Bisnis.com, JAKARTA— Kaleidoskop industri telekomunikasi Indonesia pada 2025 merangkum sejumlah peristiwa penting mulai dari merger XL Axiata dengan Smartfren hingga lelang frekuensi 1,4 GHz.
Di saat yang sama, kualitas internet bergerak menunjukkan perbaikan. Meski demikian, Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan dari negara-negara dengan ekosistem digital yang lebih matang di Asia Tenggara.
Berikut rangkuman kaleidoskop industri telekomunikasi sepanjang 2025 yang dihimpun Bisnis:
Konsolidasi Operator Seluler: Lahirnya XLSmart
Konsolidasi kembali menjadi kata kunci industri telekomunikasi pada 2025. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan restu atas penggabungan PT XL Axiata Tbk. (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN), dan PT Smart Telecom (ST) menjadi PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. (XLSmart). Persetujuan ini menandai lahirnya entitas baru di tengah pasar seluler yang semakin kompetitif dan padat modal.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan persetujuan diberikan setelah proses verifikasi faktual dan pertemuan langsung dengan manajemen perusahaan. “Maka hari ini kami setelah verifikasi faktual dengan bertemu, kami prinsipnya memberikan persetujuan kepada PT XLSmart Telecom Sejahtera,” kata Meutya di Kantor Komdigi (17/4/2025).
Customer service melayani pelanggan XLSMART
Namun, restu pemerintah disertai prasyarat. Komdigi mewajibkan XLSmart menambah 8.000 base transceiver station (BTS) serta meningkatkan kecepatan jaringan hingga 16% pada 2029. Kewajiban tersebut menjadi penyeimbang atas konsentrasi pasar yang menguat pascamerger.
Konsolidasi XLSmart memperpanjang jejak merger di industri telekomunikasi nasional setelah Indosat dan Tri Indonesia bergabung pada awal 2022. PT Indosat Ooredoo Tbk. (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) saat itu mendapat persetujuan hampir bulat dari pemegang saham untuk membentuk PT Indosat Ooredoo Hutchison.
Di luar jaringan terestrial, layanan satelit juga menghadapi tantangan sepanjang 2025. SpaceX mengumumkan layanan Starlink tidak tersedia sementara bagi pelanggan baru di Indonesia karena kapasitas yang telah habis terjual.
“Layanan Starlink saat ini tidak tersedia untuk pelanggan baru di wilayah Anda karena kapasitasnya telah habis terjual di seluruh Indonesia,” tulis Starlink melalui laman resminya, pada 13 Juli 2025.
Kondisi tersebut mencerminkan tingginya permintaan akses internet berbasis satelit, terutama di wilayah yang belum terjangkau jaringan fiber dan seluler. SpaceX bahkan disebut tengah mencari pendanaan hingga Rp6,5 triliun untuk menambah kapasitas satelit.
Tak berselang lama, SpaceX kembali membuka layanan bagi pelanggan baru di Indonesia per 23 Juli 2025. Ketersediaan ini mencakup segmen ritel, korporasi, hingga backhaul, dan ditampilkan melalui peta ketersediaan resmi Starlink.
Peluncuran Starlink
Penataan Spektrum Baru: Lelang Frekuensi 1,4 GHz
Selain konsolidasi operator, 2025 juga diwarnai oleh penataan spektrum baru. Komdigi membuka seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz untuk layanan broadband wireless access. Spektrum ini dinilai strategis untuk memperluas akses internet tetap nirkabel. Hasil lelang yang diumumkan pada Oktober 2025 menunjukkan menguatnya peran pemain non-operator seluler besar.
PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), memenangkan regional I yang meliputi Pulau Jawa, Maluku, dan Papua dengan penawaran sebesar Rp403,7 miliar.
Sementara itu, PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA), menguasai regional II yang mencakup Sumatra, Bali, dan Nusa Tenggara, serta regional III yang meliputi Kalimantan dan Sulawesi.
Jajaran direksi Surge WIFI
Kualitas Internet Membaik, Regulasi Kian Ketat
Di tengah berbagai tantangan, kualitas internet Indonesia menunjukkan perbaikan relatif. Data Speedtest Global Index menempatkan Indonesia di peringkat ketujuh Asia Tenggara dengan median kecepatan unduh internet mobile sebesar 50,77 Mbps per November 2025. Meski demikian, jarak dengan negara seperti Brunei Darussalam dan Singapura masih cukup lebar.
Pada sisi regulasi, pemerintah bersiap menerapkan kewajiban registrasi SIM card berbasis biometrik pengenalan wajah. Aturan ini akan berlaku penuh mulai 1 Juli 2026, dengan masa transisi sejak Januari 2026.
“Tapi setelah 1 Juli itu udah mulai setiap kartu baru dibuka harus dengan face recognition,” kata Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah.
Peluncuran Satelit Nusantara Lima
Penguatan infrastruktur telekomunikasi nasional pada 2025 tidak hanya bertumpu pada jaringan terestrial dan konsolidasi operator, tetapi juga pada pengembangan konektivitas berbasis satelit. Salah satu tonggak pentingnya adalah peluncuran Satelit Nusantara Lima yang diharapkan memperluas akses internet, khususnya ke wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) yang masih sulit dijangkau jaringan fiber optik dan seluler.
Satelit Nusantara Lima resmi diluncurkan ke angkasa pada Kamis (11/9/2025) malam waktu Florida, Amerika Serikat, atau Jumat pagi waktu Indonesia, menggunakan roket SpaceX Falcon 9. Peluncuran ini semula dijadwalkan berlangsung pada 8 September 2025, namun mengalami beberapa kali penundaan akibat faktor cuaca di lokasi peluncuran.
Dengan kapasitas lebih dari 160 gigabit per detik (Gbps), Nusantara Lima menjadi salah satu satelit komunikasi terbesar di Asia saat ini. Satelit ini dirancang untuk memperluas jangkauan layanan internet tidak hanya di Indonesia, tetapi juga Malaysia dan Filipina, sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem konektivitas regional.
Satelit meluncur ke orbit
Satelit tersebut diproduksi oleh Boeing Satellite Systems International Inc. dengan platform Boeing 702MP dan bobot peluncuran sekitar 7,8 ton. Nusantara Lima dirancang memiliki masa operasi lebih dari 15 tahun, didukung teknologi Ka-Band Very High Throughput Satellite (VHTS), XIPS Electrical Thruster, serta Gen 7 Channelizer untuk efisiensi dan stabilitas transmisi data.
Bencana Alam dan Uji Ketahanan Infrastruktur Konektivitas
Menjelang akhir tahun, industri telekomunikasi kembali diuji oleh bencana alam. Banjir dan tanah longsor menyebabkan lumpuhnya konektivitas di sejumlah wilayah Sumatra, terutama Aceh. Komdigi mencatat pemulihan layanan di Aceh mencapai 80%, sementara Sumatra Utara dan Sumatra Barat hampir pulih sepenuhnya.
“[Saat ini] yang memang masih kami akan fokus kerjanya untuk pemulihan [di Aceh] itu ada di wilayah Aceh Tamiang, kemudian di wilayah Gayo Lues, dan di wilayah Bener Meriah,” kata Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi Fifi Aleyda Yahya.
PT Telkomsel mengungkapkan tantangan utama pemulihan berasal dari sektor kelistrikan. Direktur Utama Telkomsel Nugroho menyebut banyak infrastruktur listrik yang rusak akibat bencana.
“Banyak sutet yang sudah rubuh dan belum bisa disambungkan kembali kemudian integrasi dengan pembangkit-pembangkit listrik yang ada juga belum bisa dilakukan sepenuhnya sampai saat ini,” katanya.
