Tag: Firli Bahuri

  • Kapolda Metro Jaya Irit Bicara saat Ditanya Perkembangan Kasus Firli Bahuri: Nanti Urusan Saya – Halaman all

    Kapolda Metro Jaya Irit Bicara saat Ditanya Perkembangan Kasus Firli Bahuri: Nanti Urusan Saya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto tidak banyak berkomentar mengenai perkembangan kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

    Momentum itu terjadi usai Karyoto menerima Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR di BPMJ Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Pada pukul 12.10 WIB, Karyoto beserta sejumlah anggota Komisi III DPR turun dari lantai 2 ke tempat doorstop dengan awak media.

    Dia mulanya menyampaikan pertemuan tersebut membahas sejumlah isu besar di antaranya yakni pemberantasan narkoba dan premanisme.

    Kapolda menjelaskan secara runut permasalahan narkoba yang satu nafasdengan Kejati DKI Jakarta.

    “Penyalahgunaan narkoba untuk pengguna kami selalu menganggap sebagai korban, korban ini dimaksimalkan untuk dilakukan rehabilitasi dan itu menjadi tanggung jawab negara dan langkah-langkah preventif seperti penyuluhan, penindakan hampir setiap saat, bahkan penangkapan,” ungkapnya.

    Kemudian masalah premanisme juga mendapat atensi pimpinan Polri dan TNI.

    Polda Metro Jaya tengah mengkaji langkah hukum ketika ada pihak-pihak yang merasa dihina atas tindakan premanisme.

    Ketika ditanya mengenai kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri yang mandek setahun lebih, Karyoto terkesan enggan menanggapi.

    Irjen Karyoto langsung menyudahi sesi wawancara dengan awak media padahal dalam kesempatan itu hadir beberapa anggota Komisi III DPR RI.

    “Nanti urusan saya,” singkatnya.

    Urung Tepati Janji

    Sebelumnya Irjen Karyoto berjanji akan menuntaskan sejumlah kasus pidana yang menyeret pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menurutnya, pengusutan kasus  mantan Ketua KPK Firli Bahuri akan diselesaikan hingga tuntas.

    Karyoto menegaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dewas KPK termasuk untuk kasus Firli Bahuri yang sudah menjadi tersangka.

    “Sudah kita koordinasi, itu sebagai bahan untuk klarifikasi. Dan Insya allah, semuanya termasuk Pak Firli, nanti segera kita selesaikan, utang saya itu,” ujar Jenderal Bintang Dua Polri tersebut.

    Dalam hal ini, Firli Bahuri sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemerasan kepada SYL.

    Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.

    Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

    Belakangan, polisi menyebut belum menahan Firli karena tengah melakukan pengembangan dari kasus pemerasan tersebut.

    Dalam perjalanannya, polisi juga mengusut perkara pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang KPK terkait larangan pertemuan pimpinan dengan orang yang berperkara.

    Perkara tersebut kini sudah ditingkatkan ke penyidikan setelah penyidik melakukan gelar perkara.

    Selain itu, polisi juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus tersebut.

     

     

  • Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid resmi dilantik sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Tayang: Jumat, 25 April 2025 01:18 WIB

    Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra

    HARUN AL RASYID – Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid saat ditemui awak media di Kantor Komnas HAM RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Penyelenggara (BP) Haji Republik Indonesia resmi melantik eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Adapun pelantikan itu dilakukan oleh Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (23/4/2024) lalu.

    Tentang hal itu, eks penyidik KPK Yudi Purnomo mengatakan dipilihnya sosok Harun yang dikenal sebagai raja operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini menjadi bentuk komitmen pencegahan korupsi khususnya dalam penyelenggaran ibadah haji.

    “Keputusan tepat dan bentuk konkret komitmen agar penyelenggaraan haji bebas dari KKN sehingga jemaah tidak dirugikan dan tidak ada penyelewengan dana haji Karena yang dipilih adalah orang yang mempunyai kapasitas untuk melakukan pengawasan secara ketat tanpa kompromi,” kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

    Harun yang sebelumnya tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi Polri ini menurut Yudi tak usah lagi diragukan kredibilitasnya khususnya saat menangkap para koruptor.

    Meski dia disingkirkan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri karena tidak lulus dalam tes wawasan kebangsaan (TWK), pengalamannya tidak diragukan lagi.

    Yudi meyakini Harun yang diangkat melalui keputusan Presiden Prabowo tertanggal 8 April 2025 itu bisa memberikan kerja nyata agar penyelenggaraan haji bisa bebas dari praktek korupsi.

    “Sehingga ke depannya penyelenggaraan haji tidak akan ada lagi korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai hal seperti transportasi, konsumsi, penginapan dan lain sebagainya,” ungkapnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Ikuti Jejak Direktur Penyelidikan, Kini Deputi Penindakan KPK Dimutasi Jadi Kapolda

    Ikuti Jejak Direktur Penyelidikan, Kini Deputi Penindakan KPK Dimutasi Jadi Kapolda

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua perwira tinggi Polri yang bertugas sebagai pejabat struktural di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini resmi diangkat ataupun dimutasi menjadi Kepala Kepolisian Daerah alias Kapolda.

    Teranyar, Irjen Pol Rudi Setiawan yang merupakan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada akhir pekan lalu resmi dimutasi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Kapolda Jawa Barat (Jabar). Hal itu tertuang pada Surat Telegram Kapolri No.ST/688/IV/KEP/2025 tanggal 13 April 2025.

    “Irjen Pol Rudi Setiawan, S.I.K., S.H., M.H NRP 68110456 Pati Bareskrim Polri (Penugasan pada KPK) diangkat dalam jabatan baru sebagai Kapolda Jabar,” demikian dikutip dari Surat Telegram Kapolri itu, Rabu (16/4/2025).

    Adapun Rudi resmi dilantik sebagai Deputi Penindakan KPK pada November 2023 lalu. Saat itu, dia masih sempat dilantik oleh Ketua KPK Firli Bahuri sebelum pengunduran dirinya di tengah kasus pemerasan.

    Saat ini, KPK menyebut belum ada sosok pengganti Rudi yang akan menjadi Deputi Penindakan KPK secara definitif. Setelah terbitnya Surat Telegram Kapolri itu, maka lembaga antirasuah akan segera menunjuk pelaksana tugas (Plt).

    “Akan ditunjuk Pelaksana Tugas setelah adanya pelepasan/pengembalian Bapak Rudi Setiawan ke Mabes Polri,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dimintai konfirmasi oleh wartawan, Selasa (15/4/2025).

    Sebelum Rudi, pejabat struktural KPK lainnya yang turut berpindah jabatan yakni Endar Priantoro. Dia sebelumnya menjabat Direktur Penyelidikan KPK.

    Pada 30 Maret 2025 lalu, Kapolri memimpin langsung upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat Perwira Tinggu (Pati) Polri. Pada saat itu, Endar yang sebelumnya berpangkat Brigjen diangkat menjadi Irjen dengan penugasan sebagai Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim).

    Saat ini, posisi Direktur Penyelidikan dijabat sementara oleh Jaksa Ronald Worotikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt).

    “Plt. Ronald Worotikan. Jaksa,” kata Tessa secara terpisah melalui pesan singkat kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).

    Dalam catatan Bisnis, posisi pejabat di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi biasanya diisi oleh polisi dan jaksa. Posisi Deputi Penindakan biasanya diisi oleh Pati Polri bintang dua berpangkat Irjen.

    Sebelum Rudi, posisi tersebut pernah diisi oleh Karyoto, yang saat ini menjabat Kapolda Metro Jaya, dan Firli Bahuri yang akhirnya terpilih sebagai Ketua KPK 2019-2023.

  • VIDEO Polda Metro Belum Ambil Langkah Jemput Paksa Firli Bahuri: Sudah 16 Bulan Jadi Tersangka – Halaman all

    VIDEO Polda Metro Belum Ambil Langkah Jemput Paksa Firli Bahuri: Sudah 16 Bulan Jadi Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polda Metro Jaya belum berencana melakukan upaya jemput paksa terhadap tersangka mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan.

    Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, menyampaikan langkah jemput paksa masih belum diperlukan dalam kasus ini.

    “Semua upaya paksa yang dilakukan pada tahap penyidikan tujuannya untuk keperluan penyidikan.”

    “Jadi, nanti apa yang dilakukan tim penyidik dalam memenuhi petunjuk P-19 JPU akan kita update,” kata Ade Safri, di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Firli Bahuri sudah 16 bulan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    Meski belum menahan Firli Bahuri, Ade menegaskan tidak ada kendala tim penyidik dalam menagani perkara ini.

    Ia mengatakan, berkas kasus Firli masih diupayakan dinyatakan lengkap atau P21.

    “Nanti kita update perkembangannya,” jelasnya.

    Ketika ditanya mengenai kemungkinan pemanggilan ulang terhadap Firli Bahuri, Ade Safri juga belum memberikan kepastian.

    “Nanti akan kita update ya,” ucapnya.

    Tersangka Sejak 2023

    Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 65 KUHP.

    Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2023, berkas perkara Firli diketahui sempat bolak-balik antara polisi dan jaksa. Selain itu, Firli telah tiga kali mengajukan praperadilan, yang seluruhnya gagal.

    Terakhir, ia mencabut gugatannya di PN Jakarta Selatan yang diajukan pada 12 Maret 2025, dengan alasan “ketidaksempurnaan permohonan” dan pertimbangan bulan Ramadan.(Tribunnews/Reynas/Apfia Tioconny Billy/Malau)

  • 16 Bulan Tersangka, Polisi Belum Berencana Jemput Paksa Eks Ketua KPK Firli Bahuri – Halaman all

    16 Bulan Tersangka, Polisi Belum Berencana Jemput Paksa Eks Ketua KPK Firli Bahuri – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polda Metro Jaya belum berencana melakukan upaya jemput paksa terhadap tersangka eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan.

    Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Ade Safri menilai sejauh ini langkah jemput paksa terhadap tersangka masih belum perlu dilakukan oleh tim penyidik.

    “Semua upaya paksa di tahap penyidikan itu kita lakukan untuk keperluan penyidikan. Jadi, nanti apa yang dilakukan tim penyidik dalam memenuhi petunjuk P-19 JPU akan kita update,” katanya.

    Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025). (Tribunnews.com/Reynas Abdila)

    Meski belum menahan Firli Bahuri, Ade menegaskan tidak ada kendala tim penyidik dalam menagani perkara ini.

    Ia mengatakan, berkas kasus Firli masih diupayakan dinyatakan lengkap atau P21.

    “Nanti kita update perkembangannya,” tambahnya.

    Firli Bahuri  sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan selama 16 bulan.

    Purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu tidak kunjung ditahan walaupun berstatus sebagai tersangka.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya bakal menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam dua perkara lain selain dugaan pemerasan ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    Penetapan tersangka ini akan dilakukan melalui prosedur gelar pekara dalam penyidikan perkara selain pemerasan yang kini belum rampung.

    Tindak lanjut hasil penyidikan akan dilakukan dengan mekanisme gelar perkara penetapan tersangka.

    Namun belum diketahui secara pasti kapan gelar perkara tersebut akan dilakukan.

     

  • UPDATE: Polisi Pastikan Tak Ada Kendala Penuhi P-19 Kasus Firli Bahuri, Masih Berproses – Halaman all

    UPDATE: Polisi Pastikan Tak Ada Kendala Penuhi P-19 Kasus Firli Bahuri, Masih Berproses – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya terus melanjutkan penanganan kasus dugaan pemerasan yang menyeret mantan Ketua KPK, Firli Bahuri. 

    Terbaru, polisi memastikan proses pemenuhan petunjuk P-19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berjalan lancar dan tanpa hambatan.

    “Masih berprogres sampai saat ini, tidak ada kendala dalam pemenuhan petunjuk P-19. Nanti kita update perkembangannya,” ujar Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, kepada wartawan di Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Penyidik, kata dia, terus bekerja secara profesional dan transparan sesuai prosedur hukum. Ade menegaskan bahwa penyidikan berjalan akuntabel, termasuk dalam menindaklanjuti petunjuk jaksa.

    “Kami pastikan penyidikan berjalan secara profesional, transparan dan akuntabel,” imbuhnya.

    Meski begitu, saat ditanya apakah berkas perkara telah dikembalikan kepada JPU, pihaknya enggan memberikan jawaban pasti. Namun, ia memastikan bahwa tidak ada hambatan berarti dalam penyidikan.

