Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan peras dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bisa mengganggu iklim usaha di Indonesia.
Pasalnya, kasus suap dan peras TKA senilai Rp 53 miliar membuka kemungkinan TKA-TKA tidak kompeten ke Indonesia.
“Jika kita memasukkan TKA-TKA yang mungkin kurang sesuai atau kurang kompeten itu juga akan berdampak pada iklim ketenagakerjaan di Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).
Karena itu, kata Budi, kasus suap dan peras TKA ini harus menjadi momentum pembenahan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia. Namun, ujarnya, proses hukumnya tetap terus berjalan.
“Terkait dengan isu ketenagakerjaan tentu sangat dekat dengan masyarakat, karena ini juga bisa menjadi momentum bagi kita semua untuk memperbaiki bagaimana tata kelola ketenagaan kerjaan di Indonesia,” imbuh Budi.
Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pihak dari Kemenaker baik itu eks pejabat, pejabat, ASN dan pegawai Kemenaker. Termasuk juga staf ahli bidang hubungan internasional menaker Haryanto dan 3 eks pejabat di Kemenaker. Sebelum menjadi staf ahli menaker, Hariyanto menjabat sebagai dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 dan menjadi Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) periode 2019-2024.
Berdasarkan perhitungan sementara, uang yang dikumpulkan dari tindakan pemerasan di Kemenaker tersebut mencapai Rp 53 miliar. Selama kasus ini, KPK juga telah menyita 13 kendaraan dari penggeledahan di delapan lokasi, terdiri dari 11 kendaraan roda empat atau mobil dan dua kendaraan roda dua atau motor. Penggeledahan ini berlangsung pada 20-23 Mei 2025. Delapan lokasi penggeledahan tersebut terdiri dari kantor Kemenaker dan tujuh rumah.
Diketahui, kasus dugaan korupsi pengurusan penempatan TKA ini terjadi pada periode 2020-2023. KPK baru mulai melakukan penyelidikan atas kasus ini pada Juni 2024 berdasarkan laporan dari masyarakat. Pada bulan Mei 2025, KPK telah menetapkan 8 orang tersangka atas kasus ini. Hingga saat ini, KPK belum mengekspos nama-nama, identitas serta peran para tersangka dalam kasus korupsi tersebut.
