Prabowo Ancam Pecat Bupati Aceh Selatan, Ini Dasar Hukumnya

Prabowo Ancam Pecat Bupati Aceh Selatan, Ini Dasar Hukumnya

Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto mengancam copot kepala daerah yang absen saat bencana, menyamakan sikap tersebut dengan desersi militer. Ancaman ini didukung penuh oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Sikap tegas Presiden ini didukung oleh landasan hukum yang memungkinkan sanksi berat hingga pemberhentian kepala daerah.

Peringatan tersebut disampaikan Prabowo saat memimpin rapat koordinasi penanganan bencana di Posko Terpadu Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12/2025) malam.

Sindiran itu merujuk langsung pada aksi Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang memilih berangkat ibadah umrah di tengah masa tanggap darurat.

“Kalau yang mau lari, lari aja, enggak apa-apa. Copot langsung. Mendagri bisa ya diproses ini? Bisa ya?” tanya Prabowo, meminta konfirmasi langsung dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengenai kemungkinan pemecatan.

Prabowo, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, lantas menyinggung konsekuensi partai. Ia langsung bertanya kepada Sekjen Partai Gerindra Sugiono mengenai nasib Mirwan yang juga Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.

“Itu kalau tentara itu namanya desersi. Dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah. Waduh, itu enggak bisa itu,” tegas Prabowo. Sugiono mengonfirmasi partai telah memberhentikan Mirwan dari jabatannya di Gerindra.

Landasan Hukum Pencopotan Kepala Daerah

Ancaman Prabowo untuk memproses pemecatan kepala daerah memiliki payung hukum yang kuat, bersandar pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Mangkir dari tugas saat bencana merupakan pelanggaran berat terhadap kewajiban. Berdasarkan Pasal 67 huruf b UU Pemda, kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dugaan pengabaian tugas saat krisis, seperti yang dilakukan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, diduga melanggar kewajiban ini.

Kemudian, Mirwan juga diduga melanggar Pasal 67 huruf d UU Pemda. Di mana setiap penyelenggara urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah memiliki kewajiban fundamental untuk senantiasa menjaga etika dan norma dalam setiap tindakannya.

Secara spesifik, UU Penanggulangan Bencana mewajibkan pemerintah daerah bertanggung jawab penuh menyelenggarakan penanggulangan bencana diatur dalam dalam Pasal 29. Mangkir dari tugas ini dapat diinterpretasikan sebagai pelanggaran tanggung jawab inti yang dapat dikenai sanksi berat.

Menurut mekanisme UU Pemda, sanksi bagi kepala daerah yang melanggar kewajiban dapat berupa teguran tertulis hingga pemberhentian diatur dalam Pasal 77. Proses sanksi berat ini diajukan oleh menteri dalam negeri kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Aturan hukum tersebut menegaskan tindakan desersi saat darurat bencana kepala daerah sejalan untuk menjaga integritas kepemimpinan di masa krisis.