Koalisi Sipil Desak Presiden dan Kapolri Setop Proses Hukum Pemilu

10 January 2024, 9:42

Jakarta, CNN IndonesiaKoalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan meminta seluruh proses hukum yang bernuansa politik atas oposisi maupun terhadap kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu 2024 dihentikan.
Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), serta Centra Initiative.
Koalisi masyarakat sipil menilai saat ini momentum untuk meraih simpati suara serta edukasi politik bagi publik lewat adu gagasan dan preferensi kebijakan justru berujung dengan maraknya pelaporan polisi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pelaporan yang memasuki ranah kriminalisasi ini tampak ditujukan terutama terhadap pihak oposisi (01 dan 03), bahkan penyelenggara Pemilu,” kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Rabu (10/1).

Berdasarkan data koalisi masyarakat sipil per Januari, setidaknya ada enam laporan polisi yang dilakukan oleh pendukung pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran.
Di antaranya, laporan terhadap juru bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono soal pernyataan aparat tidak netral yang kini sudah dalam tahap penyidikan; laporan terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu di CFD oleh Gibran.
Kemudian, laporan terhadap Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho milik paslon Prabowo-Gibran, laporan terhadap Roy Suryo dengan tuduhan ujaran kebencian terhadap cawapres Gibran.
Lalu, ada laporan terhadap komika Aulia Rakhman yang sudah jadi tersangka atas materi lawakan di acara Desak Anies di Lampung, hingga laporan terhadap capres Anies Baswedan terkait luas lahan perkebunan milik Prabowo.
“Koalisi menyesalkan dipakainya pasal-pasal ‘karet’ yang sangat anti-demokrasi, seperti pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, penodaan agama dan lainnya, yang selama ini dikenal untuk membungkam suara warga, jurnalis, aktivis maupun oposisi yang kritis terhadap pemerintah,” ucap Isnur.
Koalisi masyarakat sipil menilai ujaran maupun tindakan yang dilaporkan kepada Kepolisian di atas, harus dipandang sebagai kegiatan yang sah dalam konteks sosialisasi dan kampanye Pemilu. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UUD Negara RI Tahun 1945.
Karenanya, segala bentuk tuduhan atau dugaan pelanggaran terhadap penyelenggaraan Pemilu yang ditemukan oleh pihak manapun berada di ranah otoritas pengawas Pemilu, yakni Bawaslu RI.
Jikapun ada tuduhan atau dugaan pelanggaran terhadap penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh pihak Penyelenggara Pemilu, KPU atau Bawaslu, maka dilaporkan kepada DKPP.
“Hanya dugaan tindak pidana murni di luar konteks kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu yang dapat dilaporkan kepada pihak Kepolisian secara langsung. Kasus-kasus yang dilaporkan di atas bukanlah perbuatan pidana murni,” tutur Isnur.
Koalisi masyarakat sipil juga menyebut laporan polisi terhadap kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu jelas bermasalah. Baik secara formil maupun materiil.
Pertama, pasal-pasal karet yang diambil dari UU ITE dan KUHP merupakan pasal-pasal yang kerap dipakai membungkam suara yang kritis dari aktivis, jurnalis dan lawan politik penguasa, khususnya rezim pemerintahan Joko Widodo.
Misalnya, kasus Fatia Maulidyanti dan Haris Azhar, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Rocky Gerung, serta banyak aktivis lain yang telah menjadi korban.
Kedua, para pelapor tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang tepat sebagai korban atau mengalami kerugian. Namun tetap diproses oleh kepolisian hingga naik status penyidikan seperti kasus Aulia dan Aiman.
Ketiga, baik dari indikator pelapor, terlapor maupun materi yang dilaporkan ke kepolisian jelas menimbulkan masalah obyektivitas dan independensi kepolisian yang menerima dan memeriksa laporan.
Sebab, para pelapor rata-rata merupakan pendukung paslon nomor urut 2 yang terafiliasi dengan kekuasaan Presiden yang membawahi kepolisian. Kemudian, materi laporan terkait kegiatan sosialisasi dan kampanye oleh terlapor yang merupakan paslon oposisi, yakni pasangan nomor urut 1 dan 3.

“Kuat sekali nuansa politiknya dan berpotensi dipolitisasi proses hukumnya. Terlebih lagi, pihak Kepolisian sedang dalam sorotan publik akibat dugaan kuat ketidaknetralan Polri yang dibahas oleh Komisi III DPR-RI sebagaimana yang diangkat oleh Aiman.
Atas dasar itu, koalisi masyarakat sipil meminta agar seluruh proses hukum terkait dengan kegiatan kampanye Pemilu agar dihentikan.
“Berdasarkan hal itu, maka Koalisi mendesak Presiden dan Kapolri agar memerintahkan penghentian terhadap seluruh proses hukum yang bernuansa politik atas oposisi maupun terhadap kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu,” ucap Isnur.
“Pernyataan ini kami sampaikan demi untuk memastikan obyektivitas penegakan hukum Kepolisian, termasuk menjaga netralitas Polri dan juga demi terselenggaranya Pemilu yang bebas, jujur dan adil,” lanjutnya. (dis/wis)

[Gambas:Video CNN]