Pakar Tegaskan MK Dapat Putuskan Kecurangan TSM

16 April 2024, 19:36

Ketua majelis hakim konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi hakim konstitusi Saldi Isra memimpin sidang(MI/Susanto)

PAKAR hukum tata negara dari Universitas Andalas, Sumatra Barat, Feri Amsari menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memutuskan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terkait sengketa hasil pemilihan umum. Hal itu disampaikannya untuk menepis pernyataan anggota KPU RI Idham Holik terkait bentuk pelanggaran yang dapat diputus MK dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
“KPU harus memahami bahwa standar putusan MK tidak hanya ketentuan di undang-undang, tetapi juga di Undang-Undang Dasar,” kata Feri kepada Media Indonesia, Selasa (16/4).
Pendapat Feri didasarkan pada Putusan MK sendiri pada 2008 lalu, tepatnya Nomor 41/PHPU.D-VI/2008. Putusan itu merupakan perkara yang diajukan calon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2008-2013 Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono melawan KPU Jawa Timur.
Baca juga : Ahli Sebut MK Bisa Periksa dan Adili Pelanggaran TSM di Pilpres
Dalam putusan tersebut, MK yang masih diketuai Mahfud Md menegaskan bahwa pelanggaran TSM terjadi di daerah pemilihan Kabupaten Sampang, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Pamekasan.
MK menilai pelanggaran tersebut bertentangan dengan konstitusi, khususnya pelaksanaan pilkada secara demokratis sehingga penetapan rekapitulasi suara Pilkada Jawa Timur putaran kedua waktu itu harus dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang mengenai hasil penghitungan suara di kabupaten yang terkena dampak pengaruh pelanggaran dimaksud.
Feri juga menyitir putusan MK terkait PHPU Presiden-Wakil Presiden 2019 lalu yang menyatakan bahwa MK berwenang untuk memeriksa perkara TSM. Baca juga : Presiden Pakai Kekuasaan untuk Pihak Tertentu Mirip Pimpinan Mafia
Sebelumnya, Idham mengatakan bahwa pihaknya yakin MK bakal merujuk UU Pemilu dalam memutus sengketa hasil Pilpres 2024 yang dimohonkan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Baginya, putusan MK itu akan merujuk pada Pasal 473 ayat (3) dan Pasal 475 ayat (1), (2), dan (3) UU tentang Pemilu. Beleid yang disebutkannya menjelaskan bahwa perselisihan penetapan perolehan suara hasil pilpres dilakukan lewat MK.
Karena dalam UU Pemilu, PHPU pilpres berkenanan perselisihan hasil pemilu yang mempengaruhi keterpilihan peserta pemilu. Mengapa demikian? Karena sistem keadilan pemilu secara sistematis dan ekspilisit telah diatur dalam UU Pemilu,” kata Idham kepada Media Indonesia, Selasa (16/4).
Menurut Idham, pelanggaran administratif yang bersifat TSM merupakan bentuk pelanggaran yang penyelesaiannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) maupun Mahkamah Agung. Hal itu disandarkan pada Pasal 286 maupun 463 UU Pemilu. (Tri/Z-7)