AHY Mau Lapor Jokowi, Begini Kronologi Lengkap Sengketa Hotel Sultan

8 March 2024, 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjanji bakal menyelesaikan sengketa Hotel Sultan. Dan akan melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengaku sedang mempelajari dokumen terkait sengketa tersebut.
Menurutnya, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto telah sepakat akan menjadi integrator dari elemen-elemen terkait, untuk menyelesaikan kasus Hotel Sultan. Hal itu disampaikan saat Konferensi Pers Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Kamis (7/3/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Yang jelas negara nggak boleh dirugikan. Tapi kita juga tahu ada faktor-faktor lain yang berdampak, termasuk untuk pekerja di sana. Kita ingin menghadirkan keadilan dan nggak diskriminatif. Siapapun berhak dapat keadilan. Kita nggak ingin atas nama hukum keadilan dipermainkan,” kata AHY, dikutip Jumat (8/3/2024).
“Saya dapat dokumen-dokumennya. Kami sedang terus pelajari dan akan diambil ke tingkat lebih tinggi, dan kami akan report ini pada kesempatan baik kepada Bapak Presiden,” ungkapnya menambahkan.
Kronologi Sengketa Hotel Sultan

Awal Kisruh
Polemik Hotel Sultan sebenarnya sudah berlangsung lama. Hingga berujung penghentian izin oleh pemerintah atas hotel yang dulu bernama Hilton tersebut.
Bermula ketika mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, ingin mendirikan hotel sebagai tempat tinggal tuan rumah konferensi pariwisata se-Asia Pasifik yang akan dihadiri sekitar 3.000 orang. Berdasarkan arsip Gatra (2005), ketika itu di Jakarta jumlah hotel berskala internasional masih sedikit.
Sekitar tahun 1971, Ali lalu menyurati Pertamina, meminta membangun pembangunan hotel untuk menjamu para tamu internasional. Alasannya, proyek itu tak boleh digarap swasta.
Singkat cerita, permintaan Ali itu kemudian disetujui oleh Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo (1968-1978). Dan pada 1973 Sutowo membangun hotel tersebut di kawasan Senayan di bawah bendera PT Indobuildco.
Awalnya Ali dan semua orang lain percaya bahwa PT Indobuildco milik Pertamina. Namun, saat hotel tersebut telah berdiri pada 1976, Ali baru mengetahui bahwa PT Indobuildco bukan anak perusahaan Pertamina, melainkan milik swasta.
“Saya baru tahu Indobuild Co itu bukan Pertamina. Iya, saya tertipu,” kata Ali Sadikin dalam persidangan, dikutip Detik.com (30/1/2007).
Dari sinilah awal kontroversi hotel yang kini disebut Hotel Sultan itu.
Kontroversi
Dengan informasi baru itu berarti hotel yang dibangun itu bukan milik negara, tetapi malah dikendalikan keluarga Sutowo. Sebab, yang membangun adalah PT Indobuildco milik keluarga Ibnu Sutowo, bukan Pertamina.
Hanya saja, pemerintah Orde Baru malah memperbolehkan pihak swasta dalam hal ini PT Indobuildco mengelola hotel tersebut. Bahkan, perusahaan itu diberi Hak Guna Bangunan selama 30 tahun.
Lengsernya pemerintahan Soeharto di tahun 1998 bisa dibilang jadi awal pertempuran pemerintah dengan Indobuildco soal Hotel Sultan.
HGB yang habis pada 2003 menjadi gong tanda pertempuran. Semua ini dilakukan untuk merebut kembali kepemilikan Hotel Sultan setelah puluhan tahun dikelola swasta.

Gugatan Pontjo Sutowo
Adalah Pontjo Sutowo, anak Ibnu Sutowo dan merupakan pemilik PT Indobuildco, menggugat pemerintah soal HGB Hotel Sultan.
Pontjo melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihak yang digugat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Mensetneg selaku Ketua BDN Pengelola GOR Bung Karno, Jaksa Agung, Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta, dan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Jakarta Pusat.
Mengutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 952/PDT.G/2006/PN.
Diketahui, pada 3 Agustus 1972, terbit Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 181/HGB/Da/72 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) kepada perusahaan Pontjo untuk jangka waktu 30 tahun.
Namun HGB tersebut dipecah menjadi dua. Pertama, Nomor 26/Gelora atas tanah seluas 57.120 meter persegi. Kedua, HGB Nomor 27/Gelora atas tanah seluas 83.666 meter persegi. Kedua HGB itu memiliki masa berakhir pada 4 Maret 2003.
Tahun 2002, PT Indobuildco mengklaim telah melakukan perpanjangan terhadap kedua HGB tersebut. Perpanjangan tersebut diklaim telah disetujui selama 20 tahun berdasarkan surat keputusan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta. Perpanjangan tersebut turut diklaim telah dicatat pada Buku Tanah dan sertifikat kedua HGB diatasnamakan penggugat.
Namun, ternyata ada Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Nama Sekretariat Negara Republik Indonesia cq Badan Pengelolaan Gelanggang Olah Raga Senayan.
Kisruh HGB Hotel Sultan
Hal itulah jadi dasar gugatan oleh pihak Pontjo. Dalam salah satu petitumnya, penggugat juga meminta agar surat keputusan Kepala BPN itu dinyatakan cacat hukum.
Pada 2007, hakim pun membacakan vonis atas gugatan yang dilayangkan PT Indobuildco. Dalam vonisnya, hakim mengabulkan gugatan penggugat sebagian.
Hakim menyatakan surat perpanjangan HGB oleh Indobuildco sah menurut hukum. Sementara SK Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 adalah tidak sah dan cacat prosedur.
Menurut hakim, SK tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik yakni asas kejujuran, asas kecermatan, dan asas kepastian hukum karena telah memasukkan tanah Hak Guna Bangunan nomor 26/Gelora dan Hak Guna Bangunan Nomor 27/Gelora ke dalam lingkup hak pengelolaan lahan.
Atas putusan itu, Setneg pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Banding tersebut diterima, tapi putusannya menguatkan vonis PN Jakarta Selatan.
Selain itu, pemerintah lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA menolak kasasi yang terdaftar dengan nomor perkara 270 K/PDT/2008 tanggal 18 Juni 2008. Pemerintah terus melanjutkan langkah hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
MA pun mengabulkan PK ini dan membatalkan putusan MA nomor 270 K/PDT/2008 tanggal 18 Juni 2008 dan putusan PT DKI Jakarta nomor 262/Pdt/2007/PT.Jkt tanggal 27 Agustus 2007 yang memperbaiki putusan PN Jaksel nomor 952/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Sel tanggal 8 Januari 2007.
Dalam putusan PK itu, salah satu pertimbangan MA mengabulkan permohonan pemerintah adalah kasus hukum yang menyeret Robert Jeffrey Lumempouw selaku Kepala Kanwil BPN Jakarta. Dia adalah pihak menerbitkan perpanjangan HGB.
Dalam kasus ini, Robert dinyatakan bersalah karena telah menyalahgunakan wewenang dalam memperpanjang HGB Nomor 26/Gelora dan Nomor 27/Gelora.
Tidak tinggal diam, Indobuildco melawan dengan mengajukan peninjauan kembali. Total, perusahaan Pontjo telah mengajukan PK sebanyak tiga kali. Masing-masing terdaftar dengan Nomor 187 PK/Pdt/2014 tanggal 19 Desember 2014, nomor 837 PK/Pdt/2020 tanggal 4 Desember 2020, dan nomor 408 PK/Pdt/2022 tanggal 21 Juni 2022.
Akan tetapi, tiga PK yang diajukan oleh perusahaan Pontjo itu tidak diterima oleh hakim.
Tak berhenti, pada 2023 Pontjo lantas melayangkan gugatan terhadap Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terkait pengelolaan Blok 15 kawasan GBK atau Hotel Sultan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Melansir dari laman SIPP PTUN Jakarta, majelis hakim menyatakan gugatan Pontjo dengan Nomor Perkara 71/G/2023.PTUN.JKT ditolak seluruhnya.
Dalam perkara ini, Pontjo meminta agar majelis hakim mencabut Keputusan Kepala BPN Nomor 169/hpl/bpn/1989 terkait pemberian hak pengelolaan kepada Kementerian Sekretariat Negara dan Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan.
Selain itu, Pontjo meminta agar Kakanwil ATR/BPN menerbitkan pembaharuan HGB kepada PT Indobuildco yang telah berakhir pada 4 Maret 2003 lalu.

Pemerintah Ambil Alih
Kini, pemerintah secara gamblang telah menyatakan bakal mengambil alih Hotel Sultan dari PT Indobuildco milik Pontjo. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya akan mengawal proses ini.
“Langkah selanjutnya adalah negara akan mengambil langkah untuk mengambil kembali hak terhadap lahan atau aset, tentunya Polri akan mengawal proses yang akan dilaksanakan untuk mengembalikan aset lahan atau lahan tersebut kepada negara,” kata Listyo di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (8/9).
Di sisi lain, Listyo menyebut ada potensi pidana baru terkait sengketa lahan tersebut. Potensi pidana baru itu, meliputi pidana umum maupun terkait UU Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor).
“Kami juga melihat ada keputusan yang bersifat eksekutorial yang tak dilaksanakan oleh PT Indobuildco dan ini memunculkan potensi pidana baru. Mulai pidana umum maupun yang terkait UU Tipikor,” ujarnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) Saor Siagian menegaskan PT Indobuildco sudah tidak memiliki hak atas lahan tersebut.
Perintah Pengosongan
Hari Jumat, tanggal 29 September 2023 jadi tenggat waktu yang ditetapkan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) kepada PT Indobuldco untuk mengosongkan Hotel Sultan.
Jika itu tidak dilakukan oleh PT Indubuldco, maka akan ada sanksi hukum pidana dan tipikor yang akan dikenakan.
“Menghitung hari berarti jam 12 (malam) teng nanti. Kata Kapolri kalau tidak dikosongkan, ada hukum pidana, ada tipikornya,” kata Tim Kuasa Hukum PPKGBK Saor Siagian, mengutip Detikcom, Jumat (29/9/2023).
Atas keputusan itu, kata Saor, pihaknya sudah berkirim surat kepada PT Indobuildco agar pengosongan Hotel Sultan segera dilakukan. Hal itu sesuai habisnya masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) No.26/Gelora dan No.27/Gelora yang berakhir pada Maret dan April 2023.
“Sampai detik ini mereka nggak pernah mengajukan surat atau ucapan untuk mohon izin (perpanjangan), tidak ada. Padahal sebagai pemegang HPL (Hak Pengelolaan) ya PPKGBK,” ungkap Saor.
Pemerintah Tolak Perpanjang HGB
Pemerintah sebelumnya telah menegaskan tak akan memperpanjang HGB Hotel Sultan.
Menteri ATR/ Kepala BPN kala itu, Hadi Tjahjanto memastikan, tak akan memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Sultan oleh PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo.
Menurut Hadi, ketetapan itu akan terus dilaksanakan karena tak terkait dengan proses gugatan yang kini tengah dilayangkan pihak Pontjo. Ia mengatakan, gugatan ada pada sisi aparat penegak hukum sedangkan HGB karena masa pengelolaannya memang telah habis.
“Yang jelas APBN tidak memperpanjang HGB (Hotel Sultan) ya, sudah selesai. Itu sudah ranahnya dari aparat penegak hukum,” kata Hadi saat ditemui di Sheraton Grand Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Pontjo Gugat Lagi
Sementara itu, Pontjo kembali menggugat pemerintah buntut Hotel Sultan yang sudah diambil alih oleh negara. Gugatan baru tersebut dilayangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin (9/10/2023) lalu.
Adapun nomor perkara perbuatan melawan hukum yaitu 667/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Penggugat adalah PT Indobuildco yang tidak lain adalah perusahaan milik Pontjo Sutowo.
Kuasa hukum Indobuildco, Yosef Benediktus Badeoda mengungkapkan, gugatan ini terkait dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan Kementerian Sekretariat Negara karena masuk ke dalam pekarangan yang diklaim milik Indobuildco.
“Ini jadinya PMH sengketa kepemilikan, masuk pekarangan orang secara melawan hukum,” ungkap Yosef kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/10/23).
Menurut Yosef langkah pemerintah tersebut tidak sah karena kepemilikan Hotel Sultan masih dalam sengketa. “Dia coba masuk lahan kita secara paksa itu kan PMH (Perbuatan Melawan Hukum). Kita anggap Setneg badan hukum perdata yang masuk tanpa hak ke lahan kita, jadi kita anggap PMH,” ucapnya.
Sebelumnya, Indobuildco mengaku telah mengajukan proposal mediasi ke PPKGBK terkait Hotel Sultan.
Namun, sayangnya proposal tersebut tidak ditanggapi, sehingga pihaknya memilih untuk melanjutkan perkara ke persidangan. Proposal tersebut terkait Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/27 tahun 1972 milik PT Indobuildco dengan Hak Pengelolaan (HPL) No. 1/Gelora tahun 1989 milik Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) c.q PPKGBK di atas lahan yang sama, yang saat ini menjadi Hotel Sultan.
“Mediasi tidak ada titik temu. Sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. PT Indobuildco sudah ajukan proposal mediasi dan itu yang tidak ditanggapi oleh PPKGBK,” kata Tim Kuasa Hukum PT Indobuildco Yosef Benediktus Badeoda, Senin (27/11/2023).

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

AHY, Sandiaga, dan Erick Thohir Gagal Maju Pilpres 2024

(dce/dce)