Rupiah Terus Melemah, Apa Dampaknya?

18 April 2024, 13:21

TEMPO.CO, Jakarta –  Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah sejak 6 April 2024 dan telah menembus Rp16 ribu. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran, terutama di kalangan dunia usaha. Pada awal perdagangan hari kerja pertama setelah libur panjang Lebaran, Selasa, 16 April 2024, kurs rupiah dibuka merosot 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp15.848 per dolar AS.Pelemahan rupiah berlanjut hingga Rabu, yang ditutup melemah 44 poin atau 0,28 persen menjadi Rp16.220 per dolar AS. Namun pada Kamis pagi ini, 18 April 2024) pagi, kurs rupiah menguat 43 poin atau 0,27 persen menjadi Rp16.177 per dolar AS. Rupiah diperkirakan berpotensi rebound terhadap dolar AS. Peningkatan nilai tukar rupiah pada Kamis didukung oleh aksi ambil untung (profit taking) setelah penguatan dolar AS belakangan ini.Kondisi eksternal dinilai menjadi penyebab utama pelemahan nilai tukar rupiah. Selama periode libur Lebaran terdapat perkembangan global di mana data-data indikator ekonomi AS terlihat masih solid. Hal ini membuat ekspektasi pemotongan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed menjadi bergeser lebih lama dalam kisaran September 2024.Pelemahan rupiah juga semakin dibayangi tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah pasca-penyerangan Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April 2024. Ketegangan antara Iran dan Israel pun kian memperparah ketidakpastian global.Selain itu, dari sisi internal, pelemahan rupiah juga dikarenakan oleh faktor atau pola musiman di mana pembayaran deviden dan kupon ke non-resident serta pembayaran pokok utang luar negeri akan meningkat atau memuncak setiap kuartal kedua di tiap tahunnya.Melihat kondisi tersebut, Head of Macroeconomic and Financial Market PermataBank, Faisal Rachman, memandang bahwa tekanan rupiah masih cukup tinggi dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, masih ada peluang penguatan rupiah kembali mendekati akhir tahun.Berbeda dengan masa pandemiMeski rupiah telah menyentuh Rp16.000 dolar per AS, pelemahan rupiah saat ini tidak seperti periode pandemi COVID-19. Sebagaimana diketahui, pandemi kala itu memang membawa dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.Posisi pelemahan rupiah kali ini juga jauh berbeda jika dibandingkan dengan krisis tahun 1998. Saat ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih cukup baik. Apalagi mengingat tekanan rupiah kali ini cenderung bersumber dari ketidakpastian global.“Saat ini, fundamental ekonomi yang cukup solid masih mengindikasikan Indonesia masih bisa tumbuh kisaran 5 persen di tahun ini. Jadi, pasar Indonesia masih cukup menarik dan ketika nanti sentimen risk-on meningkat, Indonesia berpeluang untuk menerima capital inflow,” kata Faisal.Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat yang ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan inflasi yang masih terjaga. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian tumbuh 5,05 persen year on year (yoy) sepanjang tahun 2023. Sedangkan tingkat inflasi tahunan pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen yoy.Merespons kondisi terkini, Airlangga pun menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas keuangan terutama dalam hal ini untuk mengantisipasi dampak konflik antara Iran dan Israel yang menyebabkan kemerosotan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS.Berikutnya: Dampak pelemahan rupiah

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi