Surabaya (beritajatim.com) – Kuasa Hukum DPD Partai Demokrat Jawa Timur dari Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP), Zaenal Fandi, mengungkapkan kronologis panjang terkait kepemilikan Kantor DPD Demokrat Jatim yang berlokasi di Jalan Kertajaya Indah Timur, Surabaya. Sengketa hukum ini bermula sejak tahun 2016 dan terus berlanjut hingga 2025.
Zaenal menjelaskan bahwa kasus ini diawali dari gugatan Imam Sunardi, mantan Ketua DPD Demokrat Jatim, dengan nomor register 963/Pdt.G/2016/PN.Sby pada Desember 2016. Pihak tergugat dalam perkara ini meliputi Lutfi Afandi (notaris/PPAT), Bonie Laksmana, Nailah Alkatiri, serta turut tergugat Elok Cahyani dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) II Krembangan.
DPD Demokrat Jatim kemudian mengajukan diri sebagai penggugat intervensi pada 20 Januari 2017. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya pada 18 Januari 2018 menyatakan bahwa Imam Sunardi harus melanjutkan proses jual beli kantor tersebut kepada DPD Demokrat Jatim dengan harga saat ini, bukan sesuai perjanjian awal yang bernilai Rp 7,5 miliar.
“Dengan adanya putusan tersebut, DPD PD Jatim mengajukan Banding dan putusan Pengadilan Tinggi noreg 527/PDT/2018/PT.SBY tanggal 18 Des 2018 adalah menyatakan penggugat intervensi (DPD PD Jatim) objek sengketa kantor DPD PD Jatim di Jalan Kertajaya Indah nomor 82 untuk dilanjutkan jual beli dan menjadi atas nama Pengugat intervensi,” tuturnya, Minggu (18/5/2025).
Namun, Bonie Laksmana mengajukan kasasi dengan nomor register 2968 K/Pdt/2020. Putusan Mahkamah Agung tertanggal 11 November 2020 menyatakan Bonie sebagai pembeli yang beritikad baik.
Imam Sunardi lalu melaporkan Bonie dkk ke Polda Jatim pada 27 April 2020 atas dugaan pemalsuan dokumen dan/atau akta autentik (Pasal 263 jo 266 KUHP). Namun, laporan tersebut dihentikan melalui SP3 oleh Polda Jatim pada 5 Juli 2024.
“Dengan adanya putusan MA yang sudah inkracht dan laporan Imam Sunardi di SP3 oleh Polda Jatim, akhirnya Bonie mengajukan permohonan eksekusi di PN Surabaya tanggal 29 Agustus 2024,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, DPP Partai Demokrat sebagai pihak ketiga mengajukan gugatan perlawanan eksekusi (derden verzet) pada 5 November 2024 di PN Surabaya dengan nomor register 1151/Pdt.Bth/2024/PN.Sby, mengacu pada Pasal 95 ayat 6 HIR jo. Pasal 378 RV.
“Putusan noreg 1151/Pdt.Bth/2024/PN.Sby tanggal 5 Mei 2025 adalah Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang tidak benar,” tambah Zaenal.
Dengan putusan tersebut, DPP Demokrat mengajukan banding pada 14 Mei 2025 dan menyerahkan memori banding pada 16 Mei 2025, yang masih dalam tenggat waktu sesuai peraturan perundangan.
Zaenal juga menegaskan bahwa DPD Demokrat Jatim telah melayangkan somasi kepada Bonie Laksmana pada 10 Mei dan 14 Mei 2025. Somasi tersebut menuntut pengembalian Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 1292 kepada DPD Demokrat Jatim.
“Dan, DPD PD Jatim mensomasi Bonie Laksmana tanggal 10 Mei 2025 dan somasi kedua tanggal 14 Mei 2025, yang intinya untuk segera mengembalikan SHM no 1292 kepada DPD PD Jatim. Ini karena SHM no 1292 yang diminta oleh Bonie melalui Ahmad Iskandar (mantan Bendahara Demokrat Jatim) untuk diproses menjadi atas nama DPD PD Jatim dan menjadi aset DPP PD belum diserahkan ke DPD PD Jatim,” katanya.
“Celakanya, SHM no 1292 diatasnamakan Bonie pribadi. Padahal, itu uang pembelian kantor adalah hasil patungan atau urunan pengurus Demokrat Jatim,” pungkas Zaenal Fandi. [tok/suf]
