Kisah Masjid Jami Matraman, dari Sultan Agung hingga Proklamasi RI

17 March 2024, 6:00

Jakarta, CNN Indonesia — Berjarak setidaknya sekitar 300 meter dari Tugu Proklamasi di Jakarta yang menjadi titik kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 silam, berdiri sebuah masjid yang usianya sudah ratusan tahun dan memiliki kaitan sejarah dengan perjuangan ibu kota di masa lampau.
Rumah ibadah itu adalah Masjid Jami Matraman yang beralamat di Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Mengutip buku Masjid Warisan Budaya di Jawa dan Madura yang diterbitkan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud pada 2018 silam, Masjid Jami Matraman adalah sebuah saksi bisu pembebasan Batavia–nama Jakarta di masa penguasaan Belanda via VOC–dan kemerdekaan Indonesia pada 1945

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Para Bapak Bangsa salat Jumat di sini persis selepas mengumandangkan proklamasi 17 Agustus 1945. 300 tahun sebelumnya, tak jauh dari sini upaya ‘pembebasan’ juga terjadi. Pasukan Mataram berani menentang dominasi VOC yang mencengkeram erat Batavia,” demikian ditulis pada buku tersebut.
Sejarah berdirinya masjid itu tak lepas ketika Sultan Agung–Raja Mataram–mengirimkan pasukan untuk membebaskan Batavia dari cengkeraman VOC pada tahun 1620an. Di situlah basis perjuangan ribuan pasukan Mataram, hingga mereka membangun sebuah gubuk kecil yang kemudian dijadikan rumah ibadah dan kini dikenal sebagai Masjid Jami Matraman.

Saat CNNIndonesia.com berkunjung ke sana pada Kamis (29/2), terlihat tak ada yang spesial di bagian dpeannya. Hanya terpampang tulisan “Masjid Jami’ Matraman” beserta tulisan berbahasa Arab di atasnya.
Sebuah menara yang menjulang di bagian depan masjid ini pun tak memberikan kesan adanya keistimewaan. Pasalnya, banyak juga masjid-masjid lain yang memiliki menara tinggi.
Masuk ke bagian dalam masjid, kesan ‘biasa’ pun masih terasa. Semua perlengkapan masjid tak berbeda jauh dengan masjid umum biasanya. Sajadah panjang hijau, mimbar kayu dengan kaligrafi hingga jam digital pengingat sholat terpampang.
Tak ada gambar bersejarah terpajang, tak ada teks yang menjelaskan asal muasal masjid ini, semua tampak ‘polos’ yang membuat masjid ini seolah-seolah tak spesial.
Masjid itu pun tak berada dalam daftar cagar budaya di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Mengutip dari laman data Kemendikbud, ada dua masjid yang masuk cagar budaya di sana yakni Masjid Cut Meutia dan Masjid Al Makmur (Raden Saleh).

Suasana di dalam Masjid Jami Matraman, Menteng, Jakarta Pusat. (CNN Indonesia/Arief Bimaputra)

Abdul Baqir Zen dalam bukunya “Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia” menyebut masjid Jami Mataram bernama asli Masjid Jami Matraman Dalem yang memiliki arti masjid jami para Abdi Dalem.
Abdi Dalem memiliki arti pengikut setia Kasultanan Mataram Ngayogyakarta. Nama itu diberikan lantaran masjid ini disebut sebagai tempat singgah laskar mataram yang dikirim Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk merebut Batavia dari tangan Belanda.
“Ini kan (Masjid) sebelah sungai Ciliwung alat transportasi orang-orang belanda, jadi katanya disini Batavia itu diserang oleh orang-orang kompeni orang belanda,” kata Pengurus Masjid Jami Matraman, Samsuddin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di sana.
Pria yang kerap disapa Haji Udin itu mengaku  pengurus masjid tak memiliki teks sejarah yang menjelaskan asal muasal dan perkembangan masjid ini. Ia menyebut sejarah masjid ini sebagian besar dituturkan dari cerita mulut ke mulut yang disampaikan lintas generasi.

Sarekat Islam dan Pembangunan Masjid
Jika teliti melihat detail bagian dalam masjid, sebagian orang yang membaca sejarah mungkin akan mulai menyadari bahwa masjid ini menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pasalnya, corak di seluruh kaca jendela masjid ini menampilkan sebuah gambar bintang dan bulan sabit di bawahnya. Sebuah lambang yang identik dengan organisasi Sarekat Islam (SI).
Organisasi yang dirikan oleh salah satu founding father Indonesia, HOS Tjokroaminoto, ini memiliki peran besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Tjokroaminoto juga menjadi salah satu mentor yang menggembleng kualitas intelektual dan kepemimpinan tokoh proklamator yang juga Presiden pertama RI, Sukarno (Bung Karno).
Haji Udin pun mengaku sempat mendengar cerita bahwa SI memiliki peran besar ketika masjid ini pertama kali didirkan pada medio abad ke-18 ini.
“Iya (memiliki peran besar), memang hitam di atas putih (teks sejarah) enggak ada, cuman ada buktinya. Lihat saja di jendela. Jendela kan lambang bulan bintang semua, hampir semua,” jelas dia.

Corak di seluruh kaca jendela masjid ini menampilkan sebuah gambar bintang dan bulan sabit di bawahnya. Sebuah lambang yang identik dengan Sarekat Islam (SI), salah satu organisasi besar di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. (CNN Indonesia/Arief Bimaputra)

Julukan Masjid Bung Karno
Masjid ini juga kerap dijuluki sebagai Masjid “Bung Karno”. Lagi-lagi, julukan ini berasal dari cerita mulut ke mulut yang sudah disampaikan lintas generasi.
Di era perjuangan kemerdekaan, kata Udin, banyak masyarakat sekitar yang menyebut masjid ini adalah tempat berkumpul orang-orang ‘elite’. Ia pun menyebut kala itu masyarakat biasa segan untuk beribadah di masjid ini. Mereka lebih memilih untuk beribadah di musala atau masjid lain.
Sebutan masjid elite itu muncul lantaran masjid ini disebut juga menjadi tempat diskusi Bung Karno dengan orang-orang penting lainnya. Rumah Bung Karno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 memang berada tak jauh dari masjid tersebut. 
Rumah yang jadi tempat pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia itu sudah tak ada, karena diruntuhkan Bung Karno pada 1960an silam untuk dijadikan bangunan yang sekarang dikenal sebagai Gedung Pola.
Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, masjid ini menjadi sejarah. Pasalnya, setelah pembacaan proklamasi yang bertepatan dengan bulan Ramadan itu, Sukarno dan Mohammad Hatta beserta lainnya melaksanakan salat jumat di masjid tersebut.

Al-Quran ini memiliki keunikan karena terbuat dari daun lontar dan kertas kuno dengan ukuran 2×1,5 meter yang dipajang di dalam etalase di Masjid Jami Matraman. (CNN Indonesia/Arief Bimaputra)

Meski begitu, Haji Udin menuturkan terdapat beberapa versi yang Ia ketahui tentang sejarah tersebut. Ia pun mengaku kebenaran cerita tersebut masih simpang siur. Sebab, kata dia, tak ada teks sejarah yang mencatat peristiwa tersebut.
“Cuman ya itu lah enggak ada hitam di atas putih (teks sejarah) makanya katanya orang tua dulu bilangnya masjid Bung Karno,” tutur dia.
Namun, bila mengutip dari buku Masjid Warisan Budaya di Jawa dan Madura yang diterbitkan Kemendikbud, apa yang diutarakan Haji Udin itu pun tertulis di sana.
“Satu peristiwa pembebasan. Republik Indonesia yang digagas para Bapak Bangsa diproklamasikan kemerdekaannya di kediaman Bung Karno di Pegangsaan Timur nomor 56, yang tidak jauh dari masjid ini. Proklamasi dikumandangkan pada pukul 10 pagi. Selepasnya, dengan berjalan kaki para tokoh termasuk dwitunggal Sukarno-Hatta menunaikan salat Jumat di masjid ini,” demikian tertulis di sana.
“Saking lekatnya peristiwa ini, Masjid Jami Matraman ini dahulu biasa disebut masjid Bung Karno oleh masyarakat sekitar. Bung Karno juga rutin salat Jumat di sini sepanjang tahun 50-an,” kelanjutannya.

Tulisan ini adalah rangkaian dari kisah masjid-masjid kuno di Indonesia yang diterbitkan CNNIndonesia.com pada Ramadan 1445 Hijriah
(mab/kid)

[Gambas:Video CNN]

Tokoh

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi