Surabaya (beritajatim.com) – Raditya Mohammer Khadaffi selaku Pemimpin Redaksi Surabaya Pagi menggugat Bank Artha Graha sebesar Rp 80 miliar. Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ini dilakukan karena kantor media lokal Surabaya ini tiba-tiba dilakukan cessie atau peralihan piutang kepada pihak lain.
Selain menggugat Bank Artha Graha International Tbk dan Winarta, pihaknya juga turut menggugat notaris Mochamad Ali Wahyudi, Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya 1 dan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Timur.
Sidang perdana gugatan tersebut bakal digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa (21/10/2025) mendatang.
Radit sapaan akrab Raditya mengatakan peralihan hutang yang dilakukan pihak Bank Artha Graha kepada pihak lain tersebut tanpa sepengetahuan dirinya.
Jamal Abdul Nasir, kuasa hukum Radit mengatakan, gedung tersebut dibeli kliennya pada Juni 2017 sebesar Rp7 miliar. Lalu tahun 2018, kliennya melakukan renovasi dan mengajukan ajukan kredit ke bank tersebut sekitar Rp1,7 miliar.
“Saat Covid-19, periode itu banyak usaha pers terguncang, termasuk usaha klien saya. Sehingga, pada tahun ketiga kredit, kurang lancar membayar cicilan,” katanya, Kamis (16/10/3025).
Pada periode Agustus 2018 hingga akhir 2022, kliennya sudah membayar angsuran dengan total mencapai Rp 350 juta. Kemudian pada 8 Januari 2023, dia mendapat informasi bila kredit tinggal Rp1,4 miliar.
Tetapi, sekitar Desember 2024 atau Januari 2025, ada seseorang bernama Winarta, mengaku telah membeli piutang saya dari pimpinan Bank Artha Graha Internasional (Tbk) Cabang Surabaya Karet, sebesar Rp2,5 miliar.
“Angka yang menurut saya fantastis, sebab BAG (Bank Artha Graha) cabang Surabaya, mencharge klien saya bunga 13,5 persen. Bahkan berapa rinciannya juga tak pernah ditunjukkan,” lanjutnya.
Menurutnya Jamal, kliennya mengetahui objek bangunan itu menjadi cessie pada 21 Februari 2025 lalu. Itu diketahui berdasarkan Akta Perjanjian Jual Beli Piutang No.07.
Pada pokoknya, surat itu memberitahukan bahwasanya hutang Raditya telah beralih sejak tanggal 21 Februari 2025 tanpa ada Akte pengalihan memberitahu sebelumnya.
“Apalagi bila tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada klien saya, sebelum surat pemberitahuan ini dikirim. Ini jelas ada permainan dan persekongkolan,” jelasnya.
Atas hak tersebut, Radit mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatannya terregister dalam nomor gugatan 1154/Pdt.G/2025/PN Sby tertanggal 13 Oktober 2025.
Sebab, Pimpinan Bank Artha Graha Internasional Tbk cabang Surabaya – Karet ini diduga melakukan permufakatan jahat dengan Winarta, dengan melakukan cessie Gedung Media Surabaya Pagi yang diduga secara sembunyi-sembunyi dan tergopoh-gopoh.
“Ini katagori kejahatan kerah putih atau white collar crime yang sangat berbahaya di dunia perbankan,” tegasnya.
Tanggapan Bank Artha Graha International
Sementara Corporate Secretary PT. Bank Artha Graha International Tbk, Rumi Khresna Wibowo saat dikonfirmasi terkait gugatan yang diajukan Raditya mengatakan bahwa sebuah gugatan tentunya harus dibuktikan secara formil dan materil.
” Kalau kami dari Bank secara prosedur sudah terlaksana seluruh proses tahapan penjualan atau penyelesaian itu sesuai dengan prosedur,” ujar Rumi.
Rumi juga mengklaim bahwa pihak Bank Artha Graha sudah melakukan tahapan-tahapan diantaranya surat peringatan.
” Kami secara perbankan sudah melakukan sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya.
Saat ditanya apakah pihak Bank Artha Graha sudah memberitahu Raditya terkait tanah dan bangunan yang dijaminkan dilakukan cessie?
Rumi menyatakan hal tersebut terkait tekhnis sehingga pihaknya idak bisa menyampaikan lebih detail lagi.
” Karena itu masuk kepada proses ya. Tapi secara umum saja, kami sudah menyelesaikan seluruh kreditur bermasalah sesuai prosedur. Tentu tahapannya sudah ada. Kalau kreditur itu bermasalah kan harus di somasi, peringatan dan sebagainya. Kami sebetulnya ini terdampak saja dari jual-beli yang mereka lakukan. Saya kira itu saja,” ujarnya.
Sementara tergugat lain yakni Winarta hingga kini belum memberikan respons. [uci/but]
