Ombudsman: Turunkan Target Swasembada Beras 100 Persen, Terima Saja Kalau RI Butuh Impor

17 March 2024, 7:47

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan pemangku kebijakan negara tak perlu menggunakan target swasembada produksi beras 100 persen. Pasalnya, Indonesia memang perlu mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat dan itu perlu diakui saja. “Ombudsman mengusulkan kepada pemerintah, jangan menggunakan definisi swasembada produksi 100 persen,” kata Yeka setelah sidak di Gudang Bulog, Kelapa Gading, Jakarta pada Jumat, 15 Maret 2024. Alih-alih swasembada 100 persen, kata Yeka, pemerintah dapat menargetkan misalnya 80 atau 90 persen. Dengan demikian, ketika ada keputusan importasi, maka tidak ada yang disalahkan dan jadi perdebatan. “Kalau swasembada 90 persen, berarti 10 persennya impor boleh. Sehingga ketika ada keputusan impor, tidak disalahkan. Tidak diperdebatkan. Tidak menjadi area hujatan,” kata Yeka. “Yang korban tetap masyarakat, tetap petani.”Atas kondisi ini, Yeka menyatakan bahwa pemerintah tinggal menentukan kebijakan mulai sekarang. Dia menegaskan, swasembada beras tak bisa dicapai hanya dalam waktu satu tahun saja, namun pada tahun-tahun berikutnya impor lagi. “Karena faktanya impor. Kita tidak bisa mengatakan swasembada itu di satu tahun. Buat apa? Buat apa kita mendeklarasikan swasembada satu tahun, dua tahun, tiga tahun, lalu setelah tahun keempat kelima impor? Sudah, kita terima saja kenyataannya bahwa kita itu perlu impor. (Produksi) belum cukup,” tuturnya. Dengan target swasembada beras diturunkan, menurut Ombudsman, pemerintah juga perlu memastikan perencanaan pengadaan beras. Oleh karenanya, pemerintah mulai melakukan pembenahan produksi dengan tenang dan tanpa disalahkan.  “Kalau sekarang impor, ada kementerian yang kebakaran jenggot. Pak Amran (Menteri Pertanian) nanti yang marah-marah, gitu kan,” kata Yeka.Dengan kondisi sekarang, Yeka meminta semua pemangku kepentingan untuk berpikir perlunya kebijakan satu atap. Dia mengaku khawatir dengan persoalan produksi beras Indonesia. “One rice policy. Perlu kebijakan perberasan nasional satu atap, hulu-hilir. Jangan mencla-mencle. Bansosnya di sana, BPNT-nya di sini, pengairannya di sana, pupuknya di sana. Saya ngeri dengan persoalan produksi kita.”Iklan

Menurut Yeka, kemauan politik atau political will pemerintah terkait beras nasional tidak utuh. Akibatnya, tidak bisa menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya. “Kebijakan pemerintahnya itu hanya parsial. Impor gak jelas nih, penyalurannya bagaimana? Bingung,” ucapnya.Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan pemerintah Kamboja telah sepakat mengekspor 250.000 ton beras ke Indonesia. Kesepakatan itu disampaikan oleh Perdana Menteri Kamboja Hun Manet saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 5 Maret lalu. Hingga saat ini, menurut Airlangga, pasokan beras impor dari Kamboja baru masuk sebanyak 15.000 ton. “(Terhambat) karena kendala di pelabuhan dan lain-lain,” kata Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat pada Jumat, 8 Maret 2024.  Untuk itu, pemerintah akan mempercepat realisasi impor beras dengan memprioritaskan sandar kapal dan bongkar muat. Adapun realisasi impor beras untuk CBP tercatat sebanyak 616.707 ton. Sedangkan pengadaan stok beras dari dalam negeri untuk CBP sebanyak 18.344 ton. Beras impor tersebut akan menambah pasokan cadangan beras pemerintah atau CBP. Airlangga menyebutkan, per 7 Maret 2024, stok CBP yang tersedia di gudang Bulog tercatat sebanyak 1,13 juta ton. Sedangkan stok beras komersial Bulog ada sebanyak 14.559 ton. CBP ini merupakan stok beras berkualitas medium yang disalurkan untuk meredam kenaikan harga beras di pasaran, melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan bansos atau bantuan pangan. Airlangga mengatakan pemerintah sudah menyalurkan beras SPHP sebanyak 416.516 ton. Sedangkan penyaluran bantuan pangan sebanyak 391.373 ton.ANNISA FEBIOLA | RIANI SANUSI PUTRIPilihan Editor: Pro-Kontra Bansos Beras: Jokowi Berniat Setop di Bulan Juni, Ombudsman Minta Dilanjutkan

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi