Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias Tax Amnesty Jilid III mencuat. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan pemerintah tidak akan lagi memberlakukan program serupa.
Pernyataan itu sempat disampaikan Sri Mulyani usai berakhirnya masa Tax Amnesty Jilid II dua tahun lalu.
“Kami tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak,” tegas Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Jumat (1/7/2022).
Dengan demikian, sambungnya, semua data yang diperoleh lewat Tax Amnesty Jilid I dan II akan menjadi database di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk menegakkan kepatuhan wajib pajak ke depannya.
Tak hanya itu, bendahara negara tersebut menegaskan, Indonesia akan bekerjasama secara global melalui Automatic Exchange of Information (AEOI). Selain itu, di dalam forum G20 juga sudah disepakati mengenai dua pilar mengenai perpajakan internasional.
Menurutnya, kerjasama tersebut akan semakin mempersempit langkah wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Dalam yurisdiksi manapun, lanjut dia, wajib pajak pasti akan tertangkap oleh para petugas pajak bila ditemukan melanggar aturan yang berlaku.
“Mau pajak di sini, pajak di sana, semuanya sekarang seluruh dunia makin memiliki kesepakatan bahwa pajak adalah instrumen penting bagi pembangunan bagi semua negara,” ujarnya.
Wacana Tax Amnesty Jilid III
Sebagai informasi, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty, yaitu Jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan Jilid II (1 Januari—30 Juni 2022).
Kendati demikian, belakangan muncul wacana Tax Amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Rancangan beleid tersebut diusulkan oleh Komisi XI DPR yang membidangi keuangan. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun tidak menampik, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya sempat menyatakan tidak akan memberlakukan lagi tax amnesty.
Hanya saja, Misbakhun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah berganti. Politisi Partai Golkar itu merasa perlu pemberlakuan kembali program tax amnesty untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.
Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.
“Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty tersebut. Kendati demikian, tidak menampik bahwa akan ada Tax Amnesty Jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.
“Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujarnya.
Tax Ada Urgensi?
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku bingung dengan wacana penerapan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, tidak ada urgensinya melakukan pembersihan dosa para pelaku penghindaran pajak lagi.
Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak wajib pajak yang akan melakukan penghindaran pajak.
“Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).
Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketika pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.
Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.
“Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.