TII: Krisis Integritas dan Etik di KPK Sangat Mungkin Berlanjut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Transparency International Indonesia (
TII
) menyebut, masalah integritas dan etik pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) sangat mungkin berlanjut.
Campaigner
TII Dzatmiati Sari mengatakan, beberapa pimpinan dan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang baru memiliki rekam jejak yang problematik.
“Krisis integritas dan etik sangat mungkin terus berlanjut lantaran para pimpinan dan Dewan Pengawas yang dilantik juga memiliki rekam jejak bermasalah,” ujar Sari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/12/2024).
Menurutnya, beberapa pimpinan dan anggota
Dewas KPK
yang baru pernah disorot publik karena tidak jujur dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Selain itu, publik mendapati pimpinan atau anggota Dewas yang laporan harta kekayaannya naik turun dengan tidak wajar.
“Bahkan ada yang pernah tersandung pada persoalan pidana dan etik, berupa potensi konflik kepentingan,” kata Sari.
Menurut Sari, sebagai lembaga pemberantas rasuah, KPK mestinya memiliki kapasitas, integritas, independensi, politik, dan rekam jejak yang baik.
Sejumlah aspek itu menjadi nilai dasar yang tidak lagi bisa ditawar, terlebih ketika KPK dilanda problem internal baik persoalan independensi organisasi, kapasitas dalam membongkar korupsi, hingga persoalan etik yang menyandung pimpinan.
Potensi kurangnya kualitas pimpinan lembaga itu dinilai bisa membuat KPK terus didera persoalan internal.
Sementara itu, KPK dalam beberapa tahun terakhir KPK menghadapi persoalan internal, seperti kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) sendiri, pencurian barang bukti, hingga penyidik yang menjadi makelar kasus.
“Potensi absennya
tone from the top
ini, akan terus menggerus integritas kelembagaan KPK itu sendiri,” tutur Sari.
Pimpinan KPK periode 2019-2024 dilanda berbagai kasus etik hingga pidana.
Ketua KPK Firli Bahuri misalnya, tersandung etik hingga disanksi berat dan akhirnya menjadi tersangka pemerasan.
Wakilnya yang bernama Lili Pintauli Siregar juga tersandung etik lantaran diduga menerima gratifikasi dari pihak PT Pertamina. Namun, ia mengundurkan diri sebelum disidang.
Pengganti Lili, Johanis Tanak juga sempat disidang etik karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara.
Namun, Dewas mengaku tak mengantongi bukti lantaran Tanak menolak menyerahkan ponselnya.
Terbaru, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga disanksi melanggar etik karena menggunakan pengaruhnya untuk meminta pejabat Kementerian Pertanian memutasi salahs atu pegawai.
Saat ini, lima pimpinan KPK dan lima anggota Dewas KPK yang baru di Istana pada Senin (16/12/2024).
Kelima pimpinan KPK itu yakni Komjen Setyo Budiyanto (polisi) sebagai Ketua KPK, serta empat wakil ketua KPK yakni Fitroh Rohcahyanto (jaksa), Johanis Tanak (mantan jaksa), Ibnu Basuki Widodo (hakim) , dan Agus Joko Pramono (BPK).
Adapun lima anggota Dewas KPK yakni adalah Wisnu Baroto (eks staf ahli Jaksa Agung Muda bidang Pidana umum), Benny Jozua Mamoto (eks pimpinan Komisi Kepolisian Nasional), Gusrizal (hakim), Sumpeno (hakim), dan Chisca Mirawati (profesional bidang kepatuhan keuangan).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.