Surabaya (beritajatim.com) – Arfita, seorang wanita asal Surabaya, menggunakan modus unik untuk menipu korbannya dengan mengaku bisa berkomunikasi dengan empat dewa: Dewa Ko Iwan (kehidupan), Dewa Ko Jo (jodoh), Dewa Ko Bram (kekayaan), dan Dewa Ko Billy (pengetahuan). Akibatnya, korban Alfian Lexi tertipu hingga Rp6,3 miliar.
Sidang kasus ini dipimpin oleh Hakim Irawati SH. Terdakwa merupakan Direktur sekaligus bagian keuangan di CV. Sentosa Abadi Steel, yang diadili atas dugaan penipuan dan penggelapan terhadap atasannya sendiri, Alfian Lexi, Direktur Utama CC Sentosa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho memaparkan bahwa aksi tipu muslihat itu berlangsung selama enam tahun, dari 2018 hingga Desember 2024. Arfita mengaku memiliki indera keenam dan bisa berkomunikasi dengan para dewa.
“Dengan rangkaian kebohongan, terdakwa meyakinkan saksi bahwa dirinya adalah perantara dewa dan bisa menyalurkan doa serta derma agar saksi mendapat kelancaran usaha dan kesehatan,” ujar JPU dalam pembacaan dakwaan.
Untuk memperkuat aksinya, Arfita meminta empat unit ponsel yang diklaim digunakan untuk “berkomunikasi” dengan para dewa. Dari ponsel-ponsel itu, terdakwa mengirimkan pesan WhatsApp kepada Alfian seolah berasal dari para dewa, meminta derma untuk panti asuhan, rumah sakit, hingga hewan kurban.
Percaya sepenuhnya, Alfian rutin mentransfer uang dengan dalih sedekah atau derma. Nilai donasi bahkan meningkat dari 10 persen pendapatan usaha menjadi 25 persen sejak 2021. Transfer dilakukan ke berbagai rekening atas nama Arfita di Bank BCA dan BNI, dengan total Rp6.318.656.908.
Namun, sebagian besar dana digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian perhiasan, cicilan mobil, hiburan, dan kebutuhan sehari-hari. Hanya sebagian kecil yang benar-benar disumbangkan, seperti Rp500 ribu ke Panti Asuhan Bhakti Luhur (Sidoarjo), barang senilai Rp1 juta ke Panti Asuhan Sumber Kasih (Surabaya), dan Rp500 ribu ke Perhimpunan Ora Et Labora (2025). Untuk meyakinkan korban, terdakwa bahkan meminta pengurus panti menandatangani surat ucapan terima kasih palsu.
Pada Januari 2025, Alfian baru menyadari penipuan tersebut setelah mendapat penjelasan dari temannya di Bali bahwa dewa tidak mungkin berkomunikasi lewat WhatsApp dan donasi seharusnya disertai tanda terima resmi.
Alfian kemudian bersama keluarga dan rekan bisnis mendatangi rumah terdakwa di Surabaya untuk meminta klarifikasi, namun Arfita tidak bisa menunjukkan bukti penggunaan dana sesuai pernyataannya.
JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. “Perbuatan terdakwa dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan,” tegas JPU. [uci/beq]
