Sekutu Putin Sebut Perang Dunia 3 Segera Pecah di Timur Tengah

17 January 2024, 13:07

Jakarta, CNBC Indonesia – Sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, Margarita Simonyan, memberi pernyataan kontroversial. Ia menyebut perang dunia 3 (PD 3) pasti akan pecah di Timur Tengah.

Ini terlihat dalam serangkaian postingannya di media sosial X, Selasa, sebagaimana dimuat media Amerika Serikat (AS), Newsweek. Ia pun mengaitkannya dengan pemilihan presiden (pilpres) di Paman Sam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Apakah perang dunia akan pecah sekarang atau nanti, tergantung pada apakah Washington yakin bahwa perang tersebut akan berguna saat ini, sebelum pemilu, atau sebalikny,” tulis perempuan itu, dikutip Rabu (17/1/2024).

“Perang dunia pasti akan dimulai. Dan dengan kemungkinan yang hampir sempurna-tepatnya di Timur Tengah,” tambahnya.

Pernyatannya ini mengikuti eskalasi yang terjadi di wilayah itu. Ini dimulai dari perang Israel ke Gaza sejak Oktober 2023, yang membuat proksi Iran terseret sebagai bentuk “solidaritas” ke Hamas.

Hizbullah di Lebanon dan sejumlah milisi di Suriah turut menyerang Israel yang dibalas serangan Tel Aviv. Di sisi lain, milisi Houthi di Yaman menggempur kapal-kapal di Laut Merah yang dianggap terkait Israel.

Amerika Serikat (AS) pun masuk ke wilayah itu dengan Operation Guardian of Prosperity. Bersama Inggris, awal pekan lalu, Israel melakukan serangan udara ke kota-kota Yaman demi membalas serangan kapal-kapal Houthi.

Namun hal ini tak menghentikan Houthi. Houthi disebut menembak kapal Gibraltar Eagle yang berbendera Kepulauan Marshall dan sebuah kapal Yunani, Zografia, berbendera Malta Senin dan Selasa.

Ini kemudian dibalas AS Rabu dini hari, dengan serangan baru ke Yaman. Belum diketahui bagaimana kerusakan.

Sementara itu, Iran juga menambah ketegangan dengan menembakkan rudal ke Pakistan. Hal ini terjadi Selasa waktu setempat, saat Teheran menargetkan dua pangkalan kelompok Jaish al Adl, kelompok Suni.

Kementerian Luar Negeri Iran belum memberi pernyataan soal ini. Namun serangan terjadi setelah Senin, pasukan elit Garda Revolusi Iran (IRGC) menyerang sasaran yang disebut “markas mata-mata Israel” di Irak dan markas “teroris termasuk ISIS” di Suriah dengan rudal.

“Gerbang Neraka” Terbuka di Arab dan Damai Gaza Sebagai Jawaban?

Sebenarnya, kekhawatiran terus meningkat di Timur Tengah, membuat pengamat memberi analisisnya. Salah satunya Presiden Pusat Studi Timur Tengah dan Dosen Tamu Universitas HSE (Moskow), Rusia, Murad Sadygzade.

Ia menulis bagaimana “gerbang neraka” bisa saja terbuka karena sejumlah konflik yang kini terus mengguncang wilayah itu. Ketegangan AS dan Houthi bisa menjadi pencetus yang dominan.

“Sebelum operasi di Yaman dimulainya, sejumlah peserta mendiskusikan dampak yang mungkin terjadi,” tambahnya.

“Arab Saudi, berdasarkan pengalaman pahit keterlibatannya dalam perang saudara di Yaman, memperingatkan agar tidak melakukan tindakan seperti itu karena invasi hanya akan memperburuk situasi,” ujarnya lagi.

“Riyadh, bersama dengan Abu Dhabi dan Doha, yang menyediakan wilayah udara mereka untuk pesawat AS dan Inggris untuk serangan pada 12 Januari, khawatir bahwa Houthi mungkin mulai menyerang pangkalan dan depot minyak Barat di wilayah mereka,” katanya.

Menurutnya kekhawatiran monarki di Teluk bukannya tidak berdasar. Pasalnya hal ini telah terjadi sebelumnya.

“Konflik tersebut memang dapat meluas dan mengancam pergerakan kapal tanker minyak dan gas di Teluk Persia, yang merupakan jalur pengangkutan lebih dari 30% ekspor hidrokarbon dunia,” tegasnya.

“Perkembangan seperti ini akan menyebabkan resesi global dan memukul perekonomian negara-negara Teluk dan sebagian besar dunia,” tambahnya.

“Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa serangan yang dipimpin AS terhadap Houthi saja akan memicu konflik regional berskala besar di Timur Tengah, namun kelanjutan dari insiden tersebut dapat membuka ‘gerbang neraka’ dan mengarah pada keterlibatan yang lebih intens dari ‘poros perlawanan’ di berbagai penjuru kawasan dalam perang melawan Israel dan Barat,” jelasnya.

Sebenarnya, menurutnya Sadygzade ada satu jalan yang harus dilakukan agar “gerbang neraka” ini tertutup dan tak menjadi fakta baru bumi. Solusinya adalah dengan mengakhiri konflik di Gaza.

“Situasi ini tidak dapat diselesaikan dengan peningkatan penggunaan kekuatan oleh Barat, namun hanya dengan mengakhiri konflik di Gaza,” ujarnya lagi.

Harga Minyak dan Gas

Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Qatar mengatakan pengiriman gas alam cair (LNG) akan terpengaruh ketegangan di Laut Merah. Ia memperingatkan bahwa serangan terhadap Yaman berisiko memperburuk krisis.

“LNG… sama seperti pengiriman pedagang lainnya. Mereka akan terkena dampaknya,” kata Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani kepada Forum, merujuk pada konflik dengan Houthi.

“Rute alternatif kurang efisien dibandingkan rute saat ini”, tambahnya merujuk jalur lain, yang membuat kapal memutar ke Ujung Harapan, Afrika Selatan.

Mengutip AFP yang melansir Bloomberg, pada Senin setidaknya lima kapal LNG yang dioperasikan oleh Qatar telah berhenti dalam perjalanan ke Laut Merah. Raksasa Inggris Shell, sebelumnya telah tanpa batas waktu menangguhkan semua pengiriman melalui Laut Merah karena ancaman Houthi, sebagaimana dimuat Wall Street.

Bos perusahaan minyak buka suara akan krisis di Laut Merah. Disebutkan bagaimana keadaan saat ini menimbulkan risiko serius terhadap aliran minyak, dengan harga dapat berubah cepat apabila pasokan Timur Tengah terganggu.

“Ini adalah situasi yang sangat serius dan tampaknya semakin buruk,” tegas CEO Chevron, Michael Wirth mengatakan kepada CNBC International di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, dikutip Rabu.

“Begitu banyak aliran minyak dunia melalui wilayah tersebut yang harus dihentikan, saya pikir Anda bisa melihat banyak hal berubah dengan sangat cepat,” tambahnya.

Wirth mengatakan masih terus memantau situasi. Ia berujar kondisi benar-benar sangat berkembang di Timur Tengah.

Analis pasar minyak dan geopolitik mengatakan risiko terbesar terhadap pasokan energi akan terjadi jika ketegangan di Timur Tengah berubah menjadi konflik regional. Terutama jika ini mengganggu aliran minyak mentah yang keluar dari Selat Hormuz.

Menurut Kpler, sekitar 7 juta barel minyak mentah dan produknya transit di Laut Merah setiap hari. Di Selat Hormuz, ada 18 juta barel minyak dan gas yang transit.

Goldman Sachs telah memperingatkan bahwa gangguan yang berkepanjangan di Selat Hormuz dapat melipatgandakan harga minyak. Meskipun bank investasi memandang skenario tersebut tidak mungkin terjadi.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Heboh Perang Dunia 3 Bakal Meletus 23 November, Ini Faktanya

(sef/sef)