini, pemerintah menganggarkan total bansos Rp 496 triliun atau naik Rp 20 triliun dari anggaran 2023 sebesar Rp 476 triliun.Presiden Jokowi menebar BLT yang merupakan bagian dari bansos, sebesar Rp 11,25 triliun untuk 18 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk periode Januari-Maret 2024, dan akan dicairkan bulan Februari. Bantuan itu diberikan untuk memitigasi risiko pangan.Adapun dalam sebulan, pemerintah akan menyalurkan BLT senilai Rp 200 ribu. Artinya setiap KPM akan mendapatkan total bantuan senilai Rp 600 ribu.Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengaku belum tahu anggaran BLT itu akan diambil dari pos mana. Dia mengaku, Kemenkeu masih sibuk mengutak-atik anggaran, mencari pos yang bisa direalokasi.”Tentunya kita akan carikan (pos mana yang bisa direalokasi) dan itu APBN-nya akan tetap bisa fleksibel,” kata Febrio di Kantor Kementerian Koordinasi Perekonomian, Senin (29/1).

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi