Wabup Djoko Wadul KPK dan Mendagri Soal Kondisi Pemkab Jember, Ini Isi Suratnya

Wabup Djoko Wadul KPK dan Mendagri Soal Kondisi Pemkab Jember, Ini Isi Suratnya

Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto wadul alias mengadukan persoalan di tubuh Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, melalui surat tertanggal 4 September 2025, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Timur.

Isinya perihal ‘permohonan pembinaan dan pengawasan khusus dalam penerapan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik’.

“Ini tindak lanjut audiensi kami dengan KPK pada Juni 2025. KPK menyampaikan kepada saya bahwa tugas wabup lebih banyak di bidang pengawasan. Tentu dalam rangka menjalankan itu, kita juga sudah bersurat kepada pada Gubernur, Mendagri, dan salah satunya juga ke KPK,” kata Djoko saat dimintai konfirmasi, Senin (22/9/2025).

Djoko menegaskan bahwa dirinya sedang menjalankan tugas dan fungsi selaku wakil bupati yang diatur oleh undang-undang. “Itu pun cara yang saya tempuh adalah cara kedinasan. Tentu semua tadi dengan tujuan untuk tercapainya pemerintahan yang yang baik dan akuntabel,” katanya.

Ada enam pengabaian regulasi yang dinilai Djoko telah berdampak pada performa kinerja dalam pemerintahan di Kabupaten Jember. Pertama, inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

Djoko dalam suratnya mengatakan, tim itu tidak memiliki dasar hukum yang mengatur pembentukannya. Keberadaan tim itu juga dinilai tidak selaras atau tidak sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.

Tugas TP3D dinilai Djoko tumpang tindih dengan tugas dan fungsi wakil bupati. “Tugas wakil bupati memberikan saran. TP3D juga memberikan saran. Yang punya tugas yang diatur oleh undang-undang tidak diakomodir, tapi bikin bentukan baru yang tugasnya memberikan masukan,” kata Djoko.

Djoko mendengar TP3D leluasa memanggil kepala organisasi perangkat daerah. “Apalagi dengan acara-acara formal. Bisa kita lihat di foto-foto yang kalian tampilkan di media masing-masing, bagaimana formasi berdirinya sejumlah pejabat di situ, justru yang paling sentral itu kan TP3D,” katanya.

Hal kedua yang dilaporkan Djoko adalah tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Djoko menyebutkan tiga indikasi, yakni pengabaian prosedur dan kompetensi dalam pengisian jabatan struktural, pejabat definitif merangkap lebih dari satu jabatan sebagai pelaksana tugas, dan lemahnya independensi dan profesionalitas Inspektorat dalam menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.

Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

“Ini berpotensi tidak memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan pembangunan daerah, serta rawan terjadinya tindak pindana korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Djoko dalam suratnya.

Djoko menyebutkan tiga indikasi. Pertama, tidak dibuatnya pedoman pelaksanaan teknis pengadaan barang dan jasa, khususnya pengadaan langsung. Kedua, penundaan pelaksanaan APBD awal tahun anggaran 2025 dengan melakukan pergeseran anggaran yang tidak memiliki dasar usulan dan perencanaan.

Indikasi ketiga, menurut Djoko, adalah alokasi program kegiatan pembangunan yang tidak mencerminkan pemerataan dan proprosionalitas, serta tidak sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan pengkajian perencanaan yang harus dilakukan.

Pelaporan berikutnya adalah soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

Djoko juga melaporkan terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangklat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

Terakhir, Djoko melaporkan tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokolernya sebagai wakil bupati Jember. “Mulai kapan? Sejak saya dilantik. Justru kalau ngomong soal bantuan operasional pimpinan (BOP), justru awalnya saya tidak paham kalau wakil bupati ada hak itu,” katanya.

Hingga saat ini, Djoko mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan operasional. “Kalau gaji ya dapat,” katanya.

Djoko berharap tiga lembaga yang disuratinya bisa memberikan jawaban dengan mengirimkan aparat ke Jember. “Tapi saya juga tidak akan menyesal, kalaupun nanti permohonan saya kepada KPK untuk melakukan pembinaan itu berubah menjadi penindakan,” katanya.

Respons Pemkab Jember
Sementara itu, Bupati Muhammad Fawait, Pejabat Sekretaris Daerah Jupriono, dan Inspektur Pemkab Jember Ratno Cahyadi Sembodo masih belum menjawab pertanyaan Beritajatim.com via pesan WhatsApp.

Namun sejumlah butir laporan dalam surat tersebut sudah pernah dijelaskan oleh Bupati Fawait. Soal TP3D, dia memastikan pembentukannya sudah dikaji sebaik mungkin. “Insyaallah tidak melanggar apapun. Apalagi saya kadernya Pak Prabowo, tidak mungkin saya melanggar anjuran dari pemerintah pusat,” katanya, diberitakan Beritajatim.com, 19 Maret 2025.

Kepala Bagian Hukum Pemkab Jember Ahmad Zaenurrofik mengatakan, anggota TP3D memiliki latar belakang profesi beragam, termasuk akademisi dan praktisi. “Tugasnya secara umum membantu tugas-tugas bupati, memberikan saran terkait kebijakan-kebijakan,” katanya.

Kendati mengantongi surat keputusan bupati, Nyoman Aribowo, seorang anggota TP3D Jember, memastikan tidak ada gaji dan biaya operasional dari APBD Jember. “Tidak ada gaji. Tidak ada (biaya) operasional,” katanya, dikutip Beritajatim.com, 25 Agustus 2025.

Sementara soal penataan kepegawaian di tubuh Pemkab Jember, Bupati Fawait dalam beberapa kali pelantikan pejabat eselon menegaskan kepatuhannya terhadap aturan. “Yakinlah komitmen saya, bahwa dalam pergeseran ini insyaallah kami akan berusaha seobjektif mungkin,” katanya.

Pemkab Jember, menurut Fawait, juga telah melakukan efisiensi terhadap APBD 2025 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/833/SJ tertanggal; 23 Februari 2025 tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Respons KPK

Sementara itu, Juru bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan adanya surat terkait pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintah daerah.

Menurut Budi, dalam pelaksanaan fungsi tersebut, KPK berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi.

“Salah satunya melalui instrumen Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP), yang berfokus pada delapan area,” ujarnya.

Budi menjelaskan, delapan area tersebut yaitu: perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa (PBJ), manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset (BMD), optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik.

“KPK juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan daerah, sebagai salah satu bentuk collaborative governance melalui partisipasi aktif publik,” katanya. [wir]