TRIBUNNEWS.COM – Eks Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut mengomentari kasus yang menyeret nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Seperti diketahui, Hasto baru-baru ini telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku.
Belakangan, sejumlah pihak menganggap kasus tersebut berhubungan dengan politik.
Terkait hal itu, Mahfud pun mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanggungjawabkan penetapan tersebut.
“Kalau itu dianggap politis ya silakan saja dipertanggungjawabkan (KPK) kepada publik,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Ia menegaskan bahwa hal ini merupakan kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
“Biar dipertanggungjawabkan secara hukum, secara transparan,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto dkk telah menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam dua kasus.
Pertama, Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan penetapan antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.
Lalu kedua, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Hasto diduga membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel untuk menghilangkan barang bukti.
Bahkan, Hasto juga disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Dalam perkembangannya, KPK lalu mencegah Hasto dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Kasus ini lantas dianggap berbau politis sebab sebenarnya Hasto sudah diusulkan menjadi tersangka pada tahun 2020 silam.
Namun, pimpinan KPK saat itu, Firli Bahuri, enggan mentersangkakan Hasto.
Alasannya, pimpinan KPK lainnya ingin lebih dulu menangkap eks caleg PDIP Harun Masiku.
Hal itu diungkapkan mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada Kamis (26/12/2024).
“Seingat saya bahwa sejak awal tahun 2020 waktu OTT sudah diusulkan oleh penyidik untuk Hasto berdasarkan bukti-bukti bisa menjadi tersangka. Tetapi saat itu pimpinan KPK tidak mau, dan meminta Harun Masiku tertangkap dulu,” kata Novel dalam keterangannya.
Menurut Novel, hal ini justru berimbas pada munculnya persepsi di publik seolah langkah KPK saat ini bermuatan politis.
“Menurut saya semua kasus mesti diproses apa adanya, karena ketika tidak diproses dengan apa adanya oleh pimpinan KPK sebelumnya, maka yang terjadi seperti sekarang, yaitu menjadi persepsi seolah ada kepentingan politik,” jelas Novel.
Hasto Siap Taat Hukum
Terkait penetapan dirinya itu, Hasto Kristiyanto mengaku akan taat terhadap kasus hukum yang sedang dijalaninya itu.
Hal itu disampaikan Hasto dalam keterangan video yang diterima wartawan, pada Kamis (26/12/2024).
“Setelah penetapan saya sebagai tersangka oleh KPK, maka sikap dari PDI Perjuangan adalah menghormati keputusan dari KPK. Kami adalah warga negara yang taat hukum,” ujar Hasto.
Hasto menegaskan, PDIP adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum.
“Saya sudah memahami berbagai risiko-risiko yang akan saya hadapi.”
“Maka sebagai murid Bung Karno, saya mengikuti apa yang tertulis di dalam buku Cindy Adams ini,” lanjut Hasto.
Hasto mengungkapkan dirinya menjadikan buku Cindy Adams tersebut sebagai kitab perjuangannya, untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi.
“Demi cita-cita Indonesia Merdeka, demi rakyat berdaulat bisa berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapatnya, maka penjara pun adalah suatu jalan dan bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita,” imbuh Hasto.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Gita Irawan/Chaerul Umam)