UU India ‘Singkirkan’ Warga Muslim, Pengungsi Ini Jadi Korban

31 March 2024, 21:40

Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang persoalan baru mulai menyeruak pasca Undang-undang (UU) baru pengungsi di India. Pasalnya, UU tersebut dirasa mendiskreditkan umat Islam.

Sebagaimana diketahui, India meloloskan UU Amandemen Kewarganegaraan terbaru beberapa pekan lalu. UU ini sejatinya diterapkan untuk membantu meloloskan naturalisasi bagi umat Hindu, Parsi, Sikh, Budha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 31 Desember 2014.
Namun muncul kontroversi dari aturan baru ini. UU tersebut mengecualikan warga Muslim, yang merupakan mayoritas di ketiga negara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satu yang merasakan kekhawatiran besar adalah pengungsi etnis Rohingya. Mereka khawatir UU ini memerintahkan deportasi terhadap mereka ke negara asalnya di Myanmar, yang seringkali menjadi arena persekusi terhadap etnis itu.
Diantara warga Rohingya yang khawatir adalah Muhammad Hamin. Ia mengaku tidak bisa tidur nyenyak sejak tanggal 8 Maret lalu ketika pemerintah negara bagian Manipur di India timur laut memerintahkan deportasi pengungsi Rohingya.

Hamin, seorang Rohingya yang datang ke India pada tahun 2018, berada di New Delhi, sekitar 1.700 km dari Manipur. Ia takut rencana Manipur ini menjadi program nasional, yang membuatnya juga harus ikut dideportasi.
Hal ini pun akhirnya terjadi. Tiga hari setelah pemerintah Manipur memulai tindakan kerasnya terhadap Rohingya, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi pada tanggal 11 Maret mengumumkan penerapan UU Amandemen Kewarganegaraan ini untuk seluruh wilayah India.
“Berita deportasi tentu saja memicu kepanikan di antara sebagian besar warga negara Myanmar yang tinggal di India karena tidak ada yang tahu siapa yang akan keluar lagi dan menghadapi kengerian kekerasan dan pertumpahan darah yang sama,” katanya dikutip Al Jazeera, Rabu (27/3/2024).
Selain Rohingya, yang tidak termasuk dalam daftar penerima manfaat UU Amandemen Kewarganegaraan adalah komunitas Muslim dari negara-negara yang menjadi lokasi kekerasan, seperti Ahmadiyah di Pakistan, dan Hazara di Afghanistan.
“Kami juga menjadi korban persekusi agama, sama seperti warga tiga negara lain yang akan diberikan kewarganegaraan. Kami juga merupakan minoritas di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Namun pemerintah India tidak peduli terhadap kami hanya karena kami adalah Muslim,” kata seorang aktivis hak asasi manusia Rohingya.

Nasib Tak Menentu
Bagi etnis Rohingnya yang mengungsi ke India, UU ini telah membawa masa depan suram bagi mereka. Dalam sidang pekan lalu mengenai permohonan yang menentang deportasi warga Rohingya, pemerintah mengatakan kepada Mahkamah Agung bahwa kelompok tersebut tidak memiliki hak dasar untuk tinggal di India.
Aktivis Rohingya menyebut bahwa hal itu keliru. Pasalnya mereka memiliki kartu pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR tetapi pemerintah India mengklaim pihaknya tidak memiliki hak dasar untuk tinggal di India.
Pernyataan ini ditentang keras oleh advokat Mahkamah Agung Colin Gonsalves. Ia mengatakan konstitusi India melindungi hak-hak kelompok Rohingya.

“Pengadilan tinggi memperjelas bahwa perlindungan terhadap kehidupan para pengungsi adalah hak konstitusional. Mereka dilindungi berdasarkan kebijakan non-refoulement atau non-return yang menyatakan bahwa seorang pengungsi tidak dapat dikirim kembali ke tempat dimana dia melarikan diri karena takut akan serangan fisik atau seksual,” paparnya.
Sementara itu, aktivis pro-Rohingya, Salai Dokhar, khawatir deportasi warga Rohingya dapat membahayakan nyawa para pengungsi di tengah perang saudara di Myanmar yang muncul setelah kudeta militer di negara tersebut pada tahun 2021.
“Kami khawatir para pengungsi akan digunakan oleh tentara Myanmar sebagai tameng manusia dalam perang sipil atau akan diperlakukan buruk karena meninggalkan negara tersebut,” tegasnya.
Aktivis Rohingya yang berbasis di Jerman, Nay San Lwin, mengatakan bahwa media India sering menggambarkan Rohingya sebagai ancaman keamanan nasional yang potensial telah memperburuk keadaan mereka.
“Pemerintah sayap kanan India tidak mempunyai pandangan positif terhadap kami dan situasi ini hanya diperparah oleh sikap apatis media,” ujarnya.
“Kami hanya memerlukan perlindungan untuk tinggal di sini (sampai) situasi di negara kami menjadi normal. Namun masa depan tampaknya gelap bagi kami.”

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Heboh India Larang Produk Halal, Ini Sebabnya

(haa/haa)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Kasus

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi