Harga BBM Non Subsidi Ikut Ditahan, Para Pakar Ungkap Alasannya

8 March 2024, 12:15

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah baru-baru ini memberikan sinyal bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) baik yang bersubsidi maupun yang non subsidi tidak akan naik hingga Juni 2024 mendatang. Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.
“Tadi diputuskan dalam sidang kabinet paripurna tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai Juni, baik itu yang subsidi maupun non subsidi,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, belum lama ini.
Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov mebeberkan, salah satu alasan dibalik ditahannya harga BBM khususnya BBM non subsidi lantaran harga sembilan bahan pokok (sembako) saat ini sedang melonjak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Oleh sebab itu, pemerintah dinilai tidak ingin memberikan ‘dual shock’ pada masyarakat bila harga BBM juga ikut naik.
“Pemerintah memang tengah melakukan upaya stabilisasi harga inflasi karena inflasi sekarang sedang meningkat juga karena kenaikan harga sembako ini kan belum terkendali. Oleh karena itu pemerintah memang sangat menghindari terjadinya dual shock akibat kenaikan harga sembako dan kenaikan harga energi,” ujarnya kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, dikutip Jumat (8/3/2024).
Abra melihat, pemerintah saat ini sudah belajar dari pengalaman pada tahun 2022 yang pernah terjadi pula kejadian yang sama, di mana harga sembako tengah melonjak namun diikuti pula dengan harga BBM yang naik mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.
“Belajar dari pengalaman tahun 2022 ketika terjadi lonjakan harga komoditas yang diikuti dengan penyesuaian harga BBM. Itu inflasinya kan juga sangat besar sekali di tahun 2022 sumbangan dari inflasi BBM. Nah makanya saya melihat pemerintah sepertinya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama inflasi di tahun 2022,” jelasnya.
Hal itulah yang menjadi landasan pemerintah yang saat ini memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa harga energi termasuk BBM dan tarif listrik tidak akan naik hingga Juni 2024. “Makanya (pemerintah) berani memberikan jaminan tidak ada penyesuaian harga sampai Juni (2024),” tandasnya.
Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga turut menyebutkan bahwa memang sudah seharusnya pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM dan tarif listrik khususnya yang diberikan subsidi ditengah naiknya harga pangan.
“Kenaikan harga BBM perlu ditahan sampai akhir tahun berkaitan dengan kondisi daya beli. Perlu diperhatikan dampak ke kelas rentan dan miskin yang alami tekanan harga beras dan kebutuhan pangan lainnya,” ucap dia saat dihubungi CNBC Indonesia, dikutip Jumat (8/3/2024).
Bhima menilai jika harga BBM bersubsidi naik maka akan menurunkan konsumsi rumah tangga khususnya ekonomi kelas menengah ke bawah. “Faktanya yang memakai BBM subsidi bukan cuma orang miskin ada kelas menengah juga. Nah Kelas menengah menyumbang 35,2% konsumsi secara nasional. Jadi jangan sampai BBM subsidi buru-buru naik, banyak faktor jadi pertimbangan,” tambahnya.
Adapun, dia mengatakan harga BBM bersubsidi saat ini masih bisa ditahan kenaikannya, hal itu lantaran kenaikan harga minyak mentah hanya berkisar 2% dibanding Maret tahun lalu. Sementara pelemahan Rupiah baru 2,65% year on year.
“Jadi belum terjadi beban dari sisi impor BBM yang menjadi faktor utama penambahan subsidi ke Pertamina. Soal anggaran pemerintah bisa gunakan automatic adjustment untuk tambah subsidi energi,” tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartaro telah menetapkan tambahan anggaran untuk Pertamina maupun PLN supaya tidak ada perubahan harga.
Namun, dia belum menjelaskan besaran perubahan anggaran subsidi energinya. Sebagaimana diketahui pada tahun ini target subsidi energi sebesar Rp 186,9 triliun. Rinciannya ialah Rp 113,3 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 73,6 triliun untuk subsidi listrik.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, defisit APBN akan melebar dari yang ditetapkan, 2.29% dari PDB pada tahun ini, menjadi sekitar 2,8%. Seiring dengan adanya penambahan kebutuhan anggaran untuk beberapa pos anggaran.
Misalnya, penambahan subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun. Penambahan subsidi pupuk itu menurutnya untuk menyesuaikan kebutuhan riil petani 7-8 juta ton per tahun. Sebab, dengan anggaran subsidi pupuk yang saat ini Rp 26 triliun hanya cukup untuk 5,7 juta ton per tahun. “Kenapa subsidi pupuk ditambah karena kita butuh pupuk sesuai jumlah setiap tahunan. Biasanya kan sekitar 8-7 juta ton,” ucap Airlangga.
“Jadi jelas tidak cukup dan itu tercermin dari produksi padi bukan hanya karena pupuk tapi karena El Nino itu turunnya banyak. Januari-Maret itu demand dan supply deltanya short 1 juta.” ucap Airlangga.
Selain itu, ia melanjutkan, juga ada program bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan yang diarahkan untuk menekan tingginya harga beras senilai Rp 11,3 triliun. “BLT naik untuk perubahan fluktuasi mitigasi harga sembako itu saja nilainya sudah Rp 11 triliun,” tutur Airlangga.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Harga BBM RI Vs Negara Tetangga, Lebih Murah Siapa?

(pgr/pgr)

Partai

Institusi

K / L

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi