Emirsyah Satar Didakwa Rugikan Negara Rp9,3 Triliun

19 September 2023, 3:25

Jakarta, CNN Indonesia — Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp9,37 triliun terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Satar diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Agus Wahyudo selaku eks Executive Project Manager Aircraft Delivery PT GA, dan Hadinoto Soedigono selaku eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012.
Lalu bersama Soetikno Soedarjo selaku mantan pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Hollingworth Management Internasional dan sebagai pihak intermediary (commercial advisor) yang mewakili kepentingan Avions De Transport Regional (ATR) dan Bombardier.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemudian bersama eks VP Fleet Acquisition PT GA Adrian Azhar, eks Vice President Treasury Management PT GA Albert Burhan, dan mantan Vice President Strategic Management Office PT GA Setijo Awibowo.
Tindak pidana yang dilakukan bersama itu disebut turut menguntungkan sejumlah korporasi yakni Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC).
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo atau memperkaya korporasi,” kata Jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (18/9).
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar 609.814.504 dolar Amerika Serikat (US$609,8 juta) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” imbuh jaksa.
Total kerugian negara senilai US$609 juta itu jika dirupiahkan senilai Rp9,37 triliun dengan kurs rupiah saat ini.
Dalam dakwaannya Satar disebut telah membocorkan rahasia perusahaan terkait perencanaan pengadaan armada PT Garuda Indonesia (GA) kepada Soetikno sebagai perantara ke perusahaan yang diuntungkan.

“Secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT. GA yang merupakan rahasia Perusahaan kepada Soetikno Soedarjo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier,” ujar jaksa.
Lalu, Satar disebut mengubah rencana kebutuhan pesawat Sub 100 seater dari yang semula berkapasitas 70 seats menjadi 90 seats tipe jet tanpa ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
Pengubahan tersebut tak sesuai dengan hasil kajian Feasibility Study Additional Small Jet Aircraft Juli 2010 yang ditetapkan dalam RJPP 2011-2015 dan disetujui oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 15 November 2010.
“Terdakwa Emirsyah Satar memerintahkan Setijo Awibowo dan Adrian Azhar membuat feasibility study (kajian kelayakan) pengadaan Pesawat Sub-100 seater tipe Jet kapasitas 90 seater yang belum ditetapkan dalam RJPP dan tidak dilengkapi dengan Laporan Hasil Analisa Pasar dan Laporan Hasil Analisa Kebutuhan Pesawat,” papar jaksa.
Lebih lanjut, Satar disebut turut memerintahkan Setijo Awibowo, Agus Wahjudo, Albert Burhan dan Adrian Azhar yang bertindak sebagai tim pengadaan untuk merubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat jet Sub-100 dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi pendekatan Economic sub kriteria Net Value Present (NVP) dan Route Result tanpa persetujuan dari dewan direksi.

Hal tersebut dilakukan demi memenangkan pesawat bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Lalu, Satar bersama Agus Wahjudo dan Hadinoto Soedigno melakukan persekongkolan dengan Soetikno Soedarjo untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT. Garuda Indonesia.
“Meskipun, jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service,” ujar Jaksa.
Kemudian, Satar, Albert Burhan, M. Arif Wibowo dan Hadinoto Soedigno tanpa melalui rapat direksi memberikan persetujuan untuk pengadaan pesawat Turbopropeller tanpa ada kajian yang memadai serta belum ditetapkan dalam RJPP maupun RKAP.
“Di mana Tipe pesawat tersebut tidak sesuai dengan sistem layanan penerbangan Low Cost Carrier PT. Citilink Indonesia yang kemudian dalam pengadaannya diambil alih oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk,” jelas jaksa.
Tak hanya itu, Satar disebut bersama Albert Burhan melakukan Pembayaran Pre Delivery Payment (PDP) Pembelian Pesawat ATR 72-600 kepada Manufactur ATR sebesar US$3,08 juta padahal mekanisme pengadaan ATR dilakukan secara sewa.
“Terdakwa Emirsyah Satar bersama dengan Albert Burhan melakukan pembayaran PDP pembelian Pesawat CRJ-1 000 kepada Bombardier sebesar 33.916.003,80 dolar AS (US$33,9 juta) padahal mekanisme pengadaan CRJ-1 000 dilakukan secara sewa,” jelas Jaksa.
Atas pebuatannya, Emirsyah Satar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (mab/dzu)

[Gambas:Video CNN]