Simak! 5 Petaka Menghantui RI Gegara Rudal Iran Serang Israel

16 April 2024, 7:50

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia telah memperkirakan dampak semakin panasnya konflik di Timur Tengah akan memengaruhi kondisi ekonomi global, termasuk Indonesia. Di antaranya harga komoditas naik, biaya logistik melambung, nilai tukar mata uang ambruk terhadap dolar, hingga gangguan rantai pasokan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, risiko utama dari memanasnya tensi konflik di Timur Tengah setelah Iran menggempur Israel dengan ratusan rudal dan drone ialah gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez. yang akan berdampak langsung setidaknya pada kenaikan biaya kargo.
Produk yang berpotensi terganggu akibat konflik itu pun telah diidentifikasinya, antara lain gandum, minyak, hingga komponen alat-alat produksi dari Eropa. Terutama karena konflik itu juga berpotensi mengganggu aktivitas jalur logistik di Selat Hormuz yang mengakomodasi puluhan ribu kapal per tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Langkah-langkah antisipatif akan disiapkan untuk menjaga kepercayaan pasar atas dampak potensi semakin meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, serta kenaikan harga emas, sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya,” kata Airlangga dikutip dari siaran pers, Selasa (16/4/2024).
Tim riset CNBC Indonesia pun telah memetakan beberapa skenario buruk yang berdampak negatif ke Indonesia jika konflik Iran vs Israel meluas, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Harga minyak melambung
Iran adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia dengan produksi sekitar 3,9 juta barel per hari (bpd). Ekspor minyak mereka diperkirakan mencapai 1,29 juta bpd pada 2023.
Perang tidak hanya akan mengganggu produksi tetapi juga jalur distribusi sehingga ada persoalan pada pasokan. Kondisi inilah yang berpotensi memicu harga minyak melambung.
Sebagai gambaran, harga minyak langsung melonjak 4% pada Senin setelah perang Israel vs Hamas meletus di akhir pekan pada 7 Oktober 2023. Perang Rusia-Ukraina juga mengerek harga minyak hingga menembus US$ 100 per barel dalam hitungan dua hari setelah konflik meletus pada 24 Februari 2022.
Bank Dunia dalam Commodity Markets Outlook pada Oktober 2023 membeberkan tiga skenario pasokan minyak saat perang Hamas vs Israel meletus.
Skenario pertama adalah adanya “gangguan kecil” di mana pasokan minyak dunia hanya berkurang 500.000-2 juta bpd. Skenario kedua adalah “medium” di mana pasokan harga minyak berkurang 3-5 juta bpd. Skenario ketiga adalah “besar” di mana dampaknya bisa mengurangi pasokan 6-8 bpd.
Dampak perang memang tidak akan besar pada 1973 saat terjadi boikot Israel tetapi tetap akan berimbas banyak ke sejumlah negara.
Dari Oktober 1973 hingga Maret 1974, ketika perang Yom Kippur memicu embargo minyak terhadap pendukung Israel oleh negara-negara Arab, harga minyak melonjak lebih dari 300%.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak menjadi beban karena Indonesia merupakan net importir minyak.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi ataupun subsidi bisa dinaikkan jika harga minyak terus melambung. Dampak lainnya adalah subsidi BBM yang bisa melesat.

2. Inflasi global meningkat
Ketika harga minyak mentah melonjak, ancaman inflasi yang tinggi kembali menghantui perekonomian global. India, China, dan negara-negara besar lainnya merupakan importir minyak yang besar dan dapat mengalami inflasi impor yang tinggi jika harga minyak tetap tinggi.
AS juga merupakan konsumen minyak terbesar di dunia sehingga kenaikan harga minyak bisa kembali mengerek inflasi.
Ketika harga minyak naik, biaya produksi berbagai industri dan biaya energi untuk dunia usaha dan rumah tangga juga meningkat sehingga mendorong inflasi lebih tinggi.
Inflasi global yang tinggi ini tentu saja akan menjadi kabar buruk bagi Indonesia karena akan membuat pelonggaran suku bunga global menjauh.
3. Suku bunga tinggi bisa bertahan semakin lama
Kenaikan harga energi dan inflasi yang kembali mengancam dunia bisa menahan bank sentral untuk memangkas suku bunga. Padahal, pelaku pasar sudah terlanjur memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bisa saja semakin mempertahankan kebijakan “higher for longer” terus menerus jika inflasi masih mengancam AS akibat kenaikan harga energi.
Tingginya suku bunga global akan mempersempit ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Padahal, pelaku pasar nasional sudah lama menunggu pemangkasan BI rate.

4. Dolar AS semakin perkasa
Ketidakpastian geopolitik cenderung membuat pelaku pasar memilih menanamkan investasi pada aset safe haven seperti dolar. Dolar pun bisa kembali diburu investor sehingga mata uang asing bisa semakin terpuruk.
Indeks dolar terbang ke 106,038 pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 1 November 2023 atau lebih dari lima enam bulan terakhir.
Bagi Indonesia, dolar yang semakin perkasa adalah kabar buruk karena rupiah bisa terus terpuruk.
Nilai tukar rupiah selama ini masih terancam oleh pergerakan inflasi AS dan kebijakan The Fed. Bila perang semakin panas dan meluas maka dolar AS semakin diburu dan akibatnya mata uang lain kian terpuruk.
5. Aliran modal makin deras keluar
Mata uang dan saham global langsung ambruk begitu perang Israel vs Hamas meletus pada 7 Oktober 2023. Kondisi serupa diperkirakan bisa terulang pada Selasa saat pasar keuangan Indonesia dibuka kembali.
Perang meningkatkan ketidakpastian global sehingga investor cenderung menarik dana dari aset berisiko tinggi dan negara berkembang.
Arus keluar dana asing atau capital outflow dari pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN) dikhawatirkan meningkat setelah konflik Iran vs Israel memanas. Indonesia merupakan salah satu pasar keuangan yang rawan dengan capital outflow.
Sebagai gambaran, capital outflow mengalir deras dari pasar keuangan Indonesia setelah perang Israel vs Hamas meletus pada 7 Oktober 2023.
Data BI menunjukkan pada periode 9-12 Oktober 2023 terjadi outflow sebesar Rp 4,32 triliun di pasar keuangan Indonesia. Jual neto Rp4,62 triliun di pasar SBN, jual neto Rp0,10 triliun di pasar saham sementara terjadi beli neto Rp0,40 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Ajaib! Tebu Cs Disulap Jadi BBM

(haa/haa)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi