Kaleidoskop 2024: Jatuhnya Martabat Hakim karena Mafia Peradilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tahun 2024 diwarnai skandal
mafia peradilan
yang mencoreng martabat dan kehormatan wakil Tuhan di bumi:
hakim
.
Setelah operasi tangkap tangan (OTT) perkara suap pengurusan perkara yang menyeret hakim agung pada 2022 lalu, pada 2024 sejumlah hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan terdakwa pelaku pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.
Mereka adalah
Hakim
Ketua Erintuah Damanik serta dua hakim anggota, Mangapul dan Heru Hanindyo.
Ketiganya ditangkap penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di Surabaya pada 23 Oktober lalu karena ditengarai menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur, yang membunuh kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.
“Iya (penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait suap dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur),” ujar Febrie Adriansyah kepada wartawan Rabu (23/10/2024).
Menyusul ketiga hakim itu, Kejagung menangkap pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Selang satu hari berikutnya, Kamis (24/12/2024), Kejagung menangkap mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR) di Bali.
Penangkapan Zarof ditindaklanjuti dengan penggeledahan di Jakarta.
Upaya paksa itu membuat publik tercengang.
Sebab, penyidik menemukan uang dan emas yang totalnya mencapai Rp 1 triliun.
Harta itu terdiri dari uang tunai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram yang disebut berasal dari jual beli perkara di MA.
“Itu pengakuannya yang menyatakan bahwa uang dan emas itu merupakan hasil dari pengurusan perkara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
Selama proses penyidikan, Kejagung hanya mengungkap sedikit perbuatan para pelaku.
Tindakan mafia peradilan itu baru mulai terungkap setelah perkara Erintuah, Mangapul, dan Heru dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan disidangkan.
Skandal mafia peradilan ini dimulai ketika ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, meminta Lisa menjadi pengacara untuk mendampingi anaknya.
Istri anggota DPR RI itu datang ke kantor Lisa pada 5 Oktober 2023 di Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, sang pengacara meminta ibu Ronald Tannur menyiapkan sejumlah uang untuk mengurus perkara anaknya.
Setelah pertemuan itu, Lisa pun bergerilya.
Ia menemui Zarof Ricar yang diduga sebagai makelar kasus.
“Untuk mencarikan hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya yang bersedia untuk menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dalam perkara anak seorang anggota DPR,” kata jaksa.
Lisa kemudian beberapa kali menemui Mangapul pada kurun Januari hingga Maret 2024 di sebuah apartemen di Surabaya.
Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan bahwa perkara kliennya, Ronald Tannur, akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Ia meminta pelaku pembunuhan itu divonis bebas (vrijspraak).
Jaksa kemudian menyebut pada 4 Maret 2024, ia menemui Erintuah dan memperkenalkan diri sebagai pengacara Ronald Tannur.
Ia mengaku telah bertemu dengan Heru dan Mangapul yang akan menjadi hakim anggota perkara kliennya.
“Padahal penetapan penunjukkan Majelis Hakim perkara pidana Gregorius Ronald Tannur belum ada,” tutur jaksa.
PN Surabaya baru menerbitkan penetapan susunan majelis hakim pada keesokan harinya dengan susunan Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.
Jaksa kemudian menyebut, selama proses persidangan, Lisa telah memberikan suap kepada tiga hakim itu senilai Rp 1 miliar dan 308 dollar Singapura atau seluruhnya senilai Rp 4,6 miliar.
“Bahwa uang yang diberikan Lisa Rachmat kepada terdakwa Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo berasal dari Meirizka Widjaja,” ujar jaksa.
Setelah persidangan bergulir, Erintuah, Mangapul, dan Heru kompak membebaskan Ronald Tannur dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa.
“Sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024,” kata jaksa.
Namun, setelah membebaskan anaknya, kini sang ibunda pun menjadi tersangka pemberi suap dan dipenjara.
Meski sudah lewat satu purnama menahan Zarof Ricar, Kejaksaan Agung baru menjelaskan peran Zarof Ricar sepenggal cerita.
Menurut Harli, Zarof yang sudah pensiun dari Mahkamah Agung, tetap bisa menjadi perantara suap antara pengacara Ronald Tannur dengan ketiga hakim PN Surabaya.
Kepada penyidik, kata Harli, Zarof mengaku uang dan emas batangan itu bukan miliknya.
Harta benda itu merupakan hasil pengurusan perkara.
Namun demikian, Kejagung tak kunjung mengungkap asal muasal dan peruntukan harta panas senilai Rp 1 triliun di rumah Zarof Ricar.
Sampai hari ini, pihak Korps Adhyaksa terus mengeklaim masih mendalami uang dan emas tersebut.
“Kami belum mendapat informasi detail terkait pengungkapan itu (suap perkara lain), namun penyidik terus berupaya mendalaminya,” ujar Harli kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mendesak Kejagung mengungkap asal muasal dan peruntukan harta itu.
Sebab, sangat mungkin uang dan emas itu merupakan titipan dari pihak lain, baik hakim maupun pejabat.
“Kejaksaan Agung harus membongkar karena sangat mustahil uang dan batangan emas yang ada di rumah ZR itu miliknya sendiri. Sangat mungkin itu juga titipan yang belum diambil oleh hakim atau siapapun pejabat publik,” ungkap Fickar.
Ia menduga, uang dan emas sengaja dititipkan kepada Zarof untuk menghindari auditor, mengingat pejabat wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Uang dan emas itu, menurutnya, baru akan diambil ketika mereka pensiun di kemudian hari.
“Kejaksaan Agung harus melacak ini, mengingat akses ZR yang luas di kalangan para hakim karena kedudukannya dulu sebagai Kapusdiklat MA yang berhubungan dengan semua hakim. Jadi sangat mungkin uang dan emas itu titipan para hakim,” ujarnya.
Terpisah, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein menyebut Zarof harus membuktikan sumber uang dan emas senilai Rp 1 triliun di rumahnya.
Menurut Yunus, kekayaan Zarof begitu besar karena ia diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
“Pasti ada cuci uang, enggak mungkin enggak. Sekian lama, sekian besar, pasti membayar banyak orang, dan tidak akan habis dia makan sendiri. Buktinya numpuk kan itu,” lanjut Yunus.
Harta di rumah Zarof terus menjadi pertanyaan panjang publik.
Sebab, ketika menjabat pun ia bukan hakim yang bisa menentukan putusan pengadilan.
Selama proses penyidikan terungkap, Zarof Ricar rupanya tidak hanya menjembatani Meirizka dan Lisa menyuap hakim PN Surabaya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyebut, Ricar diduga menyiapkan uang Rp 5 miliar untuk hakim agung yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur.
Adapun kasasi diajukan jaksa penuntut umum yang tidak terima Ronald Tannur divonis bebas.
“Sesuai catatan LR (Lisa Rachmat) yang diberikan kepada ZR (Zarof Ricar), (Rp 5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur,” ujar Abdul.
Namun, pihak kejaksaan tidak mengungkap siapa hakim agung yang diduga menerima suap untuk memutus bebas Ronald Tannur.
Untuk bisa menjatuhkan vonis sesuai permintaan, pemberi suap minimal harus mengkondisikan dua dari tiga hakim agung yang mengadili.
Pertanyaan timbul lantaran satu hari sebelum tiga hakim PN Surabaya ditangkap, MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.
Melalui Putusan Perkara Nomor 1466 K/Pid/2024, majelis kasasi menghukum Ronald Tannur 5 tahun penjara karena dinilai terbukti membunuh kekasihnya dan melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
MA kemudian mengadili sendiri Ronald Tannur dengan hukuman penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun,” bunyi putusan kasasi itu.
Belakangan, setelah salinan putusan tersebut bisa diakses publik, terungkap terdapat hakim agung yang ingin membebaskan Ronald Tannur.
Hakim Agung Soesilo, satu dari tiga hakim sekaligus ketua majelis kasasi, menyatakan dissenting opinion.
Dia tidak sependapat dengan dua anggotanya yang menyatakan Ronald Tannur terbukti bersalah dan harus dipenjara.
Dalam dissenting opinion-nya atau DO, Soesilo menyebut putusan PN Surabaya atau majelis hakim yang mengadili fakta-fakta hukum sudah sesuai hukum acara yang berlaku.
Ia juga menyebut kekasih Ronald Tannur, Dini Sera, meninggal karena robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan benda tumpul.
Meski dokumen visum et repertum menjelaskan kematian Dini, kata dia, hal itu tidak menyatakan perbuatan Ronald Tannur melindas tubuh kekasihnya membuat perempuan itu tewas.
“Hasil visum et repertum tersebut tidak serta merta menyatakan terdakwa lah sebagai pelaku perbuatan terhadap Dini Sera Afriyanti, apalagi sampai adanya dugaan terdakwa melindas tubuh Dini Sera Afriyanti sebagai penyebab meninggalnya Dini Sera Afriyanti karena tidak ada alat bukti yang membuktikan dugaan tersebut,” kata Hakim Agung Soesilo.
Soesilo lantas menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah, namun ia kalah suara.
Dua anggotanya, Ainal Mardhiah dan Sutarjo, sepakat dengan dakwaan jaksa bahwa Ronald Tannur bersalah.
Seiring bergulirnya persoalan ini, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hakim Agung Sunarto menerbitkan Surat Tugas Nomor 22/KMA/ST.PW1.3/10/2024 pada 28 Oktober 2024.
Ia membentuk tim khusus guna melakukan pemeriksaan karena Ketua Majelis Kasasi, Soesilo, disebut-sebut bertemu dengan sang makelar, Zarof Ricar.
Namun, setelah melakukan rangkaian pemeriksaan etik, MA menyatakan majelis kasasi Ronald Tannur, termasuk Hakim Agung Soesilo, tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Kesimpulan dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi perkara nomor 1466 K/PID/2024 sehingga kasus dinyatakan ditutup,” kata Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Yanto mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan, Hakim Agung Soesilo pernah bertemu Zarof di salah satu universitas di Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurutnya, baik Soesilo maupun Zarof sama-sama menjadi tamu undangan di acara itu.
“Pada pertemuan eksidentil dan berlangsung singkat tersebut, ZR sempat menyinggung masalah kasus Ronald Tannur tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung S,” kata Yanto.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.