Menkeu Purbaya Digugat Eks Karyawan Kertas Leces Bayar Rp1.900 di PN Jakpus

Menkeu Purbaya Digugat Eks Karyawan Kertas Leces Bayar Rp1.900 di PN Jakpus

Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 1.900 eks karyawan PT Kertas Leces (Persero) menggugat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Dalam gugatan yang teregister dengan nomor perkara 716Pdt.G/2025/PN.JKT.PST itu, Purbaya digugat hanya sebesar Rp1.900. 

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Selasa (21/10/2025), gugatan ini dilayangkan Paguyuban Karyawan Aliansi Karyawan Bersatu PT Kertas Leces, mewakili ribuan pekerja yang telah 13 tahun menunggu pembayaran gaji dan pesangon, pascaperusahaan milik negara tersebut dinyatakan pailit. 

Eko Novriansyah Putra, kuasa hukum para penggugat mengatakan, nilai gugatan yang hanya Rp1 per orang, atau Rp1.900 secara keseluruhan, dimaksudkan bukan untuk nominal, melainkan simbol pertanggungjawaban moral negara terhadap nasib ribuan buruh BUMN pertama yang pailit secara hukum tetap di Indonesia. 

Eko menjelaskan, PT. Kertas Leces (Persero) yang sempat menjadi perusahaan kertas terbesar di Asia Tenggara, resmi pailit berdasarkan Putusan PN Niaga Surabaya No. 01/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2018/PN.Niaga.Sby jo. 05/PKPU/2014/PN.Niaga.Sby, 25 September 2018. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Agung No. 43 PK/Pdt.Sus-Pailit/2019 pada 28 Maret 2019.

“Pascaputusan, hakim pengawas dan tim kurator menetapkan 14 sertifikat tanah seluas kurang lebih 74 hektar di Probolinggo sebagai boedel pailit dengan nilai estimasi  sekitar Rp700 miliar. Namun, hingga kini Kementerian Keuangan belum menyerahkan sertifikat tersebut kepada kurator, padahal telah ada penetapan Hakim Pengawas dan surat resmi S-934/KN.5/2019. Keterlambatan ini menyebabkan hak pekerja senilai Rp145,9 miliar tidak dapat dibayarkan,” jelasnya.

Menurut Eko, tindakan pejabat publik yang menunda pelaksanaan putusan hukum termasuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata, serta bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 21 huruf (b) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu penundaan pelaksanaan putusan hukum juga dinilai berseberangan dengan Putusan MK No. 67/PUU-XI/2013, yang menegaskan bahwa hak atas upah pekerja harus didahulukan dari tagihan negara 

“Negara tidak boleh diam ketika pekerjanya sendiri dizalimi oleh birokrasi. Gugatan Rp1 ini adalah simbol bahwa keadilan sosial masih bisa diperjuangkan melalui jalur hukum, dan butuh niat baik dari Menteri Keuangan,” pungkasnya.