    “Intinya tidak ada kendala hambatan dalam pemenuhan P-19,” tuturnya.

    Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai kemungkinan pemanggilan ulang terhadap Firli Bahuri, Ade Safri juga belum memberikan kepastian. “Nanti akan kita update ya,” pungkasnya.

    Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak memberikan keterangan kepada media terkait perkembangan kasus dugaan pemerasan oleh Firli Bahuri di Polda Metro Jaya, Selasa (15/4/2025). (YouTube Kompas TV)

    Firli Bahuri Jadi Tersangka Sejak 2023

    Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 65 KUHP.

    Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2023, berkas perkara Firli diketahui sempat bolak-balik antara polisi dan jaksa. Selain itu, Firli telah tiga kali mengajukan praperadilan, yang seluruhnya gagal.

    Terakhir, ia mencabut gugatannya di PN Jakarta Selatan yang diajukan pada 12 Maret 2025, dengan alasan “ketidaksempurnaan permohonan” dan pertimbangan bulan Ramadan.

    Penyidikan Meluas: Pasal 36 hingga Dugaan TPPU

    Dalam perkembangannya, polisi juga menyidik dugaan pelanggaran terhadap Pasal 36 jo Pasal 65 UU KPK, yang melarang pimpinan KPK bertemu dengan pihak yang sedang berperkara. Perkara ini telah naik ke tahap penyidikansetelah dilakukan gelar perkara.

    Tak hanya itu, penyidik turut mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan kasus pemerasan tersebut. Jika terbukti, ancaman hukuman terhadap Firli bisa bertambah berat.

    Kasus Firli Bahuri hingga kini belum sampai ke tahap pengadilan, meski status tersangka telah disandangnya sejak tahun lalu.

    Publik masih menanti kepastian hukum atas kasus ini. Kepolisian menegaskan bahwa mereka terus memenuhi semua petunjuk JPU tanpa kendala, dan penyidikan masih terus berjalan.

    Apa pendapat Anda tentang kasus ini?

    Bagikan pandangan Anda di kolom komentar.

    Jika menurut Anda informasi ini penting, jangan ragu untuk membagikannya kepada teman-teman Anda.

    Untuk berita-berita menarik lainnya, ikuti kami di:
    https://m.tribunnews.com/
    Atau pantau update kasus ini melalui akun Instagram kami.

  • Muruah Hukum

    Muruah Hukum

    loading…

    Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

    Romli Atmasasmita

    HUKUM dalam pengertian yang bersifat abstrak dipahami sebagai sarana menuju cita keadilan dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya kepastian hukum agar dapat memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. Di sisi lain, pengertian hukum dalam arti konkret/nyata dipahami sebagai suatu realita yang penuh dengan ketidakkepastian, ketidakadilan, dan bahkan diragukan kemanfaatannya sampai saat ini. Dalam perkataan lain, hukum dalam realita kehidupan masyarakat tampak lebih banyak mudarat dari kemaslahatannya bagi masyarakat, sedangkan fungsi hukum adalah menjaga ketertiban dan keteraturan kehidupan masyarakat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi alias harga mati.

    Namun demikian, hukum dalam realita selalu berada di dalam dan dipengaruhi kekuasaan . Kekuasaan menggunakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan menciptakan kepastian dan keadilan serta kemanfaatan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang, tetapi bukan untuk tujuan-tujuan dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat luas. Hukum tidak sekali-kali digunakan untuk tujuan kepentingan sepihak/individualistik dan menegasikan kepentingan pihak lain secara subjektif. Hukum di dalam genggaman dan di bawah pengaruh kekuasaan hanya dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan masyarakat luas.

    Sering kita mendengar sinisme masyarakat yang mengatakan bahwa hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, politisasi hukum, atau kriminalisasi dengan hukum. Masalah terkini di masa pemerintahan Joko Widodo, hukum digunakan untuk menyandera lawan-lawan kepentingan kekuasaan/politik dan kepentingan persaingan bisnis, sebagai contoh kasus Firli Bahuri dan Airlangga Hartarto. Dalam keadaan dan masalah sedemikian, maka satu-satunya harapan masyarakat pencari keadilan adalah pengadilan dan hakim yang memegang kekuasaan kehakiman secara bebas dan merdeka serta mengambil putusan berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” serta mengambil putusan diawali dengan sumpah jabatan sebagai hakim.

    Adalah suatu keniscayaan hukum dijalankan harus dengan kekuasaan, akan tetapi jika kekuasaan dijalankan tanpa landasan hukum dipastikan akan terjadi anarki dan chaos dalam masyarakat sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes, “Homo Homini Lupus, Bellum Omnium Contra Omnes”, manusia bagai serigala bagi manusia lainnya, masing-masing saling membunuh. Dalam konteks pernyataan Hobbes tersebut, jelas sebagaimana sering dikemukakan Presiden Prabowo Subianto bahwa ikan busuk (selalu) dari kepalanya, yang harus dimaknai bahwa sumber dari keadaan dan masalah hukum yang menimbulkan anarki atau chaos adalah terletak pada pundak pemegang kekuasaan, dan kekuasaan tertinggi itu dipegang oleh seorang presiden baik sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

    Pendapat masyarakat bahwa hukum tumpul ke atas akan tetapi tajam ke bawah merupakan bentuk sinisme masyarakat dan cermin dari kekecewaan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum yang bermuara di ruang sidang pengadilan. Contoh kasus Misnah, pencuri lima buah kakao untuk kebutuhan hidup sehari-hari dibandingkan dengan kasus pencurian urang rakyat oleh pelaku kejahatan kerah putih (white collar criminals) merupakan analogi yang tepat untuk menggambarkan sinisme masyarakat tersebut. Bagaimana solusi yang tepat dan sepatutnya dilaksanakan pemerintah, khususnya jajaran aparatur penegak hukum termasuk hakim, suatu hal yang menjadi pekerjaan rumah yang tidak kecil pengaruhnya selama masa lima tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo.

    Sejatinya keadaan dan masalah penegakan hukum yang tengah terjadi di Indonesia saat ini bersumber pada tiga kosakata penting yang harus selalu diingat dan dipahami serta dipraktikan aparatur hukum termasuk hakim . Ketiga kosakata dimaksud adalah, kecerdasan intelektual, kecerdasan nurani, dan kecerdasan spiritual. Dalam praktik peradilan pidana tiga jenis kecerdasan tersebut belum dipahami secara utuh oleh aparatur hukum sehingga tampak penyelesaian perkara sering tertunda-tunda ragu-ragu diselesaikan. Jikapun diselesaikan tidak lagi mempertimbangkan kecerdasan nurani dan spiritual, tetapi lebih fokus dan utama kecerdasaran intelektual seperti kasus Misnah.

    Ketidakadilan yang tengah terjadi oleh penegakan hukum merupakan cermin dari tidak adanya lagi muruah hukum di hadapan masyarakat luas. Muruah hukum mencapai titik nadir manakala tiga jenis kecerdasan tersebut bukan hanya tidak seimbang, melainkan tidak lagi dipergunakan sebagaimana mestinya dan bahkan kecerdasan intelektual secara subjektif diutamakan tanpa mempertimbangkan kecerdasan nurani apalagi kecerdasan spiritual. Jika terjadi keadaan dan masalah muruah hukum sedemikian, maka kekhawatiiran tindakan anarki menjadi kenyataan dan tinggal menunggu munculnya revolusi sosial seperti terjadi pada masa Revolusi Prancis Abad 17.

    (zik)

  • Korupsi Berbungkus Zakat untuk Direksi LPEI, Memang Mentalnya Sekaliber Fakir Miskin

    Korupsi Berbungkus Zakat untuk Direksi LPEI, Memang Mentalnya Sekaliber Fakir Miskin

    GELORA.CO – Luar biasa kurang ajarnya para pelaku korupsi di LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) atau yang disebut Indonesia Eximbank ini. Dengan berjamaah mereka memberi berzakat untuk para direksi atau pejabat di bank itu. 

    “Ya, memang itu istilah yang dilazimkan disana, yaitu berzakat. Mestinya sukarela tapi jadi paksarela, kalau tidak kreditnya bakal ditinjau ulang. Paksarela, jadi oxymoron,” kata Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta kepada Monitorindonesia.com, Minggu (6/4/2025).  

    Memang istilahnya macam-macam. Dulu dikalangan DPR ada istilah Apel Malang (maksudnya zakat yang berdenominasi rupiah) atau Apel Washington (artinya zakat yang berdenominasi dollar). 

     

    Tapi di LPEI dengan melabeli perilaku koruptif pakai istilah yang berbau keagamaan tertentu mereka merasa tindakannya adalah suatu amaliyah. Dahsyat sekali hipokrisinya, munafik kelas wahid. 

    Didirikan tahun 2009, LPEI “is committed to promoting Indonesian exporters as respectful business players with world-class export products and services to the global market.” (berkomitmen mempromosikan eksportir Indonesia sebagai pelaku bisnis yang terhormat dengan produk dan layanan ekspor kelas dunia ke pasar global). 

    “Begitu seperti tercantum di web-site resmi lembaga itu (indonesiaeximbank.go.id) atau yang popular sekarang LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia). Tapi apa yang barusan terjadi? Direksi dan debitur kelas kakapnya tercokok KPK. Terpaksalah mereka mesti merayakan lebaran di dalam bui,” jelasnya.

    Seperti terindikasi dari alamat web-site-nya (dengan akhiran go.id) yang artinya ini institusi resmi pemerintah. Dalam UU No 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang membahas permodalan LPEI, pada pasal 19, disebutkan bahwa modal awal LPEI ditetapkan empat triliun rupiah. Dan modal awal itu merupakan kekayaan negara. 

    “Kalau dalam operasionalnya modal LPEI jadi berkurang dari empat triliun rupiah, maka pemerintah yang akan menutup kekurangan tersebut. Duit dari mana? Ya dari dana APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku. Maka artinya lembaga ini modalnya berasal dari pajak rakyat,” bebernya.

    LPEI didirikan dengan tujuan utama “to boost national export growth and to assist exporters in expanding their business capacity” (untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor nasional dan membantu eksportir dalam memperluas kapasitas bisnisnya). 

    Maka para eksportir Indonesia yang butuh pembiayaan untuk keperluan mengekspor produknya bisa minta bantuan LPEI. Dalam kaca mata pemerintah tentu peran LPEI ini untuk memperpesar surplus perdagangan internasional Indonesia. 

    “Kita tahu rumus dasar PDB (Produk Domestik Bruto) adalah PDB = C + I + G + (X – M). Dimana total konsumsi atau belanja rumah tangga plus total investasi ditambah total belanja atau pengeluaran dari pemerintah, ditambah delta atau selisih dari total ekspor dikurangi total impor. Begitulah PDB dikalkulasi,” ungkapnya.

    Maka peran dari LPEI adalah memperbesar faktor X (ekspor), agar terjadi surplus perdagangan secara nasional. Jadi ada misi negara yang seharusnya diemban oleh direksi LPEI ini. Apakah strategis? Tentu sangat strategis. 

    “Tapi di kuartal pertama tahun ini diberitakan bahwa KPK berhasil membongkar skandal yang terjadi di LPEI. Dilaporkan terjadi “kerugian negara” yang mencapai kisaran Rp 11,7 triliun. Dahsyat! Ini salah satu pencapaian terkemuka dalam liga korupsi di Indonesia. Notorious, terkenal lantaran buruknya,” jelas Andre.

    Seorang pengusaha terkemuka, Jimmy Masrin, terseret kasus bersama empat orang lainnya. Ia dikenal sebagai owner dari grup bisnis Lautan Luas. Kasusnya berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit kepada PT Petro Energy. Persoalannya? Klasik, umum dilakukan para kreditor besar, semua juga sudah tahu sama tahu. 

    Pertama, side-streaming. Kredit dipakai tidak sesuai peruntukannya. Dibelokkan untuk keperluan lain. Sama seperti kasus 1MDB yang heboh di Malaysia itu. Kedua, soal window-dressing laporan keuangan. Ketiga pemalsuan data jaminan, dan laporan lain-lainnya manyangkut kelemahan atau bahkan skandal dalam pengawasan. Sampai akhirnya ada soal zakat alias kick-back ke manajemen LPEI. 

    Jimmy Masrin yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy bukanlah satu-satunya debitur bermasalah. Masih ada Perusahaan lainnya. 

    Sementara empat tersangka lain yang ikut “diamankan” adalah Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy). 

    Disebutkan bahwa KPK telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat mereka menghitung potensi kerugian negara terkait dugaan kecurangan dalam pemberian fasilitas kredit LPEI kepada PT Petro Energy. 

    “Dari hasil perhitungannya, kasus ini berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar 60 juta dolar AS, atau setara dengan sekitar Rp 900 miliar. Sekali lagi, perlu diingatkan bahwa kasus kredit LPEI ke PT Petro Energy bukanlah satu-satunya dugaan kecurangan yang tengah diselidiki,” tuturnya.

    KPK juga sedang mengusut 10 debitur lainnya yang diduga terlibat dalam kasus serupa. Kalau ditotal, potensi kerugian negara akibat dugaan penyelewengan oleh kesebelasan (11 debitur) ini diperkirakan mencapai Rp 11,7 triliun.

    Yang menarik, KPK juga mengungkap adanya kode “uang zakat”  dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy. Kode ini muncul ketika direksi LPEI “meminta jatah” dari debitur. Ini semacam kick-back, uang sogokan. 

    Sebetulnya, lanjut dia, dugaan fraud di LPEI sudah sejak tahun lalu tercium. Berawal pada 18 Maret 2024 lalu tatkala Menkeu Sri Mulyani menyambangi Kejaksaan Agung untuk melaporkan adanya dugaan penyimpangan di LPEI. Artinya “fraud” de-facto sudah terjadi lama sebelum 2024, kejadiannya bertahun-tahun sebelumnya. 

    Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, LPEI telah membentuk tim terpadu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jamdatun Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Merekalah yang meneliti kredit-kredit bermasalah di LPEI. 

    Dari hasil penelitian tersebut terindikasi adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh empat debitur. Untuk tahap pertama berjumlah Rp 2,505 triliun. Debiturnya ada empat perusahaan, PT RII sekitar Rp 1,8 triliun, PT SMR Rp 216 miliar, PT SRI Rp 1,44 miliar, PT BRS Rp 300,5 miliar. 

    Lalu pada 1 Februari 2024, dugaan korupsi di LPEI juga dilaporkan BPK ke Kejaksaan Agung. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigatif ditemukan dugaan penyimpangan berindikasi tindak pidana denga potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 81 miliar. 

    Setelah penelaahan, kasus itu disampaikan ke Direktorat Penyelidikan pada 13 Februari 2024 untuk langsung dilakukan penyelidikan. Sehari setelah Sri Mulyani melapor ke Kejaksaan Agung, KPK langsung menaikkan status kasus ke penyidikan pada 19 Maret 2024.  

    Bahkan KPK pun telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus itu dari pihak swasta dan penyelenggara negara. Keputusan itu dijatuhkan usai KPK menggelar rapat ekspose pada 26 Juli 2024. Namun KPK enggan memerinci nama-nama tersangka sampai saat penahanan dilakukan.

    Oleh karena KPK akhirnya telah menetapkan adanya tersangka dalam kasus itu, maka Kejaksaan Agung akhirnya menyerahkan penanganan kasus itu ke KPK. Kasus LPEI ini awalnya ada di Kejaksaan, akhirnya bergeser ke KPK. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Agustus 2024 mengatakan, “Kejaksaan Agung pada hari ini telah menyerahkan penanganan perkara tindak pidana korupsi di lingkungan LPEI kepada KPK.”

    Pelimpahan data laporan itu, kata Kuntadi, dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penanganan kasus korupsi LPEI di KPK. Hal ini juga bertujuan agar pemanggilan saksi tidak bentrok antara kedua instansi. 

    “Beres, kedua instansi penegak hukum itu telah serah terima penanganan perkara. Sekarang semua mata tertuju ke KPK. Mampukah KPK mengungkap semua yang terlibat, tanpa pandang bulu, tanpa ada penyimpangan.”

    “Tidak terjadi dugaan pemerasan kepada tersangka seperti yang dilakukan Firli Bahuri dulu. Mudah-mudahan KPK sekarang berbeda, lebih transparan dan jauh lebih professional. Tidak meminta-minta zakat, tak ubahnya seperti fakir miskin,” harapnya menambahkan.

  • Setahun Lebih Berstatus Tersangka, Apa Kabar Penanganan Kasus Firli Bahuri? – Page 3

    Setahun Lebih Berstatus Tersangka, Apa Kabar Penanganan Kasus Firli Bahuri? – Page 3

    Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri membuka peluang akan mengambil alih kasus Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dari Polda Metro Jaya.

    Diketahui, sejak Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, berjanji akan menyelesaikan kasus korupsi Firli dalam waktu maksimal dua bulan, belum ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan.

    “Dimungkinkan bisa ditarik,” ujar Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, kepada wartawan, Kamis (13/2/2025).

    Cahyono menjelaskan bahwa hingga saat ini kasus dugaan pemerasan Firli terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) masih ditangani oleh penyidik Polda Metro Jaya.

    Terlebih, pemeriksaan terakhir terhadap Firli yang sudah dijadwalkan batal karena ketidakhadirannya. Cahyono pun menyebut bahwa opsi menjemput paksa Firli tetap terbuka.

    “Perintah membawa mungkin ada, ada dimungkinkan,” sebut Cahyono.

    Jenderal polisi bintang dua itu juga menyatakan tidak ada kendala dalam pengusutan korupsi eks ketua KPK itu. Pun penyidik juga telah mengantongi alat bukti terkait dengan pemerasan terhadap SYL.

    “Secara kualitas saya melihat didasarkan alat bukti ini cukup kuat. Alat buktinya juga punya kualitas yang baik sehingga kami punya kesimpulan dan keyakinan bahwa ini bisa selesai,” Cahyono menandaskan.

  • Kasus Firli Bahuri Dikebut setelah Lebaran

    Kasus Firli Bahuri Dikebut setelah Lebaran

    loading…

    Kortas Tipidkor Polri dan Polda Metro Jaya akan kebut penanganan kasus eks Ketua KPK Firli Bahuri setelah Lebaran. FOTO/SindoNews

    JAKARTA – Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Irjen Cahyono Wibowo mengaku telah berkomunikasi dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto terkait kasus dugaan penerimaan suap, gratifikasi, dan pemerasan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri . Menurutnya, kasus ini bakal ditangani setelah Lebaran.

    “(Kasus) Pak Firli, kemarin kami sudah koordinasi dengan Pak Kapolda Metro. Kemudian pada satu acara beliau (Kapolda Metro) ngajak untuk ketemu membahas masalah Pak Firli,” kata Cahyono kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

    Cahyono tak memerinci terkait apa saja perkembangan dalam penanganan kasus Firli. Namun, kata dia, Kapolda Metro Jaya bakal menindaklanjuti penanganan kasus tersebut setelah Lebaran.

    “Tindak lanjutnya itu mungkin akan dirumuskan setelah Lebaran. Nah, itu kesepakatan yang disampaikan,” katanya.

    Di sisi lain, Cahyono menjelaskan bahwa pihaknya belum mau menarik kasus yang ditangani Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya itu. Karena dia yakin bahwa Polda Metro dapat menyelesaikannya.

    “Saya yakin Polda Metro itu punya keinginan untuk menyelesaikan secara hukum lah apa yang sudah diberikan dan punya tanggung jawab untuk diselesaikan secara penugasan,” katanya.

    Cabut Praperadilan Ketiga
    Sementara itu, Firli Bahuri kembali mencabut gugatan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan tersangkanya oleh Polda Metro Jaya ini merupakan yang ketiga kalinya diajukan Firli.

    “Terkait permohonan praperadilan kami, dapat kami sampaikan dikarenakan masih adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dari permohonan tersebut,” ujar pengacara Firli, Ian Iskandar di persidangan, Rabu (19/3/2025).

    Pihaknya mengaku hendak melakukan perbaikan atas kekurangan yang ada pada permohonan praperadilan yang diajukannya tersebut. Maka itu, pihaknya menyatakan untuk mencabut gugatannya tersebut.

    “Dengan ini, kami menyatakan mencabut permohonan praperadilan yang telah kami daftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 12 Maret 2025,” tuturnya.

    Tim Bidkum Polda Metro Jaya yang hadir dalam persidangan menyebutkan, mereka bakal mengikuti putusan dari hakim berkaitan dikabulkan tidaknya pencabutan permohonan praperadilan Firli tersebut. Hakim tunggal praperadilan lantas melakukan skors terlebih dahulu sebelum memutuskan pencabutan tersebut.

    (abd)