Kades Randuharjo Dieksekusi Terkait Pelanggaran Netralitas Pilkada Mojokerto

Kades Randuharjo Dieksekusi Terkait Pelanggaran Netralitas Pilkada Mojokerto

Mojokerto (beritajatim.com) – Kepala Desa (Kades) Randuharjo, Edo Yudha Astira (35), dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto untuk menjalani hukuman atas pelanggaran netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Edo divonis satu bulan penjara dan denda Rp5 juta setelah dinyatakan terbukti mendukung salah satu pasangan calon (paslon) secara terang-terangan.

Eksekusi dilakukan pada Selasa (10/12/2024) siang, ketika Edo tiba di kantor Kejari Mojokerto sekitar pukul 12.45 WIB. Dengan kepala tertutup kain dan mengacungkan satu jari sebagai simbol dukungannya, ia menyatakan tetap mendukung paslon nomor urut 1, Ikfina Fahmawati dan Gus Sa’dulloh Syarofi.

“Tetap Idola, bos, tetap Idola,” ujar Edo sebelum menuju kendaraan tahanan yang membawanya ke Lapas Klas IIB Mojokerto.

Kasus ini berawal dari laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto, yang menemukan video di akun TikTok @Kadesjapanesse99 milik Edo. Dalam video tersebut, Edo mengenakan atribut paslon tertentu dan diduga mengalokasikan dana untuk mendukung kampanye paslon.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menyatakan Edo melanggar Pasal 188 UU RI Nomor 1 Tahun 2015 juncto Pasal 71 ayat (1) UU RI Nomor 10 Tahun 2016 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Edo dinilai telah menguntungkan salah satu paslon secara tidak sah.

Hakim Fransiskus Wilfrirdus yang memimpin persidangan pada Rabu (4/12/2024) menjatuhkan hukuman satu bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu dua bulan penjara. Selain itu, Edo didenda Rp5 juta yang harus dibayarkan sebelum masa tahanan selesai. Jika denda tidak dibayar, masa tahanannya akan bertambah satu bulan.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para kepala desa dan aparatur pemerintahan untuk menjaga netralitas dalam Pilkada. Kasubsi 1 Seksi Intelijen Kejari Mojokerto, Fachri Dohan Mulyana, menegaskan bahwa eksekusi ini merupakan pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

“Sudah inkracht, tidak ada upaya hukum lain. Sebelum dibawa ke Lapas, kami pastikan kondisi kesehatan terdakwa dalam keadaan baik,” jelas Fachri.

Kasus ini menjadi contoh nyata pelanggaran netralitas Pilkada yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Kejari Mojokerto berharap tindakan tegas ini mampu memberikan efek jera bagi pihak lain yang mencoba menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan politik. [tin/beq]