Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 February 2024, 6:17

TEMPO.CO, Jakarta – Tepat 31 tahun yang lalu, pada 6 Februari 1993, Indonesia kehilangan salah satu tokoh penting dalam sejarah politik dan intelektual, Mohammad Natsir. Meski telah berpulang, warisannya yang kaya dalam bidang politik, pemikiran, dan dakwah Islam tetap menginspirasi dan memperkaya perjalanan bangsa. Dalam mengenang perjalanan hidupnya, berikut adalah profil, pemikiran, gerakan, dan kontribusinya dalam pendidikan dan dakwah yang telah memberikan warna dan arah bagi Indonesia.Natsir MudaDikutip dari Antara, Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908 di sebuah desa kecil di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang ulama, politikus, dan pemikir Islam yang berpengaruh di Indonesia. Menurut salah satu artikel dari Jurnal Dakwah dan Komunikasi STAIN Purwokerto, Natsir mendapatkan pendidikan awal di SD Pemerintah di Maninjau, kemudian pindah ke Holandsch Inlandsch School (HIS) di Solok dan Padang. Ia pun melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang, lalu pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke AMS A2 atau SMA jurusan Sastra Barat pada 1927.Natsir sempat mendapat tawaran beasiswa dari MULO dan AMS untuk belajar di Fakultas Hukum di Jakarta atau Fakultas Ekonomi di Rotterdam, namun ia tidak melanjutkan studinya dan lebih tertarik pada perjuangan Islam. Pendidikan agama didapatkan Natsir dari orang tuanya sebelum ia masuk sekolah diniyah di Solok. Ilmu keislamannya semakin kuat ketika ia berguru kepada Ustaz Abbas Hasan, seorang tokoh Persatuan Islam (Persis) di Bandung. Ia juga banyak belajar dari tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji.Gagasan PemikiranSebagai seorang pemikir, Mohammad Natsir dikenal karena pandangannya yang kritis terhadap hubungan antara agama dan negara. Ia menggagas pemikiran tentang konsep negara sebagai sebuah institusi yang memiliki hak, tugas, dan tujuan tertentu. Iklan

Dikutip dari NU.or.id, baginya, negara harus memiliki elemen-elemen seperti wilayah, rakyat, pemerintah, kedaulatan, Undang-undang Dasar, serta aturan lainnya. Dengan kedaulatan tersebut, negara memiliki cakupan yang melibatkan seluruh masyarakat, mengikat intuisi-intuisi dalam peraturan hukum, serta memiliki tujuan untuk memimpin dan memberikan bimbingan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Mohammad Natsir juga meyakini pentingnya demokrasi dalam konteks umat Islam, karena melalui sistem demokrasi mereka memiliki kesempatan untuk membuat peraturan hukum sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan hak kepada rakyat untuk mengkritik pemerintahan yang tidak adil. Baginya, dasar pemerintahan negara adalah Islam, dan ia merumuskan prinsip-prinsip Islam tentang syura sebagai bentuk theistic democracy, yaitu negara demokrasi yang menjadikan Islam sebagai dasar konstitusi negara. Selain itu, melalui tulisan-tulisannya dan perannya dalam organisasi keagamaan, Natsir berusaha menyebarkan nilai-nilai Islam dan memperjuangkan kepentingan umat Muslim. Ia juga turut mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam, termasuk Sekolah Pendidikan Islam pada 1930. Gerakan PolitikDi bidang politik, Mohammad Natsir memainkan peran yang signifikan sebagai pemimpin dan aktivis. Ia adalah salah satu pendiri dan pemimpin utama Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah partai politik Islam yang kuat pada masa itu. Masyumi memainkan peran penting dalam politik Indonesia pada periode awal kemerdekaan, meskipun partai ini kemudian dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1960-an. Natsir juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dalam periode 1950-1951 dan 1955-1956, dan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung.Mohammad Natsir diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia pada 5 September 1950. Kemudian Pada 3 April 1951, dalam sebuah forum sidang parlemen Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) Republik Indonesia Serikat (RIS), Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, memberikan julukan “hij is de man” (dialah orangnya) untuk Natsir sebagai pengakuan terhadap pandangannya.M RAFI AZHARI | MALINI
Pilihan editor: Deretan Buku Pemikiran Sukarno, Termasuk Nasionalisme, Islamisme, Marxisme

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi