Penambahan Kuota Haji dari Pemerintah Arab Saudi Tak Sesuai Tujuan Awal

Penambahan Kuota Haji dari Pemerintah Arab Saudi Tak Sesuai Tujuan Awal

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap penambahan 20.000 kuota haji dari pemerintah Arab Saudi sudah tak sesuai tujuan awal untuk mengurai antrean jamaah.

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang menyebut adanya praktik jual beli kuota khusus kepada para jamaah haji yang berangkat pada 2024. Bahkan, mereka tak perlu mengantre karena memanfaatkan kuota tambahan tersebut.

“Padahal kalau kita melihat skema dalam ibadah haji itu kan ada antrianya, baik kuota reguler maupun khusus bahkan reguler ada yang sampai berpuluh-puluh tahun,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 16 September.

“Artinya apa, tujuan dari penambahan kuota ini akhirnya tidak sesuai dengan tujuan awal penambahan kuota,” sambung dia.

Adapun praktik jual beli berawal dari pembagian kuota tambahan 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Padahal, perundangan mengatur 20.000 kuota tambahan itu harusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Karenanya, penyidik mendalami proses jual beli dari agen perjalanan atau travel agent.

“Karena apa, karena yang menggunakan kuota itu adalah sebagian mungkin ya, sebagian adalah jamaah-jamaah yang membeli di tahun itu dan langsung berangkat,” ujar Budi.

“Artinya tidak secara signifikan kemudian memangkas antrian,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan hingga pemeriksaan saksi.

Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.

Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jamaah haji.