Menanti Respons Cepat Pemerintah Hadapi Perang Dagang AS
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dunia kini dihadapkan pada tensi
perang dagang
menyusul langkah Amerika Serikat (AS) yang secara sepihak menaikkan tarif
impor
terhadap sejumlah produk strategis.
Presiden AS,
Donald Trump
, menetapkan tarif timbal balik yang berlaku bagi lebih dari 180 negara dan wilayah berdasarkan kebijakan perdagangan baru yang luas.
Pemerintahan AS menunjukkan tingkat tarif efektif yang diklaim akan dikenakan pada negara lain terhadap barang-barang AS.
Dalam sebuah daftar yang juga telah tersebar di media sosial, Trump menunjukkan tarif baru yang akan dikenakan AS pada setiap negara dan wilayah, termasuk Uni Eropa.
Indonesia sendiri dikenakan tarif baru barang impor senilai 32 persen.
Anggota Komisi VIII DPR, Rieke Diah Pitaloka, menilai pemerintah perlu merespons cepat perang dagang yang dikumandangkan Trump.
Sebab jika tidak, menurutnya ada dampak-dampak buruk yang bisa ditimbulkan.
Saat ini, kata Rieke, nilai impor Amerika Serikat dari Indonesia mencapai 18 miliar dollar AS.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Amerika Serikat, antara lain tekstil dan rajutan (termasuk jersey), sepatu, minyak sawit, udang, ikan, serta peralatan elektrik.
Jika kenaikan
tarif impor
32 persen yang diberikan Trump tak segera direspons, akan ada dampak yang signifikan terhadap
ekonomi Indonesia
.
“Tarif masuk barang naik, harga beli konsumen naik, daya beli menurun. Jika daya beli konsumen Amerika menurun, permintaan ke Indonesia pasti menurun. Permintaan menurun, produksi Indonesia menurun,” ujar Rieke, Jumat (4/4/2025).
Dampak jangka panjang terhadap industri nasional adalah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya jumlah pengangguran.
“PHK memengaruhi daya beli rakyat. Pastinya berimbas pada ‘anomali’ deflasi dan risiko fiskal Indonesia, terutama kuartal IV 2025,” kata dia.
Sejumlah negara mengecam kebijakan tersebut dan meminta Trump menarik kembali tarif terbaru yang diberlakukan. Salah satu kecaman datang dari China.
Jika tarif terbaru itu tak segera dibatalkan AS maka China mengancam akan memberikan balasan.
Kementerian Perdagangan China menilai langkah AS tersebut mengabaikan keseimbangan kepentingan yang telah dicapai dalam negosiasi perdagangan multilateral selama bertahun-tahun.
Selain itu, kebijakan ini dinilai tidak mempertimbangkan fakta bahwa AS selama ini telah mendapatkan manfaat besar dari perdagangan internasional.
“China dengan tegas menentang langkah ini dan akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi hak dan kepentingannya,” ujar Kementerian Perdagangan China.
Sementara, Uni Eropa menyatakan kesiapan mereka untuk menghadapi perang dagang dengan AS.
Perancis, sebagai salah satu negara yang terdampak signifikan, menegaskan akan menyerang sektor layanan online AS sebagai langkah balasan.
Juru bicara pemerintah Perancis, Sophie Primas, mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi dampak negatif dari kebijakan Trump.
Ia menjelaskan bahwa Uni Eropa akan merespons kebijakan tarif Trump dalam dua tahap.
“Respons awal akan diterapkan sekitar pertengahan April yang akan menyasar sektor aluminium dan baja,” katanya.
Tahap kedua akan mencakup semua produk dan layanan, yang kemungkinan akan siap pada akhir April.
Di tengah tekanan global ini, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Kabinet Merah Putih untuk mengambil langkah strategis.
Dalam siaran pers yang dirilis Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Prabowo meminta jajarannya mempercepat perbaikan struktural dan menyederhanakan regulasi, terutama terkait hambatan non-tarif.
“Hal ini juga sejalan dalam upaya meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar, dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,” tulis Kemenlu, Jumat (4/4/2025).
Pemerintah juga disebut tengah menjalin komunikasi dengan Malaysia selaku ketua ASEAN untuk mendorong respons bersama menghadapi dampak tarif dari AS.
Di sisi lain, kementerian terkait akan segera menghitung dampak tarif tersebut terhadap berbagai sektor ekonomi dalam negeri.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan telah bertemu Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, pada Jumat di Putrajaya, untuk membahas strategi bersama menghadapi dinamika ekonomi global.
Kendati arahan Presiden sudah jelas, implementasi di lapangan dinilai belum cukup gesit.
Posisi Duta Besar RI untuk AS masih kosong hingga saat ini.
Padahal, peran Dubes sangat vital dalam menjalin komunikasi dan lobi strategis di tengah krisis seperti ini.
Ditambah lagi, suasana libur panjang nasional dan kebijakan
work from anywhere
(WFA) yang diperpanjang di sejumlah kementerian membuat roda birokrasi tak bergerak optimal.
Ketika negara lain sudah tancap gas, Indonesia dinilai masih berkutat pada tahapan koordinasi internal.
Pengamat hubungan internasional, Teuku Rezasyah, mendesak agar Pemerintah Indonesia secepatnya mengangkat seorang Duta Besar untuk AS.
Dia menyebutkan, Pemerintah juga harus mempersiapkan delegasi tingkat tinggi untuk berunding langsung dengan Pemerintah AS.
“Agar terlahir konsesi atas produk asal RI yang berbasis teknologi asal AS dan padat karya,” kata dia kepada
Kompas.com
, Jumat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Menanti Respons Cepat Pemerintah Hadapi Perang Dagang AS
/data/photo/2025/04/04/67efba8f6c952.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)