Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan Induk media sosial TikTok, ByteDance Ltd. diproyeksikan meraup laba sekitar US$50 miliar pada 2025, menandai tahun rekor di tengah ekspansi agresif ke e-commerce dan pasar global.
Menurut sumber yang dilansir dari Bloomberg pada Sabtu (20/12/2025), perusahaan yang berbasis di Beijing tersebut berada di jalur pencapaian tersebut setelah mengantongi laba bersih sekitar US$40 miliar sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.
Sumber itu juga mengatakan, capaian tersebut bahkan telah melampaui target internal ByteDance untuk 2025.
Dengan proyeksi tersebut, laba ByteDance mendekati kinerja pesaingnya asal Amerika Serikat, Meta Platforms Inc., yang diperkirakan meraih laba sekitar US$60 miliar tahun ini.
Namun, belum diketahui secara pasti seberapa besar pertumbuhan pendapatan ByteDance sepanjang tahun ini. Perusahaan sebelumnya menargetkan kenaikan pendapatan sekitar 20% pada 2025 menjadi US$186 miliar.
Pencapaian tersebut menandai puncak dari pertumbuhan dua digit selama bertahun-tahun bagi ByteDance, perusahaan yang didirikan Zhang Yiming pada 2012.
ByteDance mengembangkan sejumlah layanan digital paling populer di China, termasuk Toutiao dan Douyin—versi TikTok untuk pasar domestik.
Perusahaan juga bersaing dengan pemain besar seperti Alibaba Group Holding Ltd. dan Tencent Holdings Ltd. di bidang kecerdasan buatan, melalui pengembangan large language model, chatbot, dan layanan berbasis AI lainnya.
Jika target pendapatan tercapai, posisi ByteDance akan sedikit di bawah proyeksi pendapatan Meta yang diperkirakan mencapai sekitar US$200 miliar tahun ini. ByteDance mengklaim memiliki lebih dari 4 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh portofolio aplikasinya, angka yang berada di kisaran serupa dengan Meta.
Adapun, hingga saat ini juru bicara ByteDance belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Kesuksesan TikTok belakangan berada di bawah sorotan setelah pemerintahan Presiden AS Joe Biden mendorong upaya pelarangan aplikasi berbagi video tersebut di Amerika Serikat dengan alasan keamanan nasional.
Menyikapi hal itu, ByteDance dikabarkan hampir merampungkan rencana pemisahan (spin-off) operasi TikTok di AS, yang bertujuan memastikan kelangsungan platform sekaligus mengurangi kendali perusahaan China tersebut.
CEO TikTok Shou Chew, dalam memo internal yang dikutip Bloomberg, menyampaikan kepada karyawan bahwa ByteDance telah menandatangani perjanjian mengikat untuk membentuk perusahaan patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki investor Amerika Serikat, termasuk Oracle Corp. Namun, regulator China hingga kini belum menyatakan persetujuannya, yang menjadi syarat krusial agar transaksi dapat dilanjutkan.
Di tengah pengawasan ketat Washington, TikTok tetap mencatat ekspansi global yang pesat, termasuk di AS. Perusahaan mendorong pertumbuhan agresif di segmen e-commerce dan livestream shopping, serta menjalin kemitraan dengan perusahaan teknologi besar seperti Amazon.com Inc.
Terkait valuasi, Vision Fund milik SoftBank Group Corp. merevaluasi ByteDance ke level di atas US$400 miliar tahun lalu, antara lain didorong ekspansinya di bidang generative AI. Fidelity Investments dan T. Rowe Price Group Inc. juga menaikkan valuasi ByteDance masing-masing menjadi di atas US$410 miliar dan US$450 miliar.
Terbaru, sebuah perusahaan investasi China membeli sebagian saham ByteDance pada valuasi US$480 miliar, jauh di atas level sebelumnya, mencerminkan tingginya minat investor terhadap perusahaan tersebut.
Sebagai perbandingan, valuasi Meta saat ini sekitar US$1,7 triliun, menempati posisi keenam tertinggi di dunia hingga penutupan pasar AS pada Kamis.
Meski demikian, laju pertumbuhan ByteDance diperkirakan melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Douyin sebagai mesin pendapatan utama perusahaan menghadapi tekanan akibat melemahnya konsumsi dan belanja iklan di China.
Sementara itu, TikTok—yang memiliki model serupa—kian menjadi penopang utama pertumbuhan pendapatan ByteDance secara global.